9 Poin Raperda Perlindungan Tenaga Kerja di Bali, Pimpinan Perusahaan Diupayakan dari Lokal

DPRD bersama Pemerintah Provinsi Bali melanjutkan penyusunan regulasi yang bertujuan melindungi pekerja di Bali

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Widyartha Suryawan
(thikstockphotos)
Ilustrasi pekerja: DPRD bersama Pemerintah Provinsi Bali melanjutkan penyusunan regulasi yang bertujuan melindungi pekerja di Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - DPRD bersama Pemerintah Provinsi Bali melanjutkan penyusunan regulasi yang bertujuan melindungi pekerja di Bali.

Satu diantara isi perda ada ketentuan agar mengatur kewajiban bagi perusahaan menyiapkan orang Bali menjadi pimpinan perusahaan. 

Regulasi tersebut rencananya akan dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan.

Dari catatan Tribun Bali, hal-hal penting yang diatur dalam Perda, adalah: Pertama, terkait Pengaturan UMP yang merupakan pedoman upah minimum yang diberikan kepada pekerja di seluruh wilayah Provinsi Bali.

Kedua, mengenai penyusunan upah minimum sektoral untuk sektor pariwisata dan industri kreatif. Ketiga, perlindungan terhadap pekerja Bali.

Keempat, presentase tertentu menampung orang Bali. Kelima, adanya kriteria pengupahan dengan memasukkan beban sosial budaya menjadi komponen upah Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Keenam, mengatur kewajiban bagi perusahaan menyiapkan orang Bali menjadi pimpinan perusahaan. 

Ketujuh, mengatur kewajiban bagi perusahaan mempekerjakan pekerja disabilitas untuk diterima di perusahaan.

Kedelapan, pemberian hak mendirikan unit pekerja (organisasi/serikat pekerja) agar buruh di Bali lebih berdaya dan tidak tercerai berai.

Kesembilan, membangun paradigma baru bahwa pekerja adalah aset perusahaan.

Mengenai kesiapan tenaga lokal dalam posisi strategis di perusahaan, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Ardana Sukawati (Cok Ace) menyatakan, dari 160 hotel berbintang 4 dan 5 di Bali, sebanyak 40 orang Bali yang menduduki pada level General Manager.

“Dulu tidak pernah orang Bali mendapat posisi itu. Bahkan asosiasi General Manager itu sekarang ketuanya orang Bali,” ungkapnya.

Upah di Bali Sangat Rendah
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta menilai tingkat kesejahteraan pekerja di Bali, baik dari penghasilan maupun statusnya belum layak.

Maka dari itu, dalam Perda ini nantinya akan dibuatkan ruang memasukkan sistem pengupahan sektoral, selain Upah Minimum Provinsi (UMP) yang sudah diberlakukan saat ini.

Menurut Parta, kalau dipaksakan UMP-nya besar untuk seluruh sektor pekerjaan dikawatirkan akan memberatkan UKM yang kecil dan baru tumbuh.

Maka dari itu, solusi yang ditawarkan dalam Perda nantinya adalah memakai sistem pengupahan sektoral yang dikhususkan untuk bidang pekerjaan yang mayoritas digeluti masyarakat Bali, seperti pariwisata dan industri kreatif.

“Oleh karena itu kita akan membuat celah tentang bentuk dan sistem pengupahan yang baru, yang disebut dengan Upah Sektoral Provinsi untuk pekerjaan mayoritas warga Bali, yaitu pariwisata dan industri kreatif,” kata Parta usai sidang paripurna di Ruang Rapat Utama DPRD Provinsi Bali.

Selanjutnya, bagi UKM-UKM yang tidak sanggup membayar dengan upah sektoral tetap bisa menggunakan UMP.

Dilihat dari besaran UMP yang diterima pekerja Bali, kata dia, jumlahnya lebih kecil dari daerah-daerah lain di Indonesia. Parta mencontohkan UMP beberapa Provinsi di Indonesia.

“UMP Bali saat ini Rp 2.3 juta, Jakarta Rp 3,94 juta atau hampir Rp 4 juta, Kalimantan Timur 2,65 juta, Kalimantan Tengah Rp 2,61 juta, Maluku Rp 2,4 juta, dan  Papua Barat Rp 2,8 juta. Maka penting sekali membuat upah sektoral agar upah Bali tidak kalah dengan daerah-daerah itu,” terang Parta.

Uang Servis Persulit Penerapan Upah Sektoral
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Ardana Sukawati (Cok Ace) menyatakan sepakat dengan pengaturan upah sektoral khusus untuk bidang pariwisata dan Industri kreatif.

“Saya setuju apapun yang tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat. Ayo duduk bersama dan bicarakanlah,” kata Cok Ace.

Mengenai besaran UMP, kata dia, hal itu merupakan hasil kesepakatan bersama di Dewan Pengupahan.

Lanjutnya, untuk pengupahan sektoral hanya Kabupaten Badung  satu-satunya yang menerapkannya di seluruh Indonesia.

Kenapa Bali tidak menerapkan sistem pengupahan sektoral?

Menurut Cok Ace, pertimbangannya karena Bali tidak memiliki industri manufacturing dan yang diandalkan hanyalah industri jasa.

Sedangkan di industri jasa ada uang service yang bisa didapat untuk menambah penghasilan dan bisa dibawa pulang. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved