Kacang Ijo dan Pasir Disulap Jadi Bhuta Bongol

Dari 62 ogoh-ogoh mini yang ikut festival ogoh-ogoh di Banjar Beraban, Desa Dauh Puri Kauh, Denpasar, ada satu ogoh-ogoh yang unik

Penulis: Putu Supartika | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Putu Supartika
Ogoh-ogoh Bhuta Bongol yang dibuat dari pasir, kacang ijo, maupun godem dan foto lainnya, Minggu (3/3/2019). 

  

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Dari 62 ogoh-ogoh mini yang ikut festival ogoh-ogoh di Banjar Beraban, Desa Dauh Puri Kauh, Denpasar, ada satu ogoh-ogoh yang unik, walaupun dari segi kerapian masih kalah dengan beberapa ogoh-ogoh lainnya.

Ogoh-ogoh mini tersebut diberinama Bhuta Bongol

Keunikannya terletak pada penggunaan pasir dan kacang-kacangan pada dekorasinya. 

Baca: Dijuluki Best Of 2019 Ogoh-ogoh Banjar Ini Raih Poin Tertinggi, Tersusun dari 1000 Batang Korek Api

Pemilik ogoh-ogoh, Agus Kusuma Jaya dari Banjar Gelogor Denpasar mengatakan, hiasannya menggunakan kacang ijo, godem dan merica. 

Juga menggunakan pasir, daun pisang kering, dan rambutnya menggunakan rambut jagung. 

Sementara untuk kerangkanya sendiri menggunakan bambu yang kemudian dilapisi kardus dan karton, lantas diisi dengan pasir.

"Untuk pembuatannya saya awali dari awal bulan Februari 2019," kata Agus yang ditemui di lokasi festival, Minggu (3/2/2019) siang.

Selain menggunakan bahan-bahan daur ulang dan kacang ijo, ogoh-ogoh tersebut juga membawa sebuah sound.

Baca: Sebanyak 348 Orang Ikuti Walikota Cup ke X Cabor Petanque, Naik 40 Persen Dibanding Tahun Sebelumnya

Ia mengaku hal ini dilakukan guna mendukung imbauan pemerintah Kota Denpasar agar tak menggunakan sound sistem saat pengarakan ogoh-ogoh

"Ini sesuai dengan imbauan pemerintah yang tidak membolehkan menggunakan sound system saat mengarak ogoh-ogoh. Malu kita sama wisatawan yang menonton, apalagi kalau pakai musik disco dan sejenisnya," imbuhnya.

Ketua STT Dharma Putra, Banjar Beraban Si Made Arya Mahendra mengatakan festival ini telah digelar sebanyak lima kali dan sejak setahun lalu memperebutkan piala bergilir Walikota Denpasar

"Kami laksanakan untuk meningkatkan kreativitas generasi muda. Mungkin mereka yang terkendala dalam hal biaya untuk membuat ogoh-ogoh besar bisa buat ogoh-ogoh mini, yang intinya kreativitas mereka tersalurkan," kata Mahendra.

Baca: Bulan Februari, Bali Alami Deflasi Perdesaan Sebesar -0,91 Persen, 7 Provinsi Lain Alami Inflasi

Ogoh-ogoh yang ikut dalam festival ini tak dibolehkan menggunakan plastik maupun styrofoam dan tingginya tak boleh lebih dari satu meter. 

"Intinya bahannya ramah lingkungan atau daur ulang. Tema ogoh-ogoh juga harus Bhuta Kala yang mencerminkan unsur adharma yang harus dinetralisir," imbuhnya. 

Peserta yang ikut sebanyak 62 ogoh-ogoh dari berbagai daerah yakni Karangasem sebanyak 2 peserta, Tabanan 8 peserta, Gianyar 9, Badung 16, Klungkung 4, dan sisanya dari Denpasar

Berbagai macam jenis bhuta kala ditampilkan lewat ogoh-ogoh mini ini mulai dari Detya Hiranyaksa, Sang Taru Pranajiwa, Iblis Bakasura, Gedaglug, Pule Lanang Wadon, hingga Bhuta Bongol

Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan ini bukan sekadar lomba atau festival, melainkan peserta sendiri mampu menceritakan konsep dasar ogoh-ogoh mini yang dibuat.

Pengerjaannya juga sesuai dengan etika, estetika, dan kewibawaan. 

"Juga sesuai dengan logika dalam mempresentasikan konsep yang berkelanjutan serta memiliki pemahan utuh atas ogoh-ogohnya. Walaupun modern tapi prilaku sesuai wiweka atau cerdas memilih dan memilah mana yang patut dan mana yang tak patut," katanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved