105 Warga Terserang Diare, Dinkes Tabanan Tetapkan KLB Diduga Disebabkan Bakteri Air Minum
Kondisi I Ketut Yastini (33) tampak lemas ketika ditemui di rumahnya di Banjar Sandan, Desa Bangli, Baturiti, Tabanan, Selasa (15/1) pagi.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Kondisi I Ketut Yastini (33) tampak lemas ketika ditemui di rumahnya di Banjar Sandan, Desa Bangli, Baturiti, Tabanan, Selasa (15/1) pagi.
Yastini merupakan satu dari 105 orang warga Desa Sandan yang terserang diare massal.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Tabanan pun menetapkan peristiwa tersebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Diduga penyebab diare dari ratusan warga ini adalah air yang diminum tanpa dimasak.
Dari informasi yang diperoleh Tribun Bali, warga mulai menderita diare sejak Minggu (13/1) sore.
Ketika itu, sejumlah warga memilih untuk berobat ke seorang bidan setempat karena tak tahan dengan sakit perut yang menderanya.
Dan ternyata, penderita justru bertambah banyak setiap harinya, hingga pada Selasa (15/1) tercatat sudah ada 105 orang warga yang menderita diare.
“Saya tidak tahu penyebabnya apa, yang jelas saya makan dan minum seperti biasa kok. Dan gak pernah makan yang aneh-aneh,” ujar Yastini dengan nada lesu didampingi suaminya, I Nyoman Sulandra (37).
Gejala aneh yang dialami sejak Senin pagi sekitar pukul 04.00 Wita. Saat itu, Yastini merasakan sakit kepala (pusing) saat baru bangun, perut mulas, hingga kondisi lemas.
“Awalnya pusing baru bangun, terus perut saya mulas dan badan saya lemas. Dan dalam sehari bisa bolak-balik sampai lima kali ke kamar mandi untuk buang air besar,” ungkapnya.
Petugas dari Puskesmas Baturiti I kemudian datang ke rumahnya untuk memeriksa keadaannya dan melakukan penanganan serta memberikan obat.
“Kondisi saya masih lemas, terpaksa istirahat dulu,” tandas Yastini, yang tak bisa ke ladang akibat diare.
Dua warga yang dirawat di Puskesmas Baturiti I, Ni Made Pandu (50) dan I Wayan Sutarma (41), juga mengaku masih lemas.
Keduanya masih buang air besar ke kamar mandi sebanyak lima kali dalam sehari.
“Dari kemarin sore (Senin, red) saya dirawat, awalnya pusing dan sakit perut. Terus masih buang air besar sekitar lima kali,” ujar Made Pandu sembari membaringkan tubuhnya di bed pasien.
Dia pun mengaku makan dan minum seperti biasa. Namun tiba-tiba mengalami sakit perut disertai sakit kepala.
“Makan minum biasa, nadak sakit kemudian mencret,” tuturnya.
Seorang warga Sandan lainnya, I Ketut Suartana (48), menduga penyebab dari diare yang ia derita karena air yang diminum.
Sebab, air minum yang bersumber dari salah satu mata air di desa setempat diminum secara langsung tanpa dimasak. Dan kegiatan tersebut sudah berlangsung sejak belasan tahun secara turun temurun.
“Saya belum tahu penyebabnya, perkiraaan saya kemungkinan itu (air). Karena saya dan warga lainnya di sini juga seperti itu, minum air dari keran langsung,” tuturnya.
Tapi, kata Suartana, saat ini kondisinya sudah mulai membaik ketimbang sebelumnya. Dia berharap gejala panas dingin, gemetar, sakit kepala tidak lagi terjadi pada tubuhnya.
“Sekarang sudah baikan, semoga saja tidak kenapa lagi,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Surveilans dan Imunisasi, Dinas Kesehatan Tabanan, I Nengah Suarma Putra menegaskan, peristwa ini ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) lantaran jumlah kasus atau diderita oleh banyak orang dan terjadi secara beruntun.
“Kasusnya itu mulai dari Minggu sore sekitar pukul 18.00 Wita. saat itu banyak warga yang mengeluh sakit perut dan kemudian dibawa berobat ke seorang bidan bernama Ni Made Sulastri. Sehingga dengan ini kami nyatakan kasus ini merupakan KLB dan kejadian pertama kali di sini,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, hingga Selasa (15/1) siang tercatat sudah ada 105 orang warga Banjar Sandan yang menderita diare.
Dengan rincian, 46 mengalami diare pada Minggu (13/1), pada Senin (14/1) ada 56 orang warga, dan hingga Selasa siang sudah jumlahnya berkurang tiga orang.
Dari jumlah tersebut, sembilan orang di antaranya sempat dirawat. Rinciannya, enam orang dirawat di Puskesmas Baturiti I, satu orang di klinik, rumah sakit swasta satu orang, dan satu orang di BRSU Tabanan.
“Dari ratusan itu juga ada yang sempat dan masih dirawat seperti di puskesmas, klinik, RS Semara Ratih, dan BRSU Tabanan. tapi kondisinya sudah mulai membaik,” katanya.
Suarma melanjutkan, setelah menerima laporan banyak warga yang mengalami diare pada Senin malam, Tim Gerak Cepat (TGC) Dinas Kesehatan langsung melakukan pengecekan dan penggalian informasi.
Dari penuturan semua warga yang menderita diare, diduga penyebabnya adalah air minum yang dikonsumsi warga setiap harinya karena berasal dari salah satu sumber mata air di desa setempat.
Warga mengkonsumsi air tersebut secara langsung tanpa dimasak sehingga menimbulkan kecurigaan adanya bakteri pada air minum.
“Penyebabnya belum kami pastikan karena sampel sudah diambil dan dilakukan pengecekan di laboratorium. Tapi, dugaan kami berasal dari air minum yang sehari-harinya dikonsumsi warga. Artinya berhubungan dengan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” jelasnya.
Setelah dugaan tersebut seluruh warga khususnya warga Banjar Sandan langsung diberikan penyuluhan terkait prilaku hidup bersih dan sehat.
Termasuk juga diminta untuk mengubah mindset atau pemikiran bahwa air yang diminum tanpa dimasak tak selamanya bersih dan bisa saja menimbulkan penyakit.
“Intinya perilaku hidup bersih harus dilaksanakan, contohnya air yang akan diminum harus dimasak dulu. Dan lebih baik titik didih air hingga 100 derajat,” imbuhnya.
Suarma saat ini masih menunggu hasil uji laboratorium dari sampel yang diambil. Disebutkan, hasil sampel akan keluar dalam waktu 7-10 hari sejak dilakukan pengambilan sampel air.
“Kita akan memantau secara berlanjut dalam waktu kurang lebih dua pekan kedepan. Dan kejadian ini juga sudah dilaporkan ke pihak pemerintah provinsi dan pusat,” tandasnya. (mpa)
Sumber Air dari Bebatuan
Sekretaris Desa Pakraman Sandan, Made Kondra, menuturkan sumber air yang dimaksud warga sudah ada sejak tahun 2002 silam.
Sumber air berasal dari bebatuan dan tanah yang ada di wilayah desa setempat.
Dulunya, sumber air yang kerap disebut PAMDesa ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
“Dari dulu warga di sini mengkonsumsi air itu tanpa dimasak. Dan baru kali ini saja warga mengalami diare,” katanya.
Sejak dibangun, belum pernah terjadi kerusakan atau tersumbatnya aliran air ataupun gangguan lainnya.
Bahkan, sumber air tersebut sama sekali tak pernah tercemar baik limbah, zat kimia, maupun bahan lainnya.
Tapi meskipun begitu, kata dia, juga belum berani memastikan apa penyebab dari adanya warga yang mengalami diare. Kami serahkan seluruhnya terhadap petugas kesehatan untuk menguji kebenarannya mungkin dengan mengambil sampel kemudian diuji di laboratorium. (*)
Simak video lengkapnya di bawah ini :