Tak Banyak yang Tau, Putra Bali: Manusia Jangan Dekati Ular pada Masa ini, Jangan Dianggap Enteng
Tak Banyak yang Tau, Putra Bali: Manusia Jangan Dekati Ular pada Masa ini, Jangan Dianggap Enteng
Penulis: Putu Supartika | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Seorang pemelihara ular, Ketut Oka Widhiartana mengungkapkan bahwa ular lebih agresif pada manusia saat sedang birahi.
“Ular itu akan lebih galak pada manusia saat masa kawin atau saat birahi. Ular jadi lebih agresif kepada manusia. Sehingga walaupun sudah jinak, harus lebih hati-hati supaya tidak terjadi hal yang diinginkan,” katanya saat ditemui di kediamannya, Kamis (9/5/2019) siang.
Oleh karena itu, bagi pemelihara ular tak hanya sekadar memelihara, namun harus paham karakter ular itu sendiri.
Baca: Tubuh Calon Pengantin Dimutilasi, Terungkap Ada Pesan Kembalikan Dulu Uangku Sebelum Kamu Menikah
“Semakin lama memlihara ular, kita akan semakin tahu jenis karakternya,” kata Widhiartana.
Menurutnya, salah satu ular yang masih aman untuk dipelihara yakni ular piton.
Namun harus dipelihara sejak kecil sehingga terbiasa dengan bau manusia dan mudah dijinakkan.
Baca: Aksi Tak Senonoh Sejoli ABG Terungkap dari WhatsApp, Gadis 15 Tahun Menyerah pada Rayuan Pacar
Jika ular tersebut sudah besar, akan sangat sulit untuk dijinakkan.
Apalagi ular piton ini memiliki belitan yang sangat kuat bahkan bisa meremukkan tulang dalam sekejap saja.
Selain itu, jenis ular ini menurutnya juga mampu hidup hingga seratus tahun dan memiliki tubuh bisa sebesar pohon kelapa.
“Masa hidupnya lebih ke puluhan tahun bahkan bisa sampai seratus tahun jika hidup di alam liar. Ular ini bisa tahan karena faktor makanan banyak, luasnya hutan dan tak ada gangguan dari manusia,” katanya.
Ular piton yang ia pelihara bibitnya diambil dari luar Bali.
Lelaki kelahiran Denpasar, 21 oktober 1993 ini di rumahnya bahkan memelihara ular 12 ekor dengan ukuran yang besar dan yang terbesar memiliki berat hampir 100 kg.
Kamis (9/5/2019) siang, Tribun Bali menyambangi kediaman Widhiartana di sudut Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Diponegoro Gang VII Nomor 6b Denpasar, Bali.
Sesampainya di sana ia langsung mengajak Tribun Bali ke pojok tenggara rumahnya dan di sanalah beberapa kandang ularnya tersimpan.
“Di sini saya cuma pelihara ular piton saja. Kalau ular lain yang berbisa tidak, karena di sini banyak kos-kosan, takutnya lepas. Sulit jadinya,” kata Widhiartana sembari membuka salah satu kandang yang berisi dua ekor ular piton albino.
“Ini ularnya sedang birahi, yang lebih kecil jantan dan yang ukurannya besar ini betina,” katanya sembari menarik keluar seekor ular.
Ngeri memang jika membayangkan ular sebesar itu berkeliaran di alam bebes.
Namun dikarenakan sudah jinak dan sudah dipelihara sejak kecil sehingga jadi terbiasa dengan kehadiran manusia.
Widhiartana mengungkapkan, jika di alam liar, untuk menangkap ular tersebut butuh empat sampai lima orang.
“Kalau sendiri kewalahan. Apalagi piton terkenal dengan belitannya yang kuat dan bisa meremukkan tulang, apalagi sebesar ini,” ujarnya.
Kesukaannya pada ular dikarenakan sang ayah juga menyukai ular.
Saat dirinya kecil, sering melihat sang ayah menangkap ular dari alam liar dan dipelihara.
Tak hanya sang ayah, ibunya sendiri juga suka bermain dengan ular, sehingga otomatis dukungan dari keluarganya pun sangat bagus untuk meneruskan kegemarannya ini.
“Bapak memang seneng melihara, tapi ular-ular liar yang ditangkap. Sekarang lebih memperdalam lagi sampai sekarang masih lebih ke ternaknya dan juga untuk edukasi.
Ini juga karena faktor keluarga ikut mendulung sehingga tidak ada kendala,” katanya.
Melihat kegemaran sang ayah menangkap ular, ia pun belajar menangkap ular kecil, memeliharanya dan jadi jinak.
Dan sejak tujuh tahun belakangan, ia bergelut lebih serius untuk memelihara ular ini.
Usia ular yang dipeliharanya kini berpariasi, mulai dari usia 8 tahun, 6 tahun, 5 tahun, hingga yang termuda berusia setahun.
Bahkan ada cerita menarik dari ular miliknya ini.
Ketika salah satu ularnya ditimbang, beratnya capai 99 kg.
Dan hal itu membuat timbangan tersebut jebol.
Tak mudah untuk memelihara ular ini walaupun sudah jinak.
Selain mengeluarkan uang untuk membeli makanan juga harus sering memandikannya.
“Seminggu sekali saya mandikan ular ini, dikasi shampo. Jika tidak bau karena kencingnya baunya lumayan keras,” katanya.
Pemeliharaan ular ini susah-suah gampang, namun dikarenakan hobi, dirinya merasa tidak terbebani.
“Karena hobi dibawa happy saja, makan sebulan dan paling cepat dua minggu sekali. Kalau kesehariannya paling cuma dikasi air baskom di kandang. Ular bisa tahan lama tanpa makan karena bisa menyimpan makanan,” katanya.
Sekali makan, satu ekor ular memerlukan 12 kg daging ayam atau 7 ekor ayam broiler.
Kadang untuk menghemat biaya ia membeli ayam yang baru mati dan masih hangat.
Selain itu pernah juga memberi seekor anak sapi yang mati pada ular peliharaanya ini.
“Akhir-akhir ini ular ini sudah saya dietkan. Dulu obesitas, besar sekali. Bahkan besarnya hampir sama dengan batang pohon kelapa,” katanya.
Sula duka saat memelihara ular ini pasti selalu ada, dikarenakan amsyarakat ada yang pro dan kontra.
Bahkan tak jarang ada yang mengatakan dirinya ‘gila’ karena memiliki hobi aneh dan ekstreme.
Sementara banyak juga yang mendukung untuk eduasi.
Beberapa sekolah maupun instansi pernah mengundangnya untuk memberikan edukasi terkait ular yang selama ini dicap bahwa semua ular berbisa dan berbahaya.
“Banyak juga sekolah yang ngundang untuk memberikan edukasi. Di acara pramuka juga diundang untuk beri pemahaman tentang mana ular yang bisa dipelihara dan mana yang tidak. Juga seputar mitos ular yang katanya takut pada garam,” kata lelaki yang bekerja di sektor pariwisata ini.
Ular peliharaanya juga pernah disewa untuk pembuatan film yang bergenre horor.
“Pernah disewa untuk pembuatan film, salah satunya film Leak (Penangkeb) dan disewa bule untuk bermain film luar. Sering juga ikut event pameran reptil, ke hotel, mall, maupun di acara pekawinan,” katanya.
Sebagai seorang pemelihara sekaligus pawang ular ini, ia juga sering diminta oleh tetangganya menangkap ular yang masuk ke dalam rumah. (*)