Laut Pengambengan Tercemar Limbah Pabrik Pengolahan Tepung Ikan
Warga Banjar Ketapang Lampu, baik anak-anak hingga orang dewasa, menutup mukanya dengan masker karena tak tahan bau menyengat akibat limbah pabrik
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Puluhan warga Banjar Ketapang Lampu, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, melakukan aksi menutup wajah menggunakan masker, Selasa (16/4/2019).
Aksi ini dilakukan karena bau menyengat dan busuk yang dikeluarkan limbah pabrik pengolahan tepung ikan, PT BBM (Bumi Bali Mina).
Warga Banjar Ketapang Lampu, baik anak-anak hingga orang dewasa, menutup mukanya dengan masker karena tak tahan bau menyengat atau gangguan ISPA yang diakibatkan limbah pabrik.
Seorang warga Nafan mengungkapkan, warga sangat resah dengan aktivitas pabrik BBM.
Bukan soal keberadaan pabrik.
Namun, lebih pada dampak sosial dan lingkungannya.
Sebab pabrik ini tidak mengelola limbahnya dengan baik.
"Baunya itu sangat menyengat. Apalagi sore hari sampai malam hari. Siang pun kadang-kadang sangat bau. Hal ini berdampak pada kesehatan warga," ucap Nafan kepada Tribun Bali, Selasa (16/4/2019) kemarin.
Baca: Alasan MK Terkait Quick Count Baru Boleh Dipublikasikan Pukul 15.00 WIB
Baca: Belum Ada Warga Bangli yang Berminat Ikut Transmigrasi, Kondisi Lahan Berbatu Jadi Alasan
"Harapan warga sini bisa ditanggulangi," tambahnya.
Nafan menyebut, pabrik BBM itu sudah lama berada di wilayah Banjar Ketapang Lampu.
Beberapa tahun lalu warga pun sempat melakukan protes dengan kondisi tersebut.
Namun tetap tak dihiraukan.
Warga lainnya, Nasipah, menyatakan pabrik ini tidak ada peran menjaga lingkungan.
Padahal itu yang paling penting bagi warga setempat yang kebanyakan nelayan.
"Yang penting menjaga lingkungan. Karena kami hidup dari laut. Kami menduga, dulu udang dan ikan mati karena limbah pabrik yang dibuang ke laut itu," ujarnya.
Dari penelusuran Tribun Bali, pabrik memang tidak mengindahkan pengolahan limbah.
Bahkan limbah pabrik dikeluarkan melalui pipa dan langsung dibuang ke laut.
Baca: Keluarganya Beda Pilihan Politik, Hanya Anang Hermansyah Sendiri Yang Tak Dapat Undangan Nyoblos
Baca: MoU Kerja Sama Pemkot dengan Tiga Negara Masih Akan Didiskusikan dengan Kemendagri
Pipa itu berada di tumpukan batu dengan diameter sekitar 50 hingga 70 sentimeter.
Dampaknya, antara limbah yang keluar dengan air laut pun tampak tidak bisa menyatu.
Terlihat jelas limbah pabrik mencemari air laut.
Apalagi, baunya juga cukup menyengat.
Saat Tribun Bali mendatangi pabrik BBM, tidak ada satu pun pihak yang bisa ditemui.
Pabrik tampak sepi dan hanya terlihat truk terpakir.
Di pos penjagaan sekitar pukul 14.00 Wita pun tampak sepi.
Tribun Bali hanya bertemu seorang pekerja.
Ia mengatakan tidak ada pihak manajemen yang ada di lokasi pabrik siang itu.
Baca: Tangis Pilu Nabila Bocah Perempuan yang Videonya Viral karena Dibully Temannya Terkait Soal Sepatu
Baca: Lecut Bachdim! Yakin BU Lolos Semifinal Piala Indonesia, Optimistis Kalahkan Persija Jakarta
Sedangkan saat dikonfirmasi lewat telepon selular, pemilik pabrik yang biasa dipanggil warga Pak Koko belum bisa dihubungi.
Tribun Bali mencoba menghubungi melalui pesan singkat maupun sambungan telepon, namun tak direspons.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Perbekel Desa Pengambengan Samsul Anam mengaku belum mendapat laporan dari warganya.
Namun, ia mengamini bahwa limbah tidak boleh langsung dibuang ke laut.
"Kalau ada laporan dari warga pasti saya tembuskan ke Dinas LH (Lingkungan Hidup)," ungkapnya, kemarin.
Kabid Penegakan Perda Satpol PP Jembrana, I Made Tarma, juga mengaku belum menerima laporan warga.
Namun, menyatakan akan melakukan penyelidikan usai Pemilu Serentak 2019 ini.
"Nanti ya selesai Pemilu," janjinya.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jembrana, I Wayan Sudiarta, belum bisa dikonfirmasi terkait hal ini.
Beberapa kali dihubungi melalui telepon selularnya, Sudiarta tak menjawab. (*)