Dharma Wacana

Kajang untuk Niskala Apa Sekala?

Menurut masyarakat Hindu di Bali, Kajang merupakan piranti penting dalam upacara pengabenan

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Made Prasetia Aryawan
Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda saat dijumpai usai menjadi narasumber acara sosialisasi revolusi mental di Mandala Mhantika Subak Sanggulan, Tabanan, Jumat (9/11/2018). 

Oleh Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda

TRIBUN-BALI.COM - Menurut masyarakat Hindu di Bali, Kajang merupakan piranti penting dalam upacara pengabenan.

Kajang dipercaya agar yang meninggal ini tidak lupa pada identitasnya saat berada di alam niskala.

Namun bagaimana dengan mereka yang lupa akan kawitannya, apakah ada sanksinya jika dalam pelaksanaan ngaben tidak memakai kajang kawitan?

Perlu kita sadari, kajang selama ini dianggap sebagai sebuah Surat Keterangan (SK) bagi yang memimpin ritual pengabenan, termasuk dari keluarganya.

Maka dari itu, ada istilah kajang Siwa dan kajang kawitan.

Kajang ini erat kaitannya dengan warna serana dharma dari warga tersebut, yang disebut dengan kajang kawitan atau erat kaitannya dengan aspek geneologis, yakni apa peran leluhurnya terdahulu.

Baca: Akankah Penemuan Black Hole Berdampak Pada Peneliti Indonesia?

Baca: Cegah Kulit Kering hingga Baik Bagi Kesehatan Jantung, Yuk Bikin Sendiri Jus Kentang Mentah di Rumah

Namun dalam hal ini, pada prinsipnya tetap ada konsep pembiasan.

Sebab, apa yang tersurat dalam kajang kawitan itu, kan belum tentu pratisentananya melaksanakannya.

Sering ada seseorang  yang menonjolkan diri melalui kajangnya, bahwa kajangnya hebat, leluhurnya hebat, sehingga orang-orang seperti ini menilai dirinya juga hebat.

Padahal kenyataannya dia sendiri tidak hebat seperti leluhurnya.

Ada pula yang disebut dengan kajang Siwa, berdasarkan keyakinan masyarakat, itu tujuannya untuk mengembalikan sang Atman ke alam Siwa.

Maka dari itu, fungsi memberikan kajang Siwa di sini adalah untuk aspek askara/pediksan.

Baca: Alfamart Digugat Rp 15 Miliar Terkait Hak Cipta Tabungan Saku

Baca: Serangan Paling Mematikan Dalam Sejarah Sri Lanka, Ini 4 Fakta Ledakan Bom Gereja di Sri Lanka

Tapi kenyataannya, bisakah kita dengan hanya melakukan ngaskara, sang Atman langsung mengalami kesadaran Siwa?

Kembali ke kajang kawitan, banyak umat yang berpikir bahwa saat seseorang meninggal, maka rohnya sebelum menuju Siwa Loka, akan singgah terlebih dahulu ke Pitra Loka atau alam leluhur, sehingga umat menilai di situlah dibutuhkan kajang kawitan.

Padahal ketika berbicara alam niskala, identitas kesorohan itu tidak ada, apalagi berbicara alam Brahman.

Tidak ada surga kelompok A ataupun surga kelompok B.

Sebenarnya, kajang kawitan itu merupakan kebutuhan dari identitas lahiriah.

Kesalahan dalam pemahaman ataupun ketidaktahuan ini disebabkan pemahaman tatwa dan ideologi tentang ke-Hinduan belum teredukasi secara baik.

Makanya masyarakat sering bingung.

Sama hal seperti upacara ngaben.

Harus berisi begini, harus berisi begitu.

Selain kajang, harus ada petulangan.

“Atman sing je negakin keketo ke alam eskatologi’.

Mari kita cerdaskan atman semasa masih hidup, supaya kalau sudah meninggal tidak lagi belajar mencari Tuhan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved