Koster Cari Waktu Tepat Tutup Taksi Online, Siapkan Sistem Aplikasi Online Lokal

Di hadapan ribuan massa BTB, Koster memberikan solusi terkait tuntutan untuk menutup taksi online di Bali

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Massa BTB saat menyampaikan aspirasi kepada Gubernur Bali untuk menutup taksi online di depan Kantor Gubernur, Kamis (7/2/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ribuan sopir transpor konvensional yang tergabung dalam Bali Transport Bersatu (BTB) mendatangi Kantor Gubernur Bali di Renon, Denpasar, Kamis (7/2/2019).

Mereka menyampaikan tuntutan agar Gubernur Bali, Wayan Koster, menutup taksi online di Bali.

Koster pun menemui massa aksi setelah menerima 12 orang perwakilannya terlebih dahulu.

Koster mengaku sejak awal dirinya menjadi gubernur, sudah ingin bertemu dengan para driver karena pernah berjanji dengan perwakilannya waktu terdahulu.

"Makanya begitu ke sini (Kantor Gubernur, red) langsung saya terima," kata dia di hadapan peserta aksi.

Koster didampingi Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace.

Di hadapan ribuan massa BTB, Koster memberikan solusi terkait tuntutan untuk menutup taksi online di Bali.

Ketua DPD PDIP Bali ini juga menyatakan akan mencari waktu tepat untuk menutup taksi online.

Koster pun meminta kepada anggota BTB bersabar dan tidak terburu-buru.

“Kita cari dulu waktu yang tepat untuk melakukan tindakan itu, tunggu lagi dikit,” katanya disambut riuh massa yang membawa spanduk penolakan taksi online di Bali.

Baca: Kejaksaan dan KPK Lacak Aset Alay di Bali, Tim Eksekutor Kejati Lampung Jemput Buron Kelas Kakap

Baca: 23 Tahun Transformasi Jeremy Teti, dari Pembaca Berita hingga Presenter Acara Gosip

Perbedaan Harga

Koordinator BTB Kuta, I Gusti Agung Made Agung, mengatakan, masyarakat Bali yang bergerak di bidang pariwisata, khususnya yang bekerja sebagai sopir transpor konvensional, sangat dirugikan oleh taksi online.

Karena itu mereka menyampaikan aspirasinya kepada gubernur agar ditutup.

BTB menuntut taksi online ditutup karena merasa dirugikan ketika sebagian besar penumpang memilih taksi online.

Penyebab dari penumpang memilih online karena terkait perbedaan masalah harga.

“Kalau harganya standar, itu tidak jadi masalah. Nah ini persoalan besarnya adalah masalah harga. Maka dari itu online harus ditutup karena merugikan masyarakat Bali sendiri,” tegas Gusti Agung.

Ia juga menilai taksi online tidak memahami apa itu budaya Bali, serta perlengkapan dengan Bahasa Inggris juga tidak ada.

Dengan begitu, dikhawatirkan Bali bisa dijual murah karena tidak adanya standar harga antara penumpang wisatawan domestik dan mancanegara.

“Ini yang kami takutkan, kalau begini terus Bali ini bisa dijual murah dan diobral begitu saja,” ungkapnya.

Selanjutnya, ia memohon kepada semua pemangku jabatan terkait supaya masyarakat Bali, yang khususnya bekerja sebagai sopir, agar bisa dibantu mencari solusi.

Baca: Bakal Cepat Basi dan Rusak, 5 Makanan Ini Pantang Dimasukkan Lagi ke Freezer Setelah Dikeluarkan

Baca: Komitmen Terapkan E-Tukin, Bupati Suwirta Terus Lakukan Evaluasi

Disebutkannya anggota BTB di Bali seluruhnya berjumlah sekitar 5.000 orang.

Mereka datang ke Kantor Gubernur dengan damai menggunakan pakaian adat.

Penguatan Paguyuban

Sebagai solusi, Koster mengaku akan menyiapkan regulasi untuk pelaku transportasi konvensional.

Gubernur asal Buleleng ini menegaskan komitmennya untuk memperkuat paguyuban atau perkumpulan pelaku transportasi konvensional yang sebagian besar didominasi sopir taksi dan travel tersebut.

“Yang akan saya lakukan pertama adalah memperkuat paguyuban ini karena saudara-saudara sudah memberikan pelayanan transportasi untuk wisatawan dan masyarakat Bali secara umum,” kata Koster.

Terkait penguatan kelompok BTB tersebut, kata dia, pihak Pemprov Bali bisa memberikan bantuan operasional maupun bantuan permodalan kepada anggota sesuai mekanisme yang ada.

Selain itu, dalam rangka memberikan pelayanan yang baik di bidang transportasi, maka Pemprov juga akan menyiapkan sistem aplikasi lokal yang akan digunakan seluruh anggota paguyuban BTB.

Baca: Polres Buleleng Duduki Peringkat 3 Polres Terbaik Se-Indonesia

Baca: Viral Pria Rusak Motor Sendiri karena Tak Terima Ditilang, Ini Penjelasan Polisi

“Kami buatkan sistem aplikasi online juga. Yang dilakukan operasionalnya secara konvensional dan modern, dua-duanya bisa,” ucapnya.

Sistem yang ada nantinya diupayakan mensinergikan kebutuhan dan tuntutan akan layanan transportasi yang modern, namun tetap mempertahankan ciri khas yang selama ini melekat kepada transportasi konvensional.

“Harus pula ada peningkatan pelayanan, permudah akses, harus lebih aktif agar mampu meningkatkan kemampuan bersaing di era sekarang ini,” terangnya.

Sementara Plt. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Sudarsana, menyatakan sistem transportasi online ini merupakan bagian dari sebuah era kekinian.

“Teman-teman (dari BTB) harus bisa menyikapi dengan arif dan bijaksana. Ini yang perlu disampaikan secara pelan-pelan kepada teman-teman,” kata Sudarsana.

Ia menyebutkan, Dinas Perhubungan hanya sebatas pelaksana disesuaikan dengan aturan yang ada.

“Karena saya diikat atau dirambu-rambui oleh peraturan yang ada. Saya tidak akan bisa lebih dari itu,” ucapnya.

Jadi Monyet di Kebun Binatang

Dua orang driver dari Bali Transport Bersatu (BTB) Mertasari, Ubud, Ngurah Pondok dan Made Seting, merasa sangat dirugikan dengan kehadiran taksi online.

Mereka mengaku pendapatannya turun hingga 40 persen sejak adanya taksi online di Bali.

Untuk itu, mereka bersama anggota BTB se-Bali mendatangi Kantor Gubernur Bali untuk menolak keberadaan taksi online karena merugikan masyarakat Bali.

“Dengan adanya taksi online mengurangi pendapatan, kalau dirata-ratakan persentasenya sekitar 40 persen penurunannya,” kata Seting saat ditemui di sela-sela aksi di depan Kantor Gubernur Bali, Kamis (7/2/2019).

Menurut Seting, aplikasi transportasi online tersebut mempunyai beberapa maksud.

Baca: RESMI DIBUKA Pendaftaran PPPK 2019 di sscasn.bkn.go.id, Cek Formasi dan Panduannya di Sini

Baca: Gunung Agung Kembali Erupsi Dini Hari Tadi, Sinar Api Teramati saat Terjadi Letusan

Di antaranya, untuk memonopoli transportasi, pelemahan desa pakraman, dan mengadu domba.

“Itu hal-hal yang kita khawatirkan,” ungkapnya.

Hal lain yang menimbulkan ketidakadilan, menurut mereka karena harga yang dikenakan taksi online jauh lebih murah dari yang konvensional.

Jika harganya sama, kata dia, tidak ada masalah.

“Taksi online ini menimbulkan ketidakadilan. Kenapa cuma taksi online, bukan online-online yang lain (seperti Traveloka atau Tokopedia), karena mereka bersaing secara sehat. Harganya tidak begitu menjatuhkan, cuman caranya berbeda. Kalau taksi online itu membunuh,” terang Ngurah Pondok menambahkan.

Dikatakannya taksi online tidak beretika dalam berbisnis karena tidak mempunyai standar harga untuk daerah pariwisata, sehingga Bali menjadi dijual murah.

Ngurah Pondok menegaskan, BTB tidak anti teknologi dan aplikasi.

Siapapun boleh berbisnis asalkan mengikuti prosedur dan aturan, serta berbisnis secara sehat.

“Ayo kita bersaing secara sehat, jangan memonopoli. Kami jangan digusur karena kami yang menjaga budaya Bali yang bisa dinikmati wisatawan,” imbaunya.

Ngurah Pondok berharap Gubernur Bali lebih bijaksana menyikapi masalah, dan memperhatikan bagaimana keluhan masyarakat Bali.

“Pernah saya membaca jangan sampai Bali itu nanti ibaratnya menjadi monyet di kebun binatang. Kita hanya mendapat pisang saja, sedangkan tiketnya dinikmati orang lain, monyet cuma bisa bertahan hidup,” ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved