Dipanggil Polda Bali Terkait Kasus Paedofil, Ipung: Polisi Tidak Harus Tunggu Laporan

Dipanggil Polda Bali Terkait Kasus Paedofil, Ipung: Polisi Tidak Harus Tunggu Laporan

Penulis: Busrah Ardans | Editor: Aloisius H Manggol
Tribun Bali/ Net
Ilustrasi Pedofilia 

Dijelaskan kembali, ketika dirinya terlibat dalam pengungkapan kasus sejak 2015 silam. Walaupun bukti-bukti tidak berada di dirinya, namun dia menekankan kalau dia masih ingat betul apa yang dibacanya dan bukti-bukti tersebut masih ada di seorang yang kata dia memiliki bukti.

"Bukti-bukti tidak ada di saya, tapi saya mengetahui bukti itu dan pernah saya sempat membaca. Jadi keterangan saya nanti ini bisa membuat polisi mendapatkan dokumen itu. Jadi ada empat dokumen, karena kejadian itu sudah terjadi 2008, 2010, 2012 dan 2015. dan 2015 itu saya terlibat,"

"Di dalam dokumen itu tercatat ada tiga unsur. Tiga unsur ini saya rasa sudah cukup untuk membuat laporan ke polisi," jelas Ipung sapaanya.

Waktu itu sambung dia, sekitar bulan Maret 2015 diadakan rapat-rapat itu. Dan sehari sebelum melaporkan kasus tersebut kepolisian ternyata dicancel.

"Tapi waktu itu setelah kita sepakat untuk melaporkan ke Polisi, H-1 sebelum berangkat saya dihubungi katanya kita cancel. Saya tanya ada apa? Katanya nanti dikabari lagi," sambungnya.

Tidak putus asa, dirinya sempat kembali mengecek laporan ke Polda, tapi saat dikonfirmasi ke Polda Bali tidak ada laporan yang masuk. Akhirnya dikatakannya dirinya down meskipun tetap mencari cara kasus ini bisa terungkap.

Dugaan jumlah korban ada tahun 2008 disebutnya ada 12 anak yang kabur dari Ashram. Sementara diketahuinya jumlah korban tahun 2015 ada 4 orang.

Ia pun menambahkan bahwa dirinya siap bertanggung jawab atas apa yang diucapkannya.

"Kalau ada pihak terduga yang keberatan saya siap. Dari awal saya sudah katakan saya akan mengambil konsekuensi apapun dari apa yang sudah saya katakan,"

"Saya akan tunjuk hidung kepada semua orang. Apakah semua orang berani bersumpah atas nama Tuhan? Kalau pun nanti mandek, saya akan terus berjuang ini target saya yang terakhir. Jika tidak mungkin saya akan istirahat dulu untuk kasus-kasus kejahatan seksual," tambahnya serius.

Ia juga mengimbau kepada pihak kepolisian agar melakukan investigasi ataupun langkah konkret lainnya. Karena dinilainya kasus tersebut bukan berarti polisi harus menerima laporan terlebih dahulu.

"Jadi ada beberapa model laporan yang bisa dilanjutkan oleh polisi, tentang suatu tindak pidana yang ada di masyarakat. Bisa karena ada korban yang melapor, bisa laporan mengenai adanya penemuan jenazah misalnya, juga informasi yang berkembang di masyarakat. Jadi dari informasi yang berkembang inilah polisi membuat laporan untuk menindaklanjuti. Dan mengambil laporan dari orang yang dianggap mengetahui adanya informasi tersebut,"

"Hukum tentang pidana umum atau kejahatan tidak perlu menunggu laporan kecuali KDRT harus ada delik aduan. Ada korban istri, atau anak yang melaporkan.
Tapi kalau seperti ini yang termasuk kejahatan luar biasa ini polisi tidak perlu lagi menerima laporan dari saksi atau dari korban, tidak perlu. Karena kejahatan seksual hanya ada dua pelaku dan korban. Seandainya korban tidak berani melapor dan polisi mendengar hal itu ada seharusnya polisi turun tangan," imbau Ipung jelas.

Anggaplah kasus Robert, ungkapnya ada 36 korban itu tidak ada laporan yang masuk.

"Itu tidak ada laporan yang masuk bang. Tapi polisi ke Tabanan investigasi di Vila-nya ternyata ketahuan kan. Nah kenapa ini tidak dilakukan? Saat ini sudah tahu dan kita harap bisa terungkap," ungkapnya, memberikan pernyataan.

Sementara itu, Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini saat diwawancarai usai membawakan materi di Desa Sanur Kauh perihal Kekerasan Seksual terhadap anak mengatakan pihaknya kini tengah mencari dan mendalami informasi yang beredar.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved