Tak Disangka, Ida Pedanda Simpangan Manuaba yang Jadi Panutan Meninggal Dunia Usai Operasi

Siswa dari seluruh kecamatan di Gianyar ini tak menyangka Ida Pedanda lebar (meninggal dunia) setelah insiden yang menyebabkan patah tulang.

Istimewa
Ida Pedanda Simpangan Manuaba semasa hidup. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Ratusan sisya (siswa) Ida Pedanda Simpangan Manuaba mendatangi Geria Simpangan di Banjar Intaran, Desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar, Kamis (26/1/2017).

Siswa dari seluruh kecamatan di Gianyar ini tak menyangka Ida Pedanda lebar (meninggal dunia) setelah insiden yang menyebabkan patah tulang.

Sorot mata para siswa Ida Pedanda Simpangan Manuaba itu tampak sayu.

Tidak sedikit dari mereka yang menitikkan air mata, mengiringi kepergian selama-lamanya dari sang guru di usianya yang ke-90 tahun.

Ida Pedanda meninggalkan enam orang anak, 23 orang cucu dan 21 orang cicit. Sementara istrinya sudah meninggal duluan, tahun 2005.

Pantauan Tribun Bali, setelah dipulangkan dari RSUD Sanjiwani Gianyar, jasad Ida Pedanda ditempatkan di gedong pesirepan, sembari menunggu jadwal ritual pelebon.

Sementara itu, masyarakat terus berdatangan ke geria.

Ada yang datang untuk menyampaikan perasaan duka kepada pihak keluarga, ada pula yang datang untuk mempersiapkan sarana upakara untuk prosesi pelebon.

Informasi dihimpun Tribun Bali, pada Senin lalu (9 Januari 2017), Ida Pedanda Simpangan keluar dari gedong pekoleman (bangunan tempat tidur, red).

Namun lantaran kurang berhati-hati, kakinya tersangkut karpet.

Ida pun jatuh terpelanting sehingga pahanya terbentur tangga gedong pekoleman.

Pihak keluarga langsung membawa beliau ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanjiwani.

Pihak rumah sakit menyatakan Ida Pedanda mengalami patah tulang paha.
Namun demikian, pihak rumah sakit tidak bisa langsung melakukan operasi.

Sebab kondisi kesehatan Ida Pedanda tidak memungkinkan.

Trombosit dan tekanan darahnya tidak stabil.

Tindakan operasi baru bisa dilakukan pada 23 Januari lalu atau seminggu setelah peristiwa tersebut terjadi.

Sehari seteah operasi, kondisi beliau sempat membaik.

Namun setelah itu, kondisinya terus memburuk sampai kemudian meninggal dunia pada Kamis (26/4/2017) sekitar pukul 06.00 Wita.
Putra mendiang, Ida Bagus Ketut Suastika membenarkan Ida Pedanda sempat dioperasi.

“Ida Pedanda sudah dirawat di di rumah sakit sejak 9 Januari, karena patah tulang. Saat dibawa ke RS, kami ingin langsung dioperasi saja. Namun karena kondisi Ida tidak stabil, operasi baru bisa dilakukan satu minggu kemudian,” ungkapnya.
Menurut Gus Suastika, pihak keluarga sudah mengikhlaskan kepergian Ida Pedanda.

“Mungkin karena usianya yang juga sudah sepuh, sehingga beliau tak kuat lagi untuk bertahan hingga akhirnya lebar. Ini sudah menjadi takdir beliau. Kami sekeluarga dan sisya yang ditinggalkannya sudah mengikhlaskan kepergian beliau,” jelasnya. 
Terkait hari pelaksanaan pelebon Ida Pedanda Simpangan Manuaba, pihak keluarga belum bisa memastikannya.

Sebab masih meminta petujuk pada Ida Pedanda Geria Peling, Desa Padangtegal, Ubud.

“Soal prosesi pelebon, kami masih menunggu hasil nunas bawos ke Ida Pedanda Nabe Griya Peling,” ucapnya.
Seorang sisya Ida Pedanda , Jro Windu Sari mengaku kehilangan.

Sebab, menurut Jro Windu Sari, semasa hidupnya Ida Pedanda selalu memberikan petuah-petuah kepada keluarganya.

Setiap ada sesuatu terkait masalah kehidupan dan ritual keagamaan, ia dan keluarganya selalu meminta petunjuk Ida Pedanda Simpangan Manuaba.

“Kami sangat kehilangan. Sungguh, sedikitpun tidak menyangka beliau yang menjadi panutan kami, lebar setelah operasi,” ujar Jro Windu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved