Tikus dan Pesan dari Tiang Listrik untuk Para Koruptor

Tiang listrik seolah menjadi pertanda jika tidak ada kejahatan yang sempurna termasuk perilaku korupsi.

Penulis: Ida A M Sadnyari | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Ida Ayu AM Sadnyari
Mural anti korupsi 


TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tikus menjadi contoh yang paling paripurna untuk menggambarkan bagaimana seorang koruptor bertindak.

Suka nyolong makanan rakyat, susah ditangkap dan selalu menebar bau busuk adalah penggambaran ideal untuk para koruptor.

Karena itu, tikus masih menjadi pilihan utama para seniman untuk mengkritik perilaku koruptif kalangan pejabat.

Tikus pula yang menjadi pengingat betapa bahayanya korupsi itu.

Gambar-gambar tikus lengkap dengan aksesoris berupa tumpukan rupiah terlihat halaman Komunitas Djamur di Gang Bayu Nomor 9, Jalan Dukuh, Gatot Subroto Timur, Denpasar, Selasa (21/11).

Ada lebih dari lima seniman menggerakkan kuasnya naik turun kadang menyamping mengikuti pola sketsa yang telah dibuatnya.

Para seniman ini sedang menggarap komik yang berkaitan dengan kampanye pemberantasan korupsi bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu.

Komik yang mereka garap tak lepas dari tema yang diusung, yakni “Yang Merasa Benar VS Yang Tertuduh Bersalah”.

Dalam gambar-bambar tersebut terihat seekor tikus menggendong karungan rupiah di punggungnya. Bagian lain, tikus juga terlihat saling memangsa dengan babi. Dua binatang ini adalah simbol ketamakan dan keserakahan.

Gambar ini memberi pesan jika perilaku koruptif akan memangsasiapapun tanpa pandang bulu. Di sisi lain terlihat gambar tiang listrik.

Ya, tiang listrik yang dalam sepekan terakhir ini sedang naik daun juga tidak luput dari ‘kenakalan’ para seniman untuk berkreasi.

Pada tiang listrik itu terdapat seorang politisi yang kupingnya dibuat runcing seperti kuping tikus.

Karena tiang listrik inipula aksi politisi yang tersandung kasus korupsi akhirnya terhenti setelah sebelumnya dikenal sangat licin dan sulit disentuh.

Tiang listrik seolah menjadi pertanda jika tidak ada kejahatan yang sempurna termasuk perilaku korupsi.

Bagian lain di halamanKomunitas Djamur memberi perspektif berbeda, ada sosok pahlawan dengan badan kekar yang menggunakan seragam KPK.

“Itu superhero KPK, didunia ini orang baik sudah sangat jarang ditemukan dan saat ditemukanmalah ia dipenjarakan. Indonesia sedang krisis superhero karena itu diciptakan pahlawan penegak kebenaran,” ujar Komang Merta Sedana atau akrab disapa Mank Gen yang jugaKetua Komunitas Djamur.

Komik tidak hanya berupa media buku yang dicetak tetapi seni bersifat luas dan bisa diterapkan di mana saja, termasuk komik. Melalui komik, mereka ingin memperingatkan bahwa korupsi sedang menggerogoti bangsa ini.

Komik kata dia dipercaya sebagai bentuk seni untuk menyederhanakan visual. Komik oleh komunitas ini juga dipercayai sebagai sebuah ajang propaganda agar masyarakat dapat mencerna dengan lebih jelas permasalahan yang ada.

Kini KPK tak segan menggandeng semua elemen masyarakat untuk bersama memerangi korupsi, termasuk seniman yang berbicara lewat komiknya. Komik adalah media yang efektif untuk menyebarluaskan informasi.

"Peran seni besar, karena lewat seni kita bisa lebih mudah menyisipkan permasalahan dan mudah memberikan informasi kepada masyarakat," tambah Mank Gen.

Kegiatan ini adalah rangkaian dari acara KPK yang menggandeng 13 komunitas di Bali dalam upaya mengkampanyekan pemberantasan korupsi.

Dalam kampanye kali ini digelar Festival Anti Korupsi dengan mengambil tema besar, "Puputan Melawan Korupsi".

Festival ini juga untuk membumikan isu anti korupsi yang saat ini masih belum banyak membumi ke akar rumput.

"Isu korupsi masih terlalu elit saat ini, itu sebabnya kami dengan pendekatan festival ini ingin isu antikorupsi lebih menyebar luas ke akar rumput,” jelas Koordinator Festival Anti Korupsi Bali, Komang Arya Ganaris, dalam jumpa pers di Warung Kedai Kubu Kopi, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar.

Karena itu ia mengajak belasan komunitas dalam festival tersebut. Adapun komunitas yang dilibatkan dalam Festival Anti Korupsi ini seperti AJI Denpasar, Plasticology Community, Jatijagat Kampung Puisi, Perwakilan Teater Bali, Komunitas Pojok, Komunitas Djamur, Komunitas Ruang Asah Tukad Abu, Lingkara Photography Community, Bintang Gana, Luden House, Komunitas Seni Lawan Korupsi, Samas Bali, Manikaya Kauci, Komunitas Hutan Film Festival dan Rumah Sanur.

"Jadi setiap komunitas tersebut akan merespons isu-isu korupsi dan menyampaikan pesan anti korupsi sesuai basic mereka masing-masing," imbuhnya.

Pria yang juga penggerak Forum Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) Bali, ini menjelaskan Festival Anti Korupsi Bali sudah di-launching pada 21 Oktober kemarin bertempat di titik nol Kota Denpasar.

Acara yang dimeriahkan oleh Samas Bali, ini digelar dalam bentuk sepeda bersama dengan membawa pernak-pernik untuk menyuarakan pesan anti korupsi kepada pengendara.

"Waktu itu kami kumpul di Catur Muka, dengan melibatkan perwakilan dari 9 Kabupaten/kota. Jadi setelah dibuka masing-masing perwakilan kabupaten kota langsung menuju daerahnya masing-masing," jelas Direktur Yayasan Manikaya Kauci, ini.

Selain itu, sebelum 9 Desember 2017 ini, berbagai kegiatan juga digelar oleh masing-masing komunitas yang terlibat dalam Festival Antikorupsi ini, seperti Workshop, berbagai lomba, dan pembuatan buku antologi puisi dari Komunitas Jatijagat Kampung Puisi. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved