Liputan Khusus

Cerita 17 Jenazah Telantar di RSUP Sanglah Bali, Ahli Ini Ungkap Ada Jenazah Bayi Tak Diurus Ibunya

Di ruangan itulah tersimpan puluhan mayat, mulai dari titipan sementara sampai mayat tanpa identitas atau Mr X .

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Ruang jenazah - Konsultan Forensik Klinik RSUP Sanglah dr Ida Bagus Putu Alit, sedang menunjukkan ruang jenazah di rumah sakit itu. 

Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, Made Mertajaya mengatakan, untuk penanganan jenazah terlantar di rumah sakit yang ada di Denpasar biasanya pihaknya berkoordinasi dengan pihak Dinas Sosial Provinsi Bali untuk tindak lanjut pemulangan jenazah.

“Itu bukan kami yang menangani. Kami biasanya koordinasi dengan provinsi (Dinas Sosial Provinsi),” kata Mertajaya.

Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, Dewa Mahendra Putra menjelaskan, untuk penanganan jenazah terlantar di rumah sakit pihaknya harus menunggu keterangan dari kepolisian terlebih dahulu.

Misalnya, apabila ada jenazah yang diklaim terlantar, maka harus ada surat keterangan dari kepolisian bahwa jenazah tersebut memang benar-benar terlantar, sehingga bisa diambil tindakan kremasi.

“Tahun lalu itu ada 27 jenazah. Itu setelah menunggu surat dari kepolisian yang menyatakan bahwa dia mayat Mr X dan terlantar. Itu dasarnya. Kalau prosedur itu sudah dilalui, berarti sudah bisa kami lakukan kremasi,” kata Dewa Mahendra.

Ditanya mengenai berapa anggaran yang dikeluarkan jika ada kegiatan kremasi, Mahendra mengaku tidak hapal data.

Sedikit di RS Wangaya

Selain RSUP Sanglah, RSUD Wangaya Denpasar juga kadangkala menerima jenazah.

Namun jumlah jenazah terlantar di RSUD Wangaya tak sebanyak yang ada di RSUP Sanglah.

Dari data yang diperoleh, tahun 2017 jumlah jenazah yang terlantar di RSUD Wangaya sebanyak 1 orang. Sedangkan, tahun 2018 sebanyak 2 orang.

RSUD Wangaya memiliki 15 freezer untuk menampung jenazah.

Kasubag Humas RS Wangaya, AA Ngurah Suastika mengatakan, biasanya jenazah yang terlantar di RS Wangaya adalah pasien yang juga terlantar atau tidak memiliki penanggungjawab di Bali.

Apabila seorang pasien yang dirawat kemudian mereka meninggal, kata Suastika, maka pihak RS harus membuat surat yang ditandatangani juga oleh Dinas Sosial.

Apabila dalam waktu tiga bulan jenazah yang terlantar tersebut belum ada yang mengambil, maka pihak RS Wangaya bakal melakukan kremasi.

“Kalau tidak ada juga yang datang, biasanya kami koordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena biasanya yang kami tangani itu, berdasarkan pengalaman, dari non Hindu. Kalau dia Islam, kami koordinasi ke MUI,” kata Suastika.

RS Wangaya, lanjut Suastika, juga pernah mengalami masalah ketika menerima jenazah yang sudah memiliki identitas, tapi keluarganya malah tidak ditemukan.

Bahkan, pernah ada kasus jenazah terlantar yang memiliki identitas, tapi setelah dicari ke alamatnya, si pemilik alamat mengaku tidak kenal dengan pihak yang meninggal.(*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved