Mengenal Gangguan Stres Pascatrauma dan Cara Mengatasinya

Post Traumatic Stress Disorder atau gangguan stres pascatrauma adalah kondisi kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami/disaksikan

Penulis: Rino Gale | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Rino Gale
Psikolog, Ni Made Trisna Susanti saat ditemui Tribun Bali di Dian Selaras Konsultasi Psikologi dan Hipno di Jalan Tukad Gangga IV/12 Panjer, Denpasar, Jumat (24/5/2019) 

Laporan Wartawan Tribun Bali - Rino Gale

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah kondisi kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami atau disaksikan.

Psikolog, Ni Made Trisna Susanti menjelaskan peristiwa traumatis yang dapat memicu kondisi ini adalah kecelakaan lalu lintas, bencana alam, tindak kejahatan seperti pemerkosaan atau perampokan atau pengalaman di medan perang.

"PTSD termasuk kategori gangguan kecemasan yang membuat penderitanya tidak bisa melupakan atau sebaliknya tidak mau mengingat pengalaman traumatis tersebut, serta berpikir negatif terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya."

"Kondisi ini umumnya ditandai dengan mimpi buruk, merasa terisolir, kesal, memiliki perasaan bersalah, sulit berkonsentrasi, serta sulit tidur atau insomnia," jelasnya saat ditemui Tribun Bali di Dian Selaras Konsultasi Psikologi dan Hipno di Jalan Tukad Gangga IV/12 Panjer, Denpasar, Jumat (24/5/2019).

Baca: Tertawalah! Yoga Tertawa Sangat Efektif Bagi Kesehatan Tubuh dan Pikiran

Baca: 6 Anggota Polda Bali yang BKO ke Jakarta Alami Luka-luka Akibat Lemparan Batu hingga Petasan

"Kendati demikian, tidak semua orang yang mengalami trauma otomatis akan mengidap PTSD. Gangguan mental ini diperkirakan berkembang pada 30 persen di antara orang-orang yang pernah mengalami kejadian traumatis. Penanganan yang efektif sangat penting dilakukan untuk mengatasi gejala gangguan stres pascatrauma ini," tambahnya

Gejala PTSD cenderung mengganggu aktivitas sehari-hari, terutama dalam hubungan dengan orang lain serta lingkungan kerja.

Gejala yang muncul pada tiap pengidap bisa berbeda-beda. Ada yang mengalaminya segera setelah kejadian dan ada juga yang muncul setelah beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian.

Gejala PTSD bisa dikelompokkan ke dalam lima jenis, yaitu:

1. Ingatan yang mengganggu, contohnya selalu mengingat detail mengerikan dari kejadian tragis atau sering mimpi buruk tentang kejadian tersebut.

2. Kecenderungan untuk mengelak membicarakan atau memikirkan kejadian traumatis.

Kondisi ini ditunjukkan dengan menghindari tempat, kegiatan, atau orang yang memicu Ingatan untuk kejadian traumatis.

Baca: Bukannya Gila, Ternyata Berbicara pada Diri-sendiri Punya Manfaat dan Disarankan oleh Psikoterapis

Baca: 7 Langkah Membuat Anak Jadi Lebih Percaya Diri Ini Bisa Diterapkan untuk Anak yang Pemalu

3. Pola pikir yang berubah negatif. Pengidap PTSD cenderung memiliki perasaan negatif terhadap diri sendiri atau orang lain, merasa terasing.

4. Merasa putus asa dalam menghadapi masa depan, memiliki masalah ingatan termasuk mengingat aspek pentingdari kejadian traumatis serta kesulitan membina hubungan yang dekat dengan orang lain.

5. Perubahan emosi. Perubahan ini ditunjukkan dengan perbedaan reaksi secara fisik maupun emosi, seperti sulit berkonsentrasi, merasa sangat selalu waspada, mudah terkejut dan takut, mudah kesal atau marah, serta sulit tidur.

"Gejala PTSD ini dapat terjadi pada anak-anak serta orang dewasa. Namun pada anak anak, terdapat beberapa indikasi khusus yang juga harus diwaspadai. Indikasi tersebut meliputi sering melakukan reka ulang kejadian tragis melalui permainan, mengompol serta sangat gelisah saat berpisah dengan orangtua," jelasnya

Tambahnya, "Jika gejala PTSD berlangsung kurang dari empat minggu setelah kejadian traumatis, maka gejala tersebut tergolong ringan. Sedangkan untuk gejala yang sudah berlangsung lebih dari empat minggu, maka gejala tersebut dikategorikan berat. Oleh karena itu, observasi secara seksama perlu dilakukan, untuk melihat kondisi PTSD akan bertambah buruk atau membaik."

Baca: Dari Pelayanan Harian hingga Keluarga Pengganti, Pemprov Bali Tengah Siapkan Bantuan untuk Lansia

Baca: 5 Cara Menurut Psikolog Ini, Bisa Membantu Anda Berpikiran Positif di Tempat Kerja

Kombinasi terapi psikologis dan pemberian obat

Kombinasi penanganan diharapkan dapat mengatasi gejala dengan mempelajari cara mengatasi keadaan, memperbaiki pola pikir tentang diri sendiri dan orang lain, mengatasi masalah yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, serta cara menghadapi gejala yang diderita atau gejala yang dapat muncul kembali.

Terapi psikologi yang diberikan meliputi.

1. Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioural therapy (CBT).

Terapi yang biasanya dilakukan sebanyak 8 hingga 12 sesi ini bertujuan mengatasi masalah yang dihadapi dengan mengubah cara pikir dan bertindak.

2. Terapi desensitisasi gerakan mata dan pemrosesan ulang atau eye movement desensitisation and reprocessing (EMDR).

Terapi dengan menggerakkan mata ke samping mengikuti gerakan tangan terapis ini bertujuan meredakan gejala PTSD.

Baca: Data: 8,9 Persen Remaja Bali Alami Gangguan Mental, Buleleng Sumbang Angka Terbanyak

Meski demikian, belum diketahui secara jelas bagaimana cara terapi ini dapat mengatasi gejala PTSD.

3. Terapi penyingkapan (exposure therapy). Terapi ini bertujuan membantu pasien menghadapi keadaan secara efektif setelah mengalami peristiwa traumatis.

4. Terapi kelompok. Terapi ini bertujuan untuk mengatasi gejala PTSD pada diri pasien dengan cara membicarakan pengalaman traumatis bersama orang-orang lain dalam suatu kelompok yang memiliki pengalaman atau masalah serupa.

"Maka dari itu pentingnya dikonsultasikan," ujarnya lagi.

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved