Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Makin Tahun Makin Kreatif Berdandan
Setiap 210 hari atau setiap enam bulan sekali, masyarakat Desa Tegallalang selalu melaksanakan tradisi ngerebeg
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Foto bersama – Wisatawan terlihat foto bareng peserta dengan badan dicat berbagai warna di Tegallalang, Gianyar, Rabu (30/1/2019) saat tradisi Ngerebeg.
Kedua, Loba (rakus) yang digambarkan dengan selalu ingin memiliki lebih dan haknya.
Ketiga, Kroda (pemarah) yang diekspresikan dengan wajah yang babak belur sebagai akibat orang yang suka terlibat perkelahian.
Keempat, Moha (bingung), yang digambarkan dengan perwajahan mirip orang meninggal lantaran bunuh diri.
Kelima, Mada (mabuk) yang digambarkan dengan tampilan wajah buruk akibat suka mabuk mabukan dan suka mengonsumsi narkoba.
Keenam, Matsarya (iri hati), yang disimbolkan pada perwajahan seorang penjahat dengan pakaian berdasi.
“Namun sekarang tampaknya masyarakat khususnya anak muda sudah lebih kreatif. Mereka menciptakan tradisi ini seperti pawai yang ada unsur seninya,” imbuh lelaki yang berusia 73 tahun ini kepada Tribun Bali.
(*)
