Berita Bali
AMBANG Batas Modal PMA Jadi Rp100 Miliar, Pemprov Bali Bidik Sharing Investor Berkualitas
Di antaranya dengan kondisi dan karakteristik daerah, khususnya Bali yang padat investasi dan memiliki struktur sosial-budaya yang unik.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM — Reformasi Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (OSS RBA) perlu dilakukan agar lebih sinkronisasi. Di antaranya dengan kondisi dan karakteristik daerah, khususnya Bali yang padat investasi dan memiliki struktur sosial-budaya yang unik.
Gubernur Bali Wayan Koster menilai sistem perizinan yang sepenuhnya otomatis telah menghilangkan peran pemerintah daerah. Bahkan izin bagi Penanaman Modal Asing (PMA) bisa terbit tanpa verifikasi kabupaten/kota.
“Dengan modal hanya 10 miliar, banyak investor asing leluasa masuk. Padahal angka itu sering hanya tercatat di atas kertas. Praktiknya di bawah 1 miliar, tapi mereka sudah menguasai jenis-jenis usaha rakyat,” ujar Koster saat memimpin rapat koordinasi evaluasi OSS RBA bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten/Kota se-Bali, dan Tim Pengkaji Regulasi OSS di Ruang Rapat Kertasabha, Jayasabha, Denpasar, Rabu (8/10).
Baca juga: ASET BPD Bali Meningkat Hingga Rp 42,4 Triliun, Tidak Terlepas Dukungan Penyertaan Modal
Baca juga: BARBAR Alih Fungsi Lahan di Badung, Melonjak Drastis, Masa Kepemimpinan Giri Prasta Capai 348 Hektar

Koster pun mengusulkan ambang batas modal PMA sebesar Rp 10 miliar sudah tidak relevan untuk Bali. “Bagi Bali yang nilai ekonominya tinggi, angka Rp 10 miliar itu terlalu rendah. Kita usulkan dinaikkan menjadi Rp 100 miliar agar investor asing yang masuk benar-benar berkualitas,” ujar Koster.
Ia menambahkan, selama ini modal tersebut jarang terealisasi. Banyak izin hanya formalitas administratif tanpa realisasi lapangan. “Inilah yang membuat investasi asing membanjiri sektor kecil yang seharusnya menjadi ruang hidup pelaku local,” katanya.
Koster mencontohkan, di Kabupaten Badung saja lebih dari 400 orang asing memiliki usaha rental kendaraan, belum termasuk usaha bahan bangunan dan kuliner yang berdiri di lahan milik warga lokal. “Kalau dibiarkan, pelaku luar akan membanjiri sektor ekonomi kita. Ruang usaha anak-anak Bali diambil, ekonomi rakyat akan lumpuh,” katanya.
Menurutnya, kondisi ini merupakan akibat langsung dari norma OSS yang seragam secara nasional, tanpa memperhatikan kondisi daerah yang padat investasi seperti Bali.
“Bali tidak bisa dipukul rata dengan daerah lain. Kita harus naik kelas, butuh norma yang berbeda dan kewenangan yang lebih besar di daerah,” tegasnya. Koster menyoroti lemahnya pengawasan daerah yang berdampak langsung pada pelanggaran tata ruang.
“Kewenangan kabupaten/kota terbatas, RDTR banyak yang belum lengkap. Akibatnya, izin bisa terbit di kawasan yang seharusnya dilindungi,” ujarnya.
Dalam rapat kemarin, membahas berbagai persoalan implementasi OSS, mulai dari ketidaksinkronan norma pusat dan daerah, lemahnya verifikasi izin, hingga dampaknya terhadap kemandirian ekonomi masyarakat Bali. Koster menilai akar masalah OSS RBA ada pada ketidakharmonisan norma antara regulasi pusat dan daerah.
“Norma yang diatur di PP dan undang-undang pusat berlaku umum, padahal di bawah kita punya perda RTRW dan RDTR yang seharusnya jadi acuan utama. Akibatnya, izin usaha bisa keluar meskipun melanggar tata ruang,” kata Koster.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra menambahkan, akar persoalan OSS RBA juga terletak pada hilangnya verifikasi dokumen dan verifikasi faktual dalam proses izin.
“Sekarang izin bisa keluar hanya dengan surat pernyataan, tanpa pembuktian. Tidak ada verifikasi modal, lokasi, atau kelengkapan dokumen. Semua berjalan otomatis,” jelas Dewa Indra.
Ia menyebutkan banyak izin pariwisata keluar tanpa pengawasan, bahkan bangunan berdiri di sempadan sungai dan pantai. Ironisnya, sektor pariwisata yang jelas berisiko tinggi justru diklasifikasikan sebagai risiko rendah dalam sistem OSS.
“Seharusnya sektor pariwisata di Bali dikategorikan risiko tinggi. Kalau izinnya terlalu mudah, dampaknya sangat besar terhadap lingkungan dan masyarakat,” tegasnya.
Usulan Kenaikan Ambang Modal PMA Untuk Investasi di Bali Akan Diajukan ke Pemerintah Pusat |
![]() |
---|
Pemkot dan Pemkab Se-Bali Terdampak Pemangkasan TKD, Denpasar Kehilangan Rp 244 Miliar |
![]() |
---|
Saring Investor Berkualitas, Pemprov Bali Usul Ambang Batas Modal PMA Jadi Rp 100 Miliar |
![]() |
---|
Koster Buka Posko 24 Jam untuk Turis di Seluruh Destinasi Wisata di Bali |
![]() |
---|
Pro Kontra Pabrik WNA Rusia di Kawasan Tahura, Supartha: Itu Kawasan Resapan Air |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.