Simpang Ring Banjar
Jro Mangku Tak Boleh Merapal Mantra, Genta Peninggalan Pasek Gelgel Pimpin Ritual
Pada umumnya, piodalan dipimpin oleh sulinggih. Namun hal ini tidak terjadi di Banjar Paneca
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pada umumnya, piodalan dipimpin oleh sulinggih.
Namun hal ini tidak terjadi di Banjar Paneca, Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan.
Secara turun-temurun, odalan di banjar yang terdiri dari 450 Kepala Keluarga (KK) ini, dipimpin oleh bajra atau genta yang merupakan peninggalan sejarah Pasek Gelgel.
Dalam setiap ritual, bajra tersebut dibunyikan atau digetarkan oleh jro mangku setempat.
Namun jro mangku tidak diperkenankan merapal mantra.
Bendesa Banjar Paneca, I Ketut Sudira ditemui, Kamis (23/8/2018) mengatakan, sejak turun-temurun warga Banjar Paneca tidak pernah menggunakan sulinggih, dalam upacara keagamaan.
Krama nyungsung Ida Bhatara Ratu Bujangga yang berstana di Pura Penataran Agung Pasek Gelgel, Banjar Paneca.
“Segala sesuatu upacara tidak pernah menggunakan sulinggih. Tapi, kami dipimpin oleh bajra. Dalam setiap prosesi, bajra itu dibunyikan jro mangku, dan jro mangku pun tidak memantra,” ujar Sudira.
Kata dia, selain di pura, bajra juga digunakan di setiap upacara besar yang dilakukan di rumah warga.
Sebab kebetulan, semua warga di Banjar Paneca merupakan keturunan dari klan pasek.
Sementara itu, jika tingkat upacaranya sederhana, masyarakat maupun pihak adat hanya nunas tirta bajra.
“Kalau upacaranya kecil, kami hanya nunas tirta bajra, lalu dipercikkan di setiap banten, atau material upacara yang ada,” ucapnya.
Meskipun bajra suci ini sudah ada sejak turun-temurun.
Namun, kata Sudira, tidak ada masyarakat yang tahu sejarah dari keberadaannya di Banjar Paneca.
Terlepas dari hilangnya sejarah bajra di Banjar Paneca, masyarakat setempat kerap mendapatkan bukti bahwa bajra tersebut memiliki kekuatan suci.