Seluruh Penari Gandrung Kerasukan di PKB Denpasar Bali, Jero Mangku Pun Percikan Tirta!
Sebelum pentas, sejumlah pengayah yang menarikan Tarian Gandrung, itu bersembahyang terlebih dahulu di belakang panggung
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Suasana tenang dan riang penonton di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Art Centre, Denpasar, Sabtu (9/7/2016) tiba-tiba dibuat riuh.
Satu per satu penari Gandrung dari Sekaa Gandrung Ambek Suci Banjar Monang-Maning, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar, yang pentas di panggung itu tiba-tiba berteriak sembari mengangkat tangannya ke atas.
Tari Gandrung adalah salah satu tarian sakral yang sudah ada sejak abad ke-19 atau tahun 1915.
[Pengibing pun ikut kerasukan]
Tarian ini dipentaskan di hari penutupan PKB ke-38.
Sejumlah jero mangku segera mengambil tirta (air suci, red) dan memercikkan ke tubuh para penari yang kerasukan ini.
Sebelum pentas, sejumlah pengayah yang menarikan Tarian Gandrung, itu bersembahyang terlebih dahulu di belakang panggung.
Seorang jero mangku menghaturkan sesajen dan memercikkan tirta kepada seluruh penari.
Selain tari Gandrung, Banjar Monang-Maning juga menarikan tarian Legong Kraton Lasem.
Berbagai jenis tetabuhan seperti tabuh Meli Nasi, Tabuh Gegandrangan, Tabuh Gilak Dang, dan Tabuh Gambang, ikut menjadikan suasana pementasan tarian Legong Kraton Lasem dan tarian Gandrung itu makin bernuansa sakral serta bertaksu.
Tari Legong Kraton Lasem dan Tari Gandrung yang dipercaya sangat sakral dan di-stana-kan di Pura Majapahit Banjar Monang Maning Denpasar.
Pembina Tari I Made Yudana mengatakan, Tari Legong Kraton Lasem dan Tari Gandrung merupakan tarian yang sangat sakral.
Hal tersebut membuat semua penari kerauhan (Kerasukan).
Selain sakral tarian dalam pementasan ini juga mengandung cerita yang sangat religius dan mengandung nilai.