FAKTA BARU Tentang Likuifaksi di Palu : NASA Ungkap Ada Kecepatan Yang Sangat Tinggi

Getaran yang tercipta jauh lebih kuat ketimbang pada gempa bumi yang lebih lambat.

Editor: Eviera Paramita Sandi
(Dok. Humas Pemprov Jawa Tengah)
Kondisi di Petobo Baru, Palu Selatan, Kota Palu, Senin (15/10/2018) 

Seperti dipelintir

Bangunan hancur di Patobo, Palu, Sulawesi Tengah, akibat gempa terlihat, Kamis (4/10/2018). Lokasi ini menjadi salah satu yang kerusakannya terparah karena posisinya tepat di jalur sesar Palu Koro .
Bangunan hancur di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, akibat gempa terlihat, Kamis (4/10/2018). Lokasi ini menjadi salah satu yang kerusakannya terparah karena posisinya tepat di jalur sesar Palu Koro . ((KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO))

Dia mampu mengenali rumahnya karena melihat rongga di antara tumpukan puing bangunan. Ia mengenali barang-barang yang tercecer.

Sesaat kemudian ia menumpuk dua lusin piring, dan beberapa perabot rumah tangga yang mudah pecah, semuanya dalam keadaan utuh. Bahkan surat-surat berharga ditemukan tanpa noda lumpur.

Laptop milik anaknya juga masih berfungsi. Hasnah sampai heran ketika mengumpulkan semua barang-barang itu, ketika melihat area di sekelilingnya seperti dipelintir.

"Barang saya ini tidak apa-apa, piring tak pecah, mungkin karena rumahnya ke dalam, lantainya naik, barang-barang ada di atas lantai, pengaruh air di dalam tanah, ini tadinya rawa, mungkin itu, rumah turun tidak keras, kalau keras jatuhnya mungkin ini pecah," kata Hasnah.

Safrudin, warga lain di Petobo, sementara itu bingung karena tidak bisa menemukan benda-benda miliknya.

Rumahnya amblas dan tanah di sekitarnya naik setinggi hingga lima meter.

Safrudin sejak tadi mengintip lewat celah-celah kayu yang mengarah ke bawah, ia perkirakan itu beranda rumah, tiga motor saudaranya yang kebetulan parkir di sana sudah tidak bisa diselamatkan.

Dia dan tujuh saudaranya tinggal di Palu.

Meski barangnya tertelan lumpur, semua keluarganya selamat termasuk istri dan anaknya.

"Rencananya lihat acara di pantai, setelah mandi sudah mau ke sana, tiba-tiba datang gempa," ungkap Safrudin.

Ketika itu itu keluarga besar berkumpul di rumah salah satu kerabat di Palu, bersiap-siap untuk menghadiri pesta adat Palu Nomoni, yang diadakan setahun sekali di Pantai Talise.

Mereka mengenakan pakaian terbaiknya untuk menghadiri festival. Safrudin bahkan sempat membeli baju baru untuk anaknya.

Saat gempa bumi berkekuatan 7,4 pada skala Richter terjadi Jumat (28/09) petang, Safrudin masih di rumah, belum sempat ke pantai.

"Kami saling tunggu, karena kamar mandi cuma satu, tujuh keluarga berkumpul di sana, jadi pasti telat untuk ke pantai" kata Safrudin. Rumah kerabatnya berada sekitar lima kilometer dari pantai, termasuk yang paling utuh dari guncangan gempa.

Ia tidak menyangka bahwa keputusannya untuk berkumpul dahulu di rumah kerabat, justru menyelamatkan mereka semua dari bencana: tsunami di Pantai Talise, gempa bumi, dan fenomena alam Likuifaksi yang menelan rumahnya di Petobo. (*) 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved