REI Berharap Bank BUMN Bantu Program Rumah Subsidi

DPD Realestat Indonesia (REI) Bali berharap bank BUMN membantu penyaluran rumah murah subsidi pemerintah

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Suasana usai pertemuan DPD REI Bali dengan DPD RI, Arya Wedakarna di kantor REI Bali, Gatsu, Denpasar (24/5/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - DPD Realestat Indonesia (REI) Bali berharap bank BUMN membantu penyaluran rumah murah subsidi pemerintah atau yang biasa disebut Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Pasalnya, saat ini baru Bank BTN yang aktif membantu DPD REI Bali dalam urusan penyaluran dan pembiayaan FLPP ini kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Ini menjadi salah satu pembahasan kami, bertemu dengan anggota DPD RI, Arya Wedakarna. Selain membahas ihwal rencana hunian vertikal, dan pemilihan pengembang menjadi anggota," kata Ketua DPD REI Bali, Pande Agus Permana Widura, kepada awak media di Denpasar, Jumat (24/5/2019).

Sebab tanpa bantuan perbankan, khususnya bank BUMN maka penyaluran rumah murah subsidi ini tidak bisa berjalan dengan baik.

Apalagi ini adalah program sejuta rumah yang digadang-gadang pemerintah selama ini.

Apalagi target FLPP di Bali tahun 2019 mencapai 3.500 unit, dimana saat ini telah terbangun sekitar 2.000 unit yang didominasi di wilayah Singaraja.

Hanya saja, kata dia, hingga pertengahan tahun 2019 harga FLPP di Bali belum berubah.

"Sampai sekarang harganya masih Rp 148 jutaan, sementara kami berharap harganya naik menjadi minimal Rp 200 juta," sebutnya.

Sehingga pembangunan FLPP bisa merambah wilayah pinggiran kota, tidak terlalu masuk ke pelosok desa.

"Sekarang kan kendalanya, keberadaan rumah subsidi masih masuk ke wilayah pedesaan dan pedalaman dan kadang belum tentu diterima masyarakat adat di sana, kemudian konsumennya tidak bankable," jelasnya.

Sementara dukungan dari perbankan juga tidak ada, sehingga kian membuat pengembang kesulitan dan sebaran FLPP hanya mentok di 4 kabupaten seperti Tabanan, Singaraja, Karangasem, dan Jembrana saja.

Baca: OJK: Kredit UMKM Bali Tumbuh 7,83 Persen

Baca: Paparaja Kebanjiran Orderan Kerajinan Unta Jelang Lebaran

Padahal konsumen di wilayah lain juga banyak seperti Gianyar, Klungkung, dan Bangli bahkan Badung dan Denpasar.

"Jadi bukan berarti masyarakat Bali tidak mampu membeli rumah, tapi mungkin perbankan bisa mencarikan formula atau solusi bagi debitur yang sejatinya mampu tapi belum bankable," katanya.

Apalagi orang Bali, kata dia, adalah orang yang taat bayar cicilan sehingga dapat dipercaya.

Apalagi Kementerian PUPR berharap rumah FLPP ini, memang untuk masyarakat sekitar yang rumahnya tidak melebihi 10 Km dari tempatnya bekerja.

Setelah itu baru untuk pendatang.

Walau demikian, sejatinya backlog atau kebutuhan rumah di Bali mencapai 200 ribu dari 4 juta lebih warga Bali.

"Ini harus diselesaikan dan masyarakat harus memiliki rumah tinggal, makanya selain dukungan perbankan saya juga berharap kepada pemda untuk bisa menyukseskan di 9 kabupaten kota," katanya.

Untuk itu, ia menekankan agar developer benar-benar detail, sebelum membeli barang.

"Jangan sampai membeli lahan tapi proyek distop. Jadi harus dipelajari dari bawah termasuk dari adat desa pakraman," katanya.

Baca: BREAKING NEWS: Gunung Agung Keluarkan Suara Gemuruh, Erupsi Terjadi Pukul 19:23 WITA

Baca: Begini Cara Sopan Meminta dan Menawarkan Sesuatu ke Tamu Rusia

Untuk itulah, pihaknya sangat teliti memilih pengembang yang akan menjadi anggota REI Bali.

"Jadi pemilihan anggota pun, harus selalu ada rekomendasi dari anggota lainnya. Jadi ketika ada permasalahan akan sangat mudah bagi kami menyelesaikan," tegasnya.

Selain itu, diskusi dengan Arya Wedakarna, juga membicarakan kemungkinan hunian vertikal di Bali.

Mengingat penduduk yang kian bertambah, namun lahan tidak.

Hal ini membuat banyak rumah adat di Bali yang diubah menjadi kamar tidur, sehingga menghilangkan taksunya.

"Nah ini harus dicarikan solusi salah satunya ya hunian vertikal. Dengan zona tertentu jangan sampai lahan produktif untuk perumahan vertikal," katanya.

Anggota DPD RI, Shri Gusti Arya Wedakarna, mendengar aspirasi dari DPD REI Bali.

"Tentunya REI juga membantu perekonomian Bali, khususnya penyediaan perumahan untuk masyarakat. Dan dengan adanya program murah rumah bersubsidi dari pemerintah pusat. Maka sekarang kami bersinergi agar pengembang lokal yang ada di Bali mendapatkan kesempatan yang diprioritaskan jadi akan ada pertemuan lanjutan," katanya.

Baca: Koster Berencana Bangun Jalur Kereta Api dari Bandara ke Destinasi Pariwisata, Setuju?

Baca: Miliki 50 Butir Ekstasi dan 5 Paket Sabu-sabu, Oknum Ojol Divonis 10 Tahun Penjara

Ada beberapa rekomendasi dan aspirasi yang sudah masuk ke DPD RI, dan akan segera tindak lanjuti.

Salah satunya, kata dia, bagaimana memperbanyak anggota sindikasi bank BUMN untuk bisa membantu proses kredit untuk rumah subsidi ini.

Dan pihaknya pun akan segera bertemu dengan bank BUMN di Bali serta mengurusnya di pusat.

"Apakah nanti jumlah kuota anggaran, dan kebijakan Bali akan ditingkatkan. Apakah stagnan apakah dikurangi bahkan di moratorium pun bisa. Makanya saya mengamati dulu, apakah rumah ini bermanfaat  untuk masyarakat Bali secara umum. Jika bermanfaat tentu kita akan dukung," tegasnya.

Tetapi, kata dia, harus dirapikan sistemnya termasuk aturan di pemerintah kabupaten/kota.

"Hunian vertikal menjadi salah satu opsi dan kita tidak boleh menutup pikiran kita terhadap hal itu. Tentu kalau kita bicara tentang hunian vertikal membutuhkan revisi dari peraturan tata ruang Bali secara umum. Kita perlu landasan hukum yang lebih kuat, dan itu masuk ke dalam agenda saya tetapi terbatas dan mungkin memerlukan momentum yang tepat dan mungkin belum saat ini," katanya.

Apalagi menurutnya, saat ini perumahan masyarakat dan perumahan murah dengan tata ruang masih amburadul, tetapi ketika ini rapi pihaknya juga mudah membantu memperjuangkan.

"Kita realistis saja penduduk Bali akan bertambah, tetapi tanah ga bertambah dan kita tidak bisa berpikir konservatif sekarang kita harus berpikir maju ke depan. Cuma harus ada pengaturan karena Bali memiliki pedesaan, tempat ibadah seperti pura yang suci. Jadi mungkin solusi klaster atau zonasi dan tidak menggunakan lahan produktif," katanya.

Sehingga opsi ini harus terus digulirkan sehingga masyarakat tetap tercerahkan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved