Liputan Khusus
Cerita 17 Jenazah Telantar di RSUP Sanglah Bali, Ahli Ini Ungkap Ada Jenazah Bayi Tak Diurus Ibunya
Di ruangan itulah tersimpan puluhan mayat, mulai dari titipan sementara sampai mayat tanpa identitas atau Mr X .
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
“Jadi itu yang kita antisipasi. Sehingga kita di sini sudah punya general frequention untuk mencegah penularan tersebut,” katanya.
Hal kedua yang biasanya dihadapi oleh pihak IKF, lanjut Alit, adalah ketika jumlah freezer terbatas.
Sebab, dengan adanya jenazah yang terlantar, kapasitasnya pasti berkurang dari yang baru masuk.
“Jadi meskipun jenazah sudah di dalam freezer, tapi karena sudah setahun misalnya, jenazah itu pasti akan bau. Baunya ini akan menyebar ke jenazah yang baru. Jadi meskipun jenazah ini belum lama, tapi jika diambil keluarga kenapa tercium bau, ya karena itu. Sehingga kita biarkan dulu beberapa lama baru diambil,” ujar Alit.
Banyak hal yang menyebabkan jenazah terlantar ini.
Namun, dari banyak kasus yang telah ditangani, biasanya jenazah terlantar jika ditolak oleh keluarganya karena hubungan antar keluarga tersebut tidak bagus.
Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi penyebab.
“Sekarang kalau dilihat secara holistik mungkin penyebabnya sangat kompleks, salah satunya bisa jadi hubungan kekerabatannya kurang bagus. Mungkin juga dia dari awal memang sudah di sini dan tidak kontak lagi dengan keluarganya,” papar Alit.
Untuk pengelolaan jenazah terlantar, Alit, menjelaskan bahwa tidak ada anggaran khusus.
Semua dibiayai secara insidental atau fleksibel bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial Provinsi Bali.
Namun jika dilihat dari jumlah pembiayaannya, duit yang dibutuhkan untuk menangani jenazah terlantar ini memang cukup besar.
“Kalau kami hitung-hitung menggunakan listrik dengan tarif sekarang ya sekitar Rp 300 ribu per hari. Itu per freezer. Jadi kita rata-rata. Dari situ bisa kita estimasi, Rp 300 ribu dikali berapa jenazah. Satu frezeer ada 4 jenazah,” ungkap Alit.
Selama bertugas di IKF RSUP Sanglah, Alit mengaku belum pernah ada pihak yang ingin membeli organ-organ tubuh dari jenazah yang ada di instalasi itu.
Namun, biasanya ada beberapa jenazah yang memang dapat digunakan untuk kepentingan edukasi atau pendidikan.
“Itu namanya kadaver. Jadi setelah sekian lama jenazah tersebut tidak ada yang mengakui, kalau ada pelatihan-pelatihan tertentu di RS, asalkan dia tidak merusak, jenazah itu bisa kita gunakan. Kadaver itu juga bisa digunakan oleh fakultas kedokteran untuk mempelajari anatomi,” ujar Alit.