Bali Paradise

Wajib Tahu Jika Kunjungi Desa Taro! Dari Pura Gunung Raung Hingga Mitos Lembu Putih

Keberadaan Desa Taro berkaitan erat dengan lawatan Rsi Markandeya dari Jawa Timur ke Bali sekitar abad ke-8.

Tribun Bali/Ni Putu Diah Paramitha Ganeshwari
Desa Taro 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Putu Diah Paramitha

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Jika Anda gemar berwisata sejarah, Desa Taro boleh masuk dalam daftar wajib perjalanan Anda.

Desa ini merupakan desa tua di Bali yang kaya akan kisah dan peninggalan budaya masa lampau.

Keberadaan Desa Taro berkaitan erat dengan lawatan Rsi Markandeya dari Jawa Timur ke Bali sekitar abad ke-8.

Pura Gunung Raung yang berdiri di tengah desa menjadi saksi bisu, Hyang Rsi pernah tinggal di tempat ini.

Tidak hanya masyarakat Desa Taro, umat Hindu yang berasal dari luar desa pun sering nangkil (sembahyang) ke pura ini.

Desa Taro terletak di Kecamatan Tegallalang, Gianyar.

Untuk mencapai lokasi ini perlu waktu sekitar satu jam perjalanan dari Kota Gianyar atau dua jam dari Denpasar.

Desa ini bisa ditempuh melalui jalur Payangan atau dengan melewati Desa Tegalalang.

Dalam perjalanan menuju Desa Taro, Anda akan disuguhkan pemandangan sawah yang membentang luas di sisi kiri dan kanan jalan.

Begitu sampai di pintu masuk desa, Anda akan melihat patung lembu.

Bagi masyarakat setempat, keberadaan lembu memang disakralkan.

Selain dipercaya sebagai kendaraan Dewa Siwa, Desa Taro juga menjadi tempat tinggalnya lembu putih.

Warna putih yang dimaksud bukan putih biasa, tetapi putih albino, sehingga bola mata lembu pun warnanya putih.

Sebagai informasi, keberadaan lembu albino ini sangat jarang.

Bahkan mungkin hanya dapat Anda temui di Desa Taro saja.

Jumlah lembu suci yang ada di Desa Taro adalah 46 ekor.

Dari total tersebut, ada beberapa yang berwarna lain, seperti merah dan hitam.

Namun karena lembu tersebut merupakan anak dari lembu albino, keberadaan mereka pun turut disucikan.

“Masyarakat Desa Taro percaya lembu putih tersebut telah ada ketika kedatangan Rsi Markandeya. Keberadaan mereka sangat disucikan oleh masyarakat. Bahkan dalam penyebutan, kami memanggil ‘Ida Bagus’ untuk lembu jantan dan ‘Siluh’ untuk yang betina,” ujar I Wayan Suardika, Kepala Desa Taro.

Lembu putih di Desa Taro ditempatkan pada sebuah kandang khusus yang berada di Desa Pakraman Taro Kaja.

Tempat ini juga menjadi sebuah penangkaran untuk melindungi lembu-lembu tersebut.

“Dulunya kami biarkan lembu putih bebas berkeliaran di desa. Namun terkadang mereka masuk ke ladang dan sawah warga. Sebagai masyarakat yang menyucikan keberadaan lembu putih, kami pantang berkata kasar apalagi menyakiti mereka. Karena itu kami mengambil langkah untuk memberikan tempat khusus,” tutur Wayan Suardika.

Pantangan untuk berkata kasar atau menyakiti lembu putih juga berlaku bagi Anda yang berkunjung ke sana.

Wayan Suardika berkata, lembu putih di tempat ini seakan bisa mengerti jika ada orang yang berniat jahat kepada mereka.

Kalau ada yang berani membuat mereka marah, orang tersebut dipercaya akan menemui kesialan. “Maka kami harap setiap pengunjung juga turut menghargai keberadaan lembu putih ini,” ungkapnya.

Beberapa orang juga berkunjung ke tempat ini untuk tujuan pengobatan.

Masyarakat percaya bahwa air seni dan kotoran dari lembu duwe (lembu suci) ini memiliki khasiat menyembuhkan.

Kotoran lembu duwe sering dijadikan boreh (obat tradisional) untuk mengobati penyakit pada kulit dan tulang.

Sedangkan air seninya diminum untuk mengobati segala penyakit.

Di tempat penangkaran seluas 3 hektar ini, pengunjung tidak hanya akan melihat lembu putih.

Tempat ini telah ditata sedemikian rupa sehingga pengunjung bisa merasa nyaman.

Anda dapat melihat aneka tanaman hias dan buah di tempat ini.

Rumput pun tumbuh dengan rapi. Tempat ini juga menyediakan balebengong sebagai tempat bersantai.

Bagi yang membawa anak kecil, tersedia pula arena bermain untuk mereka. Area ini juga bisa digunakan sebagai tempat berkemah.

Tempat Belajar Tanaman Obat

Di Desa Taro Anda juga dapat melihat kebun tanaman obat dan upacara.

Beberapa tanaman yang tumbuh di tempat ini ada yang jarang ditemui.

Ide menanam ini bermula dari warga yang kesulitan mencari beberapa jenis tumbuhan saat mempersiapkan upacara Panca Wali Krama.

Mereka pun memutuskan untuk mulai menanam bibit tanaman langka.

“Kebun tersebut ada di dekat obyek wisata lembu putih. Kami memang sengaja menanamnya supaya bisa dimanfaatkan oleh warga di sini ataupun warga desa lain yang membutuhkan,” ujar Wayan Suardika.

Ia mengatakan, masyarakat Desa Taro juga terbuka bagi pengunjung yang ingin mengenal jenis tanaman obat dan upacara beserta kegunaannya.

Masyarakat di sini memang masih memiliki budaya menanam.

Hal ini bisa dilihat dari pekarangan rumah warga yang ditanami aneka tumbuhan.

Desa ini pun terlihat asri, sehingga pengunjung dapat merasa rileks dan santai.

Udara di tempat ini pun sejuk.

Selain keunikan lembu putih, nilai sejarah Pura Gunung Raung, serta kebun tanaman, Desa Taro juga dikenal dengan kerajinan peraknya.

Desa Taro juga memiliki agrowisata yang tidak boleh anda lewatkan saat berkunjung ke sini. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved