Tragedi Angeline
Hotma Tebar Psywar di Persidangan
Hotma Sitoempol, kuasa hukum Margriet Ch Megawe, terdakwa kasus pembunuhan bocah cilik Engeline (8) kembali menuding sejumlah pihak.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Yudistirani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hotma Sitoempol, kuasa hukum Margriet Ch Megawe, terdakwa kasus pembunuhan bocah cilik Engeline (8) kembali menuding sejumlah pihak.
Tudingan itu dia lontarkan saat sidang pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Senin (15/2/2016).
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edward Harris Sinaga ini, Hotma mengatakan, yang membuatnya lebih keberatan adalah pembuatan opini kepada publik yang dilakukan Aris Merdeka Sirait dari Komnas PA dan Siti Sapura dari P2TP2A Denpasar.
Hotma mengaku, ada pemutaran jahat dalam melontarkan statement pada publik yang kemudian mengarahkan opini, jika pembunuhan itu tentang warisan terhadap Engeline.
Sehingga publik menghukum, seakan-akan terdakwa (Margriet) membunuh karena warisan.

Terdakwa kasus pembunuhan Engeline C Megawe, Margriet C Megawe saat menjalani sidang pledoi, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Senin (15/2/2016). (Tribun Bali/ I Nyoman Mahayasa)
"Tidak ada kaitannya karena masalah warisan. Kemudian, Aris dengan adanya kebakaran di kantornya seolah-olah menanggap bahwa ada orang yang membakar. Padahal, polisi menyatakan bukan dari kantornya kebakaran itu melainkan dari sebelah kantornya," ucap Hotma.
"Dan ada statement kecele, karena ingin membakar. Dan juga, ada kata-kata mengamankan barang bukti. Seperti pahlawan kesiangan saja Aris tersebut," imbuhnya.
Kemudian, kepada Siti Sapura, yang memberikan statement yang malahan membuat kegaduhan dan mengarahkan kliennya sebagai tersangka, dan kini menjadi terdakwa.
Padahal, tidak ada bukti yang menguatkan dalam persidangan.
Atas hal ini, Hotma mengaku bahwa meminta pertanggungjawaban atas pembuatan opini di publik.
Karena tidak bisa menunjukkan mengenai kebenaran atas statementnya.
"Karena sikap itulah yang mempengaruhi masyarakat. Karena itu untuk Aris Merdeka Sirait dan Siti Sapura atau Ipung yang sudah membuat kegaduhan dalam kasus ini akan dimintakan pertanggungjawabannya," ujarnya.
Selain itu, Hotma juga mengungkapkan, ada kesengajaan atau percepatan supaya Margriet menjadi tersangka dalam BAP kasus pembunuhan Engeline tersebut.
Saat BAP itu, menurut Hotma, Kapolda Bali yang menjabat saat itu (Ronny F Sompie) memaksakan Margriet menjadi tersangka karena tekanan publik.
Padahal, dalam fakta dan bukti tidak cukup untuk menjerat Margriet.
"Dengan melihat fakta hukum dari BAP-BAP, dalam tanda kutip mengikuti perintah Kapolda yang saat itu menjabat. Dalam resume itu mengarah dengan memerintahkan untuk penyidik menyidik kepada Margriet dan menetapkan tersangka," ucap Hotma.
Kapolda, menurut dia, saat itu memerintahkan supaya penyidik harus mematuhi supaya cepat Margriet tersangka.
Dan juga, dalam hal itu, Kapolda ingin menuruti keinginan publik.
Lagi-lagi, itu karena pembuat kegaduhan yakni Aris Merdeka Sirait dan Siti Sapura.
"Dan atas hal itu, Kapolda tidak mengindahkan norma-norma hukum di Indonesia," kata dia.
Pada kesempatan kemarin, kuasa hukum Margriet juga menyatakan, semua dakwaan jaksa terhadap kliennya tidak bisa dibuktikan selama persidangan.
Sehingga, vonis bebas menjadi target kuasa hukum Margriet ini.
"Ya pastinya vonis bebas targetnya. Jaksa tidak bisa membuktikan dakwaan kok," ujar Dion Pongkor.
Menurut dia, dakwaan yang dilakukan oleh JPU bersifat imajinatif.
Dengan demikian, dalam sidang untuk ke depannya, maka pembuktian di dalam persidangan ini tidak bisa dilakukan adanya hukuman pembunuhan ataupun penelantaran anak.
"Agus sudah mengaku membunuh, sementara klien saya tidak mengakui itu karena tidak membunuh. Jadi Agus lah pelaku satu-satunya," ucap Dion.
Ia katakan, dalam fakta persidangan soal meminta uang Rp 200 juta tidak bisa dibuktikan.
Jaksa menyatakan ada permintaan uang, tapi Agus menyatakan tidak.
Itu untuk contoh dalam kasus pembunuhan yang tidak bisa dibuktikan fakta dalam dakwaan.

Terdakwa kasus pembunuhan Engeline C Megawe, Margriet C Megawe saat menjalani sidang pledoi, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Senin (15/2/2016). (TRIBUN BALI / I Nyoman Mahayasa)
Kemudian, untuk penelantaran anak, menurut dia, penelantaran anak itu ada setelah kejadian hilang itu diketahui.
Sebelum-sebelumnya, Dion mempertanyakan kenapa tidak ada laporan terhadap hal serupa.
Singkatnya, itu hanya anggapan mencari kesalahan kliennya.
"Dalam kasus penelantaran anak itu ada tiga kategori, yakni menyangkut pendidikan, kesehatan, dan fisik korban. Nah, sekarang untuk pendidikan, rapor dia (Engeline) baik, tapi keterangan guru tidak baik, kan aneh," ucapnya.
Dion melanjutkan, untuk kesehatan, selama ini Engeline tidak pernah sakit, dan untuk itu tidak pernah ada penelantaran kesehatan.
Sedangkan untuk fisik, jika berfisik kurus itu adalah bawaan (gen), maka tidak bisa dibuktikan.
Sementara itu, pada keterangan gurunya adalah adanya penelantaran.
"Kan itu tidak bisa dibuktikan juga. Sehingga tidak ada juga, penelantaran anak yang dilakukan oleh klien saya," katanya. (*)
Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:
Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali
Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali