Liputan Khusus
Usai Melahirkan Lalu Dicerai, Dilema Kewajiban Ibu Hamil Tes HIV/AIDS
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mewajibkan semua ibu hamil harus tes HIV untuk menekan jumlah penularan HIV dari ibu ke anak
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Irma Budiarti
“Kalau masih belum sekolah kan masih gampang awasi fase minum obatnya. Nah, kalau yang sudah sekolah ini agak sulit mengawasi biasanya,” tutur Katon.
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah ODHA pada kelompok usia kurang dari satu tahun sampai usia 20 tahun sebanyak 1.154 orang.
Mereka tersebar di seluruh wilayah di Bali.
Banyaknya kasus penularan HIV dari orang tua ke anak membuat pemerintah menggencarkan tes HIV untuk ibu-ibu hamil.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Ketut Suarjaya membenarkan bahwa semua ibu hamil diwajibkan untuk tes HIV.
Program ini mulai dilaksanakan sejak 2013 silam.
Petugas kesehatan yang menangani ibu hamil, kata Suarjaya, wajib menyarankan kepada pasiennya untuk tes HIV.
Saran tersebut bisa dilaksanakan, bisa juga tidak dengan surat pernyataan.
“Petugas kesehatan wajib meminta ibu hamil periksa dengan konseling yang baik. Keputusan ada di tangan ibu itu. Sebenarnya semakin dini diketahui status HIV-nya semakin baik pencegahan penularannya,” kata Suarjaya.
Apabila ada ibu hamil yang positif HIV, kata Suarjaya, ia akan dikonseling dan diberikan obat ARV gratis.
Si ibu hamil harus meminum obat itu sampai melahirkan anaknya, sehingga anaknya tidak tertular HIV.
Untuk diketahui, berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah ibu rumah tangga yang positif HIV/AIDS di Bali tercatat sebanyak 2.238 orang.
Mereka ada yang tertular dari suami, dan ada juga yang memang sudah positif sebelum menikah.
Data tersebut adalah data kumulatif dari tahun 1987 silam hingga 2018.
“Kalau itu data kumulatif dari tahun 1987. Ada dari mereka yang berpindah-pindah domisili, sehingga menyulitkan kami untuk melakukan pemantauan,” kata Suarjaya.(*)