Patung Rangda Pemicu Dugaan Aliran Sesat, Warga di Jembrana Bubarkan Ritual Ini
Arka beserta para pengikutnya dituding menjalankan praktik aliran sesat, karena ritualnya tidak sesuai dengan adat-tradisi di desa pakraman setempat
Penulis: I Gede Jaka Santhosa | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Puluhan pengikut seorang penekun usada (pengobatan tradisional), I Wayan Arka (60 tahun), nyaris bentrok dengan warga di Banjar Pengeragoan Dauh Tukad, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali, Sabtu (23/4/2016) malam.
Pemicunya, Arka beserta para pengikutnya dituding menjalankan praktik aliran sesat, karena ritualnya tidak sesuai dengan adat-tradisi di desa pakraman setempat (desa, kala, patra). Warga pun protes.
(Balian I Wayan Arka Menangis Dituduh Mempraktikkan Aliran Sesat)
Berdasarkan informasi Minggu (24/4/2016) kemarin, aksi protes warga Desa Pakraman Pengeragoan terjadi setelah mereka menganggap seperti ada keanehan dalam ritual persembahyangan yang dijalankan oleh Arka dan 80 orang pengikutnya pada Sabtu malam itu.
(PHDI Jembrana: Ini Cuma Salah Paham)
Ritual Arka dan para pengikutnya itu dilakukan di lokasi penggilingan kopi milik KSU Mitra Usada Bali, Banjar Pengeragoan Dauh Tukad.
Pada Sabtu (23/4/2016) pukul 18.00 Wita, sekitar 150 warga desa setempat kemudian mendatangi tempat berlangsungnya acara Arka dan para pengikutnya itu.
Dengan mengenakan pakaian adat madia dan dipimpin oleh kelihan adat setempat I Nyoman Nabayasa dan I Ketut Mustika, ratusan warga berusaha membubarkan acara Arka beserta pengikutnya.
Beberapa saat kemudian, situasi sempat memanas lantaran sejumlah pengikut Arka sempat melontarkan pernyataan pedas.
Beruntung aksi ini sudah diantisipasi oleh personel Polsek Pekutatan, yang sudah bersiaga di lokasi.
Mereka didukung personel dari Polsek Mendoyo dan Polres Jembrana.
Akhirnya, acara ritual Arka beserta pengikutnya ini dapat dibubarkan secara tertib.
Kepada petugas, sejumlah warga mengaku resah dengan aktivitas Arka dan pengikutnya, yang diduga sebagai kelompok pengobatan supranatural dengan ritual nyeleneh, dan tidak sesuai dengan desa-kala-patra dan dresta adat serta ritual agama Hindu yang umum berlaku di Desa Pakraman Pengeragoan.
Sebelumnya, yakni pada 22 Mei 2015, aktivitas kelompok Arka itu sebetulnya telah mendapat teguran dari pengurus Desa Pakraman setempat.
Menurut warga, kegiatan yang dijalankan Arka mencurigakan karena para pesertanya berasal dari luar Jembrana.
Warga sebelumnya juga menyebut keberadaan sebuah patung raksasa dan tinggi yang diduga disembah dan dipuja ketika kelompok ini melangsungkan ritualnya di sebuah sanggar yang diketahui bernama Sanggar Agung Sukma Mukti.
Bentuk patung itu aneh, menyerupai raksasa rangda.
Sebenarnya, warga sempat bertanya terkait keberadaan patung itu.
Arka kemudian menyatakan bahwa patung itu hanya hiasan.
Pada Minggu (24/4/2016) kemarin, pihak warga desa pekraman dan kelompok Arka melangsungkan pertemuan untuk mediasi di Kantor Kecamatan Pekutatan.
Pertemuan juga dihadiri oleh perwakilan dari instansi-instansi terkait.
Saat dihubungi Minggu kemarin, Kapolres Jembrana AKBP Djoni Widodo yang hadir dalam mediasi tersebut membenarkan adanya ketegangan antara warga dengan kelompok Arka.
Kapolres meminta kedua belah pihak untuk menaati poin-poin hasil mediasi yang sudah disepakati.
Poin-poin itu antara lain: kesanggupan kelompok Arka untuk tidak melakukan aktivitas serupa di lokasi penjemuran kopi KSU Mitra Usada Bali dan melaksanakan piodalan yang disesuaikan dengan dresta yang berlaku di desa pakraman setempat.
“Ini adalah bentuk dari intoleransi beragama, dan kami masih menyiagakan personel di lokasi. Kami minta semua pihak untuk menaati segala ketentuan yang telah disepakati sebelumnya agar stabilitas keamanan di Jembrana ini tidak terganggu,” tegas Kapolres Jembrana.
Bendesa Adat Desa Pakraman Pengeragoan Dauh Tukad, I Nyoman Sukadana mengatakan, pihaknya menggelar paruman pamucuk pada Minggu (24/4/2016) malam untuk menyosialisasikan hasil mediasi di Kantor Kecamatan Pekutatan.
Selain itu, pihaknya juga mengaku akan terus memantau segala aktivitas di sekitar lokasi penjemuran kopi KSU Mitra Usada Bali, yang sebelumnya digunakan Arka untuk acaranya.
“Kalau ada kesepatakan yang kembali dilanggar, kami di prajuru adat tidak akan mau bertanggungjawab jika terjadi apa-apa terhadap mereka,” tukas Sukadana kemarin. (*)