Golose Siap Berantas Mafia Tanah di Bali, Sebut Kasus Sudikerta Commander Wish Kapolda Bali
Kapolda Bali Irjen Pol Petrus Reinhard Golose ‘sing main-main’ terhadap kasus mafia tanah, apalagi menyangkut tanah adat.
Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kapolda Bali Irjen Pol Petrus Reinhard Golose ‘sing main-main’ terhadap kasus mafia tanah, apalagi menyangkut tanah adat.
Golose menegaskan dirinya akan memberantas mafia tanah di Bali.
Karena itu, terkait kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam jual beli tanah duwe (milik) Pura Jurit Uluwatu di Desa Pecatu, Kuta Selatan, senilai Rp 150 miliar, yang melibatkan mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta, Golose menegaskan tak akan memberi toleransi.
“Apalagi yang berkaitan dengan tanah adat, itu tidak ada toleransi,”tegas Golose usai menghadiri acara Polda Bali yang menghadirkan Bhabinkamtibmas dan Bendesa Adat se-Bali dalam upaya menyongsong pemilu aman dan damai di Denpasar, Selasa (9/4).
Baca: Mantan Wagub Bali Ketut Sudikerta Dilarikan ke RS Trijata, Ini Sebabnya
Jenderal bintang dua ini mengatakan, kasus dugaan penipuan jual beli tanah terhadap pemilik PT Maspion Grup Alim Markus ini merupakan salah satu commander wish Kapolda Bali.
"Saya sudah katakan bahwa salah satu commander wish dari Kapolda Bali adalah pemberantasan mafia tanah. Saya juga memberantas apa yang disebut sebagai transnasional organize crime,” ujar Golose.
Saat ini Sudikerta berstatus tersangka dan ditahan di Rutan Polda Bali, setelah ditangkap di Bandara Gusti Ngurah Rai, Tuban, Badung, Kamis (4/4).
Baca: Singgung Kasus Sudikerta, Kapolda Bali: Tidak Ada Toleransi Terhadap Mafia Tanah!
Dua kali politikus Partai Golkar ini mengajukan penangguhan penahanan, dua kali pula ditolak oleh Ditreskrimsus Polda Bali.
"Saya rasa itu (kasus Sudikerta) sudah ditangani oleh pihak kami dengan baik, dan kita penegak hukum hanya menjalankan tugas seperti biasa dan membuat rasa kepastian hukum di Bali," jelas Golose, yang selama ini dikenal tak main-main dalam pemberantasan narkoba dan preman di Bali.
Dia juga menegaskan, sebelum dirinya bertugas di Bali banyak kasus tanah tidak terselesaikan. Di era kepemimpinannya sekarang, Golose menyatakan harus diselesaikan.
"Dulunya sebelum (saya) jadi kapolda banyak kasus tanah yang tidak terselesaikan, maka sekarang kita coba selesaikan. Apalagi yang berkaitan dengan tanah adat itu tidak ada toleransi!" tegasnya.
Baca: Sudikerta Jaminkan Sang Istri, Kuasa Hukum Optimistis Penangguhan Penahanan Disetujui Polda Bali
Kasus dugaan penipuan jual beli tanah oleh Sudikerta terhadap Ali Markus ini terjadi sekitar tahun 2013. Saat itu mantan orang nomor dua di Pemprov Bali itu menjual dua objek tanah.
"Ada dua objek yang ditawarkan Ketut Sudikerta dan diakui itu adalah miliknya. Itu objeknya di daerah Jimbaran. Satu dengan SHM No 5048 seluas hampir 38.000 meter persegi berlokasi di Balangan, dan satunya SHM No 16249 seluas 3.300 meter persegi. Kebetulan yang SHM No 5048 (Balangan) itu adalah punya pura. Sertifikat aslinya ada tetapi yang diberikan sertfikat palsunya. Dan satunya lagi SHM No 16249 seluas 3.300 meter persegi itu sebelumnya sudah dijual ke PT Dua Kelinci," terang Dirreskrimsus Polda Bali, Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho, beberapa waktu lalu.
Secara kewajiban pihak Maspion telah memberi uang hampir Rp 150 miliar kepada Sudikerta dan kawan-kawan. Kemudian uang itu diduga didrop ke beberapa orang.
Berawal dari situ juga kemudian didirikan PT Pecatu Gemilang. Istri Sudikerta, Dayu Sudikerta, menjabat selaku Komisaris Utama, sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Sejauh ini, Ditreskrimsus Polda Bali telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Selain Sudikerta, tiga tersangka lainnya adalah I Wayan Wakil (51), AA Ngurah Agung (68), dan Ida Bagus Herry Trisna Yuda (49) yang juga merupakan ipar dari Sudikerta.
Jumlah tersangka kemungkinan akan terus bertambah, karena diduga ada 10 orang yang ikut menikmati uang Rp 150 miliar tersebut. Saat ini penyidik masih terus memeriksa sejumlah saksi-saksi.
Kordinasi Penyidik
Sementara itu, kuasa hukum Sudikerta, I Wayan Sumardika, menyatakan pihaknya akan terus berupaya melakukan upaya perdamaian dengan PT Maspion.
Namun dirinya mengaku sampai kemarin belum berkomunikasi dengan saksi pelapor (PT Maspion).
"Tapi kami koordinasi dengan penyidik. Memang upaya perdamaian benar merupakan murni antara pelapor dan terlapor. Tetapi karena persoalan ini sudah menjadi penegakan hukum, tentu kami berkoordinasi dengan penyidik,” ujar Sumardika saat dikonfirmasi Tribun Bali, kemarin.
"Meski kita tidak dapat berkomunikasi dengan pihak pelapor, kan faktanya kami tahu bahwa niat pelapor selanjutnya seperti ini, keinginan seperti ini. Artinya kami tahu itu karena berkoordinasi dengan penyidik, kan begitu. Dan penyidik pasti tahu apa maksud dari korban atau saksi pelapor," tambahnya.
Hari ini, Rabu (10/4), pihaknya ingin meminta salinan berita acara pemeriksaan di penyidik untuk dipelajari.
Soal pemeriksaan lanjutan terhadap Sudikerta dirinya belum mendapat info dari penyidik.
Terkait penolakan kedua kali penangguhan penahanan yang diajukan pihak Sudikerta, Sumardika mengaku belum tahu menahu.
Ia mengatakan belum mendapat informasi resmi dari penyidik.
"Kita belum tahu perkembangan penangguhan, walaupun ada kabar-kabar (ditolak). Tapi kami ingin mengetahui dari penyidik. Formilnya kan begitu, sampai kemarin pada saat menyampaikan permohonan kedua, penyidik mengatakan permohonan sebelumnya belum dijawab sama Pak Dir katanya," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Sudikerta kembali mengajukan penangguhan penahanan pada Senin (8/4) pagi.
Ini merupakan pengajuan penangguhan penahanan kedua oleh Sudikerta.
Sebelumnya calon legislatif DPR RI Dapil Bali Partai Golkar ini sudah mengajukan hal yang sama pada Jumat (5/4).
Seperti pengajuan pertama, pengajuan kedua pun kembali ditolak. Meskipun pada pengajuan kedua ini, Sudikerta sudah menjadikan istrinya sebagai jaminan.
Dir Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho mengatakan pihaknya tidak menyetujui penangguhan penahanan yang kembali diajukan tersebut.
"Ya..iya, ditolak. Pokoknya tidak ditangguhkan, itu saja," kata dia kepada Tribun Bali, Senin (8/4) malam.
Sumber di penyidik menyebutkan, penangguhan ditolak karena penyidik menilai masih dalam tahap penyidikan alias belum tuntas.
Penyidik masih perlu menggali lebih banyak keterangan terkait aliran dana yang mencapai Rp 150 miliar. (*)