Pariwisata Bali Kalahkan Paris dan London, tapi Manfaatnya Tak Dirasakan Petani

Tapi apa yang terjadi pada saat musim jeruk di Kintamani, jeruknya bonyok ngga laku. Musim salak di Karangsem, bonyok juga ngga laku.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
zoom-inlihat foto Pariwisata Bali Kalahkan Paris dan London, tapi Manfaatnya Tak Dirasakan Petani
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Gubernur Koster saat membuka acara Dialog Publik ‘Bali Darurat Sampah Plastik, Apa Solusinya?’ di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Kamis (28/2/2019).

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Siapa yang tidak mengenai Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata terbaik di dunia?

Bahkan Gubernur Bali, Wayan Koster sendiri menyebut bahwa keberadaan pariwisata Bali mengalahkan destinasi wisata lainnya di Eropa seperti Paris dan London.

"Apa yang kita lihat sekarang ini, dari dulu pariwisata Bali ini bergengsi banget. Nomor satu di dunia sebagai tujuan destinasi wisata dunia. Terbaik di dunia. Tiap tahun dirilis. Mengalahkan Paris, mengalahkan London. mewah banget," kata Gubernur Koster.

Situasi tersebut ia jabarkan pada saat membuka acara Dialog Publik ‘Bali Darurat Sampah Plastik, Apa Solusinya?’ di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Kamis (28/2/2019).

Dialog publik ini diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Provinsi Perhimpunan Pemuda Hindu (DPP Peradah) Indonesia Bali bersama Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PD KMHDI) Bali.

Terkenalnya Bali sebagai destinasi ternama dunia, lanjut Gubernur Koster, ditandai dengan setiap tahun kunjungan wisatawan ke Bali selalu meningkat.

Pada 2019 ini misalnya, pemerintah pusat menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 20 juta.

Dari jumlah itu, 40 persen atau sekitar delapan juta di antaranya akan dibebankan ke Bali.

Namun Gubernur Koster memprediksi angka delapan juta itu tak akan sampai dan hanya akan tercapai sekitar 7 jutaan wisatawan.

Sementara untuk wisatawan domestik, Bali diperkirakan oleh Gubernur Koster akan mencapai angka 9 hingga 10 juta orang.

"Luar biasa orang yang datang ke Bali ini," kata Gubernur Koster heran.

Meski Bali sebagai pariwisata dunia, Gubernur Koster sangatlah menyayangkan potensi ini tak dirasakan manfaatnya oleh petani-petani di Bali.

Hal itu bisa dilihat dari setiap musim panen di Bali harga-harga produk pertanian selalu anjlok, petani pun hanya bisa pasrah terhadap kondisi ini sehingga produk pertaniannya banyak yang membusuk.

Baca: Dari Miniatur Rumah hingga Sepatu Wanita, Ada 3.000 Varian yang Ditawarkan The Chocolate House

Baca: Koster Siapkan Pergub Pengelolaan Sampah dari Hulu sampai Hilir, Solusi Masalah Penumpukan Sampah

Baca: Koster Siap Beri Beasiswa untuk yang Mau Jadi Dokter Spesialis Kandungan dan Anak, Ini Syaratnya

"Tapi apa yang terjadi pada saat musim jeruk di Kintamani, jeruknya bonyok ngga laku. Musim salak di Karangsem, bonyok juga ngga laku. Musim manggis di Tabanan, bonyok juga sampai ngga berani metik karena ongkos petiknya lebih mahal daripada harga jualnya," kata Gubernur Koster mencak-mencak di podium saat melakukan sambutannya.

Ia menilai hal ini terjadi lantaran tidak padunya antara produk-produk yang dihasilkan oleh petani terhadap konsumen.

Padahal konsumen wisatawan, baik dari mancanegara maupun domestik selalu memenuhi Bali setiap tahunnya.

"Apa akibatnya ini, petani kita tak menimati kehadiran wisatawan yang datang ke Bali. Gap ini. Orang datang ke sini tapi tak dirasakan manfaatnya oleh petani kita. Kalau bermanfaat salaknya laku, manggisnya laku, (dan) jeruknya laku," kata dia.

Menurutnya, hanya pada saat panen lah petani berharap bisa punya uang, sedangkan harapan itu sering pupus di pihak petani karena harga panennya selalu anjlok.

"Nah disini negara harus hadir untuk mempertemukan pengusaha dengan pertanian. Jangan pariwisatanya cuma enak-enak sendiri cuma berkunjung saja di sini, cuma kencing saja di sini. Harus bermanfaat dia," tuturnya.

Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya mencarikan solusi atas permasalahan ini, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

Dengan Pergub ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mewajibkan pelaku pariwisata terutama hotel, restoran dan katering untuk menggunakan produk pertanian, perikanan dan industri lokal Bali.

Di samping itu, hotel, restoran dan katering juga diwajibkan membeli produk itu minimal 20 persen di atas harga produk serta harus melakukan pembayaran dengan cara tunai.

Wajib bertanggung jawab

Gubernur Koster mengatakan, upaya mewajibkan hotel, restoran dan katering untuk memakai produk pertanian, perikanan dan industri lokal Bali sebagai langkah untuk mendorong agar pelaku ekonomi di Bali ke depannya juga akan diwajibkan untuk bertanggung jawab terhadap pembangunan Bali.

Bertanggung jawab yang dimaksud yakni setiap pelaku ekonomi diharapkan ikut berupaya menyejahterakan, memajukan masyarakat Bali.

"Jangan cuma nyari untung di Bali. Jangan menjadikan Bali hanya sebagai sumber mencari nikmat, (tapi) masyarakat tetap susah seperti ditinggal, termarjinalkan malah. Ndak bisa. Tegas sekarang saya. Amen sing milu keto muh, izin saya ngga kasi gitu aja. Simpel saya," tegasnya.

Ia pun mengandaikan, seandainya setiap kamar hotel di Bali yang jumlahnya ratusan ribu yang keberadaannya di seluruh kabupaten/kota yang ada di Bali berisi empat buah salak saja, maka bisa menyerap salak secara keseluruhan pada saat musimnya.

Begitu pula dengan jeruk, manggis dan produk lainnya.

"Yang penting kan sudah dibeli sama hotelnya. Soal dimakan atau enggak itu urusan kedua," celetuknya seraya menyebutkan bahwa pemikirannya itu sudah sempat disampaikan kepada pihak ITDC.

Gubernur Koster pun mengimbau kepada wisatawan yang berkunjung ke Bali untuk menikmati buah maupun kuliner khas Bali.

"Kalau ke Bali nikmatilah buah-buahan lokal Bali. Kalau ke Bali nikmatilah kuliner Bali. Jangan menikmati yang bukan dari Bali. Kalau ngga gitu sama saja. Supaya bermanfaat ini. Jangan pariwisata jalan sendiri kemudian partaniannya ditinggal. Ini enggak boleh terjadi," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved