Simpang Ring Banjar

Sarkofagus Bukti Desa Mengening Dihuni Sejak Zaman Neolitikum

Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng merupakan desa termuda yang ada di Bumi Panji Sakti

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Irma Budiarti
Istimewa

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng merupakan desa termuda yang ada di Bumi Panji Sakti.

Sebelumnya, Desa Mengening adalah salah satu dusun yang ada di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.

Nama wilayahnya dulu adalah Dusun Tegal.

Desa Mengening menjadi desa definitip pada 9 Agustus 2004 lalu.

Nama Mengening pun diambil dari nama sebuah pura yaitu Pura Mengening yang mempunyai nilai religius dan sangat bersejarah bagi perkembangan Desa Mengening atau yang dulu disebut Dusun Tegal.

Kepala Desa Mengening, Ketut Angga Wirayuda menuturkan, konon menurut cerita para penglingsir, Dusun Tegal pada zaman dahulu berada di areal Pura Mengening.

Pura itu hingga kini masih kokoh berdiri.

Lokasinya ada di sebelah selatan Desa Mengening.

Menurut asal katanya (sansekerta), Mengening berasal dari kata Meng dan Ening.

Meng artinya menuju dan Ening artinya suci.

Sehingga bila disatukan maka Mengening mengandung arti Menuju Kesucian.

"Memang belum didapatkan filosofi sejarah dari Dusun Tegal atau yang sekarang menjadi Desa Mengening. Namun jika dilihat dari kultur budaya masyarakat, Desa Mengening dapat diklasifikasikan sebagai desa Bali Mula atau Bali Aga. Yang artinya masih menjunjung tinggi konsep mendahulukan yang tertua sebagai pucuk pimpinan," ujarnya.

Imbuh Perbekel Wirayuda, jika ditelusuri sejarahnya, Desa Mengening dipercaya telah dihuni sejak zaman prasejarah, khususnya zaman neolitikum.

Hal ini terbukti dengan ditemukannya benda prasejarah berupa sarkofagus (kubur batu) yang sampai saat ini masih berada di areal Pura Mengening.

Terletak pada ketinggian kurang lebih 700 meter di atas permukaan laut, membuat sebagian besar masyarakat di Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng bermata pencaharian sebagai petani.

Cengkih merupakan komoditas primadona di desa tersebut.

Luas lahan perkebunan cengkih di desa ini mencapai 400 hektar.

Sementara luas wilayah Desa Mengening kurang lebih 500 hektar.

Wirayuda mengatakan, sejauh ini cengkih yang dihasilkan memang belum menembus pasar ekspor.

Sebab masyarakat setempat masih memasarkan hasil produknya melalui pengepul, dengan harga mencapai Rp 90 hingga Rp 95 ribu per kilogramnya.

"Kata orang-orang cengkih Mengening lebih bagus ketimbang cengkih dari desa-desa yang lain. Tapi setiap desa pasti mengklaim bahwa hasil cengkihnya lebih bagus," terangnya saat ditemui belum lama ini.

Saat ini, petani cengkih di Desa Mengening diakui sedang dirundu perasaan khawatir.

Sebab beberapa tanaman cengkih di desa tersebu diserang oleh hama jamur akar putih (JAP).

JAP dapat menyebabkan taman cengkih menjadi mati.

Daun dan batangnya pun seketika mengering.

Tercatat, hama ini telah menyerang Desa Mengening sejak delapan tahun yang lalu.

Jumlah tanaman yang mati pun semakin meningkat, dan diperkirakan kini telag mencapai ratusan pohon.

"Kami bersama Dinas Pertanian Buleleng memang sudah berupaya melakukan penanggulangan. Memberikan obat-obatan. Cuma petani di desa ini memang suda putus asa. Banyak obat yang dicoba, tapi ternyata hama ini memang tidak bisa dihilangkan. Petani kami sudah mulai resah," katanya.

Untuk itu, Wirayuda berharap agar permasalahan ini dapat ditanggulangi secara serius oleh seluruh pihak, termasuk Dinas Pertanian Buleleng.

"Masalahnya obat yang diberikan tidak seluruhnya bisa menyelamatkan tanaman. Ada yang sudah diberi obat, namun tetap mati. Mudah-mudahan ini bisa ditanggulangi. Sebab kalau dibiarkan akan menular ke tanaman cengkih yang lain," jelasnya.

Anugerah Dua Air Terjun

Desa Mengening dikaruniai keindahan dua air terjun nan eksotis.

Air terjun itu berada tepat di Banjar Dinas Tegal, Desa Mengening.

Masyarakat setempat menyebutnya dengan Air Terjun Kebo Iwa dan Air Terjun Batu Meteras.

Namanya memang belum menggaung luas seperti air terjun yang ada di Desa Sambangan atau Gitgit.

Namun keindahan yang tawarkan dijamin akan membuat pengunjung terpana.

Kawasan di sekitar kedua air terjun ini masih sangat asri.

Pepohonan yang tumbuh di sekitarnya pun masih sangat rimbun.

Air Terjun Kebo Iwa memiliki ketinggian kurang lebih 50 meter.

Sedangkan Air Terjun Batu Meteras sekitar sembilan meter.

Jarak antara kedua air terjun ini tidak lah terlalu jauh, yakni hanya sekitar 100 meter.

Perbekel Wirayuda mengakui, akses untuk menuju ke kedua air terjun itu memang masih sangat minim.

Namun pihaknya bersama masyarakat setempat sepakat akan mengembangkan destinasi wisata yang air terjun itu, untuk dijadikan sebagai tempat wisata.

"Akses untuk menuju ke air terjun itu memang masih sulit. Jalannya masih tanah, dan harus ekstra hati-hati. Targetnya tahun 2020 mendatang, air terjun itu sudah bisa dibuka untuk umum. Kami akan buatkan jalan yang bagus, ditambah beberapa fasilitas seperti spot-spot selfie," jelasnya.

Selain menyajikan panorama alam yang indah, pengunjung yang datang nantinya akan lebih dibuat terperangah.

Sebab, di salah satu batu yang ada di Air Terjun Kebo Iwa, terdapat jejak telapak kaki yang sangat besar.

Ukurannya sekitar dua kali telapak kaki milik orang dewasa.

Konon itu merupakan jejak telapak kaki milik Patih Kebo Iwa.

Perbekel Wirayuda menuturkan, pada abad ke delapan, Bali saat itu memiliki seorang raja bernama Sri Ratna Bumi Banten.

Raja itu memiliki seorang patih yang bernama Kebo Iwa.

Konon, raja memerintahkan kepada Patih Kebo Iwa untuk mendatangi wilayah Bali Utara, melakukan pengawasan.

Nah, saat mendatangi Bali Utara, Kebo Iwa menyempatkan diri untuk singgah di Banjar Tegal atau yang saat ini menjadi Desa Mengening.

"Saat singgah di desa ini, konon Patih Kebo Iwa membuat dua tempat pemandian yang sekarang diberi nama Air Terjun Kebo Iwa dan Air Terjun Batu Meteras," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved