Breaking News

Bassist Navicula Kecelakaan

Bassist Navicula, I Made Indra Kritis Usai Kecelakaan Bersama Kekasih di Dekat Patung Bayi Sakah

Made masih terbaring di ruang IGD dan petugas medis tampak memompa jantung dari mulutnya.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali / I Nyoman Mahayasa
Keadaan Mobil I Made Indra, Bassist Navicula Band seusai kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya, Sakah, Gianyar, Bali, Sabtu (24/3/2018) 

Akhirnya, setelah dilaksanakan rapat kedua, diputuskanlah untuk membangun patung Sang Hyang Brahma Lelare itu.

Brahma Lelare adalah patung yang berwujud bayi.

Wujud bayi dipilih karena sesuai filosofi bahwa bayi adalah simbol kelahiran manusia di dunia.

Lantas, mengapa patung itu dibangun di Jalan Raya Sakah, tepatnya di Banjar Belah Tanah?

Mungkin itulah yang menjadi pertanyaan sebagian besar masyarakat Bali.

Menurut penjelasan Gus Balik, simbol Siwa Budha itu dibangun di sana karena tanah yang terdapat di simpang tiga Jalan Raya Sakah itu, secara niskala disebut Blah –Tanah-Sake-Ah, artinya di tengah belahan tanah, terdapat sebuah sake (adegan) dan ah (tidak ada batas antara atas dan bawah).

“Blah Tanah, Sake Ah, itulah Hyang Tibe. Di sebelah barat patung itu kan ada pura Hyang Tibe,” ucap pria berusia 64 tahun ini.

Selain itu, dalam Bahasa Kawi, Gus Balik juga membuka filosofi Sang Hyang Brahma Lelare: Ang Ung Mang, Wijil Sang Hyang Tri Sakti. Sang Buk Buk Sah, Sang Hyang Gagak Aking—Patemuaning Siwa Budha Sakti Patwa Sang Hyang Brahma Lelare Pinake Ratuning Wisesa.

Secara garis besar, Gus Balik mengatakan filosofi itu bermakna pertemuan antara sakti Siwa dan sakti Budha yang disebut Sang Hyang Widhi.

“Saktinya Siwa dan saktinya Budha di sana bertemu dan itulah yang sebenarnya dicari-cari oleh seluruh umat beragama,” tuturnya.

Untuk penjelasan yang lebih dalam, Gus Balik enggan untuk menjelaskannya.

Sebab, berbicara mengenai filosofi yang lebih mendalam, kata dia sangatlah rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Ia mengatakan, membahas seluk beluk patung sakah secara mendalam sama halnya membahas Tuhan.

“Kalau semuanya diulas tidak bisa. Tidak boleh sembarangan dan tidak waktunya tidak bisa hitungan jam. Kalau ditulis juga tidak akan habis. Sebab, kalau mengulas itu sama dengan mengulas Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” pungkas Gus Balik dengan tegas. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved