Seluruh Penari Gandrung Kerasukan di PKB Denpasar Bali, Jero Mangku Pun Percikan Tirta!

Sebelum pentas, sejumlah pengayah yang menarikan Tarian Gandrung, itu bersembahyang terlebih dahulu di belakang panggung

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Aloisius H Manggol
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
GANDRUNG - Kesenian Rekontruksi tari Gandrung oleh Sekaa Gandrung Ambek Suci Pura Majapahit Banjar Monang-maning Denpasar, di kalangan Angsoka, Taman Budaya Art Center, Denpasar, Sabtu (9/7/2016). 

"Selain nilai sakral, banyak nilai-nilai yang terdapat dalam tarian tersebut, seperti semangat gotong-royong, dan cinta kasih. Semua nilai-nilai itu dipadukan dengan gambelan gegandrangan yang membuat penari dan penonton terhanyut," ucap Yudana kepada awak media seusai pementasan tari tersebut.

Keindahan bentuk penyajian tari Gandrung terletak pada penonton dan penari berjoged ria saling ibing-mengibing perlambang cinta kasih yang diimplementasi dengan gerak tari yang sederhana.

Selain itu juga diiringi ekspresi penari yang diramu dalam gerakan yang lincah penonton yang ikut menari atau ngibing.

Yudana juga mengatakan, tarian Gandrung adalah tarian klasik yang sudah direkonstruksi ulang.

Sehingga diimplementasikan pertunjukan ini menggunakan simbol berupa gelungan.

Namun karena gelungan tersebut sangat sakral yang di-stana-kan di Pura Majapahit, maka dalam pementasan ini mempergunakan gelungan duplikat. 

‘’Meskipun gelungan menggunakan duplikat karena sakralnya tarian ini dan kepercayaan umat Hindu tarian tetap mengandung nilai magis hingga penari semuanya kerauhan,’’ jelas Yudana.

Gandrung, kata Yudana, berarti kasmaran.

Diceritakan Yudana, awal mula adanya tari Gandrung ini pada tahun 1915 silam.

Kala itu, namanya bukan tari Gandrung, melainkan Kelegongan.

Waktu itu sempat ada kerauhan massal dan diiringi dengan tari di daerah Banjar Monang-Maning.

"Pada saat itu ada pemuwus untuk mengistanakan beliau di Pura Majapahit di Monang-Maning. Lalu sejak tahun 1931, muncullah tarian Gandrung ini yang pertama kali ditarikan oleh namanya I Ketut Mandruk," tutur Yudana.

Waktu demi waktu, sekitar rentetan tahun 1945 sampai tahun 1980 sekaa Gandrung satu demi satu berkurang.

Gambelan pun satu per satu mulai lapuk dimakan zaman.

Nah, pada tahun 1990, lanjut Yudana, tarian Gandrung ini mulai direkonstruksi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved