Edukasi Produk Tembakau Rokok Alternatif, KABAR Gandeng Pemkot Denpasar

Diskusi guna mencari solusi dalam mengatasi tingginya prevalensi perokok di Indonesia, khususnya Bali

Penulis: Karsiani Putri | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Karsiani Putri
Ketua KABAR sekaligus peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya, MSc. Ph.D tengah memberikan materi dalam diskusi pada Kamis (2/8/2018) di Colony Creative Hub, Plaza Renon Jalan Raya Puputan, Sumerta Kelod, Renon, Denpasar, Bali. 

Laporan wartawan Tribun Bali, Karsiani Putri

TRIBUNBALI.COM, DENPASAR - KABAR bekerja sama dengan Pemerintah Kota Denpasar, peneliti dari kalangan akademis, pelaku usaha, dan pengamat hukum untuk berdiskusi guna mencari solusi dalam mengatasi tingginya prevalensi perokok di Indonesia, khususnya Bali.

Bali menjadi kota ketiga, setelah Jakarta dan Bandung, yang didatangi oleh Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dalam gelaran KABAR Roadshow, kegiatan edukasi yang ditujukan untuk mengurangi risiko kesehatan akibat bahaya TAR melalui produk tembakau alternatif.

Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Bali gencar melakukan berbagai upaya sosialisasi peraturan untuk mengurangi permasalahan rokok, seperti peraturan Kawasan Tanpa Rokok yang telah diberlakukan sejak tahun 2011.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Provinsi Bali, perokok dewasa di Bali mencapai 18 persen.

Melihat angka tersebut, Pulau Dewata membutuhkan solusi komprehensif untuk menurunkan jumlah perokok.

Ketua KABAR sekaligus peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya, MSc. Ph.D mengatakan, untuk dapat mengatasi permasalahan rokok di Bali, masyarakat perlu terlebih dahulu mendapatkan edukasi dasar mengenai zat berbahaya yang terkandung dalam rokok.

Apabila pemahaman dasarnya telah terbangun, masyarakat diharapkan akan termotivasi untuk berpartisipasi lebih aktif dalam gerakan menurunkan jumlah perokok di Bali.

“Perokok perlu mendapatkan akses terhadap fakta ilmiah dari hasil penelitian yang kredibel, sehingga mereka tidak hanya mengetahui bahaya TAR, zat berbahaya yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok, namun juga tahu langkah alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko kesehatan. Misalnya, melalui konsep harm reduction yang ada pada produk tembakau alternatif,” jelas Dr. drg. Amaliya.

Merujuk pada hasil penelitian YPKP Indonesia, Dr. drg. Amaliya mengatakan, produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape memiliki risiko kesehatan dua kali lebih rendah daripada rokok.

Produk tembakau alternatif juga menjadi salah satu solusi bagi perokok aktif yang tidak bisa berhenti secara langsung.

Perokok dapat berhenti secara bertahap dengan cara beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah.

“Namun, tetap cara yang paling baik untuk tidak terpapar penyakit terkait rokok adalah dengan cara berhenti merokok sepenuhnya,” jelasnya dalam kegiatan tersebut.

Jika diamati dari perspektif sosial, peneliti sekaligus Dosen FISIP Universitas Padjadjaran Dr. Satriya Wibawa Suhardjo menyatakan, masih ada mispersepsi tentang produk tembakau alternatif di masyarakat.

“Mispersepsi yang berkembang ini digeneralisasi, sehingga menempatkan semua produk tembakau, termasuk produk tembakau alternatif sebagai produk yang sama berbahayanya atau bahkan lebih berbahaya dari rokok. Padahal, produk tembakau alternatif ini merupakan sebuah inovasi yang didukung oleh banyak hasil penelitian yang dilakukan di dalam negeri maupun internasional. Penelitian-penelitian tersebut menemukan bahwa produk ini memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dari rokok, hingga hampir 95 persen lebih rendah risiko. Fakta-fakta ini yang harus diketahui masyarakat, sehingga paham substansi intinya berdasarkan bukti ilmiah,” jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved