Fintech Bisa Dukung UMKM Unbankable, Akun Kredit Perbankan UMKM Baru 16 Juta
Materi 'Pelatihan dan Gathering Media Massa Bali dan Nusa Tenggara' satu diantaranya mengenai Fintech Peer to Peer Lending
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Fintech Bisa Dukung UMKM Unbankable, Akun Kredit Perbankan UMKM Baru 16 Juta
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Materi 'Pelatihan dan Gathering Media Massa Bali dan Nusa Tenggara' satu diantaranya mengenai Fintech Peer to Peer Lending.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Technology Hendrikus Passagi memberikan pemahaman ke puluhan media dari Bali dan Nusa Tenggara tentang financial technology (Fintech), regulasi dan praktik di lapangan.
“Banyak sekali UMKM, seperti pedagang asong yang membutuhkan dana cepat, tapi kadang dia tidak bankable,” ujarnya di Novotel Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (30/6/2019).
Ia menjelaskan, Fintech sangat membantu pembiayaan khususnya untuk kalangan UMKM yang unbankable atau tidak dilayani bank umum.
“Jumlah UMKM di Indonesia sekitar 60 juta, kontribusi UMKM sekitar 60 persen dari GDP, menyerap tenaga kerja sekitar 95 persen, dan jumlah UMKM sekitar 99 persen dari total keseluruhan usaha,” katanya.
Baca: Create History! Paulo Sergio Bertekad Bawa Bali United Juara Liga
Baca: 6 Fakta Pernikahan Pasangan Lansia di Gunung Kidul, Mbah Kirman Buktikan Cinta Tak Kenal Usia
Namun, berita buruknya rekening kredit perbankan UMKM hanya sekitar 16 juta akun, dengan jumlah kredit UMKM hanya sekitar Rp 1.000 triliun atau Rp 60 juta per UMKM.
“Lebih dari sekitar 40 juta UMKM belum memiliki akses pendanaan perbankan secara berkeadilan. Sekitar Rp 2.400 triliun pendanaan UMKM yang belum dapat dipenuhi perbankan karena SC,” sebutnya.
Padahal, kata dia, UMKM sangat potensial dan berpengaruh di Indonesia.
“Sehingga banyak yang mencari lintah darat,” imbuhnya.
Lanjutnya, banyak UMKM menjalankan usaha tidak maksimal karena kekurangan modal. Sekitar Rp 800 triliun sampai Rp 1.600 triliun yang diperlukan untuk 60 juta UMKM ini.
“Bank tidak mudah memberikan UMKM akses dana, karena harus menjaga prinsip kehati-hatian dalam analisa kreditnya. Karena uang masyarakat yang dihimpun oleh bank, apalagi jika UMKM yang unbankable,” tegasnya.
Baca: Diminta Ucapkan Selamat Kepada Jokowi-Maruf, Sandiaga Uno : Itu Kan Kayak Budaya Barat Ya
Baca: Makanan yang Harus Dihindari Penderita Autoimun, dari Roti hingga Mi Instan
Untuk itu, diperlukan industri jasa keuangan yang bisa lebih fleksibel dan mampu memfasilitasi UMKM ini seperti salah satunya fintech.
Ia menjelaskan konteks Fintech Peer to Peer Lending sangat sederhana.
“Jadi seseorang punya kelebihan likuiditas yang dipertemukan dengan yang membutuhkan. Nah inilah dipertemukan oleh fintech,” katanya.
Atau secara harfiah, layanan pinjam meminjam uang secara langsung antara kreditur atau lender (pemberi pinjaman) dan debitur atau borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi.
“Orang mau ambil kredit susah karena dua hal yaitu pendapatan dan agunan. Jadi bisa dibantu dengan Fintech ini, di mana bunganya 0,8 persen per hari,” katanya.
Baca: 4 Atlet Muaythai Bali Ini Diharapkan Lolos ke PON 2020, Peraih Medali Kejurnas & Liganas 2019
Baca: Istri Anang Hermansyah Digugat Rekan Bisnisnya Rp 9,4 M, Ashanty Dituduh Langgar Kerjasama Ini
Menurutnya, ini sangat membantu UMKM khususnya yang membutuhkan dana segar segera. Hingga saat ini OJK mencatat 113 Fintech Peer to Peer Lending yang berizin di Indonesia.
Sempurnakan Regulasi
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Technology Hendrikus Passagi mengatakan, Fintech sebenarnya pertama kali berkembang di Inggris pada 2005, kemudian pada 2006 berdiri juga di Amerika Serikat. Kemudian berkembang pesat di China.
Saat ini, OJK terus menyempurnakan regulasi, untuk penyempurnaan Fintech ini.
Termasuk mendorong pemerintah dan dewan di pusat dalam membentuk undang-undang tentang Fintech ini, sehingga yang ilegal bisa ditindak.
Hingga saat ini, kata dia, OJK mencatat ada 113 Fintech berizin terdaftar di OJK. Kemudian ada 947 Fintech ilegal, yang telah ditutup oleh Satgas Waspada Investasi.
Selain itu, per 31 Mei 2019 OJK mencatat akumulasi rekening lender mencapai 480.262 di Indonesia.
Akumulasi rekening borrower mencapai 8,7 juta entitas. Akumulasi transaksi borrower mencapai 29 juta akun. Dengan jumlah akumulasi penyaluran pinjaman Rp 41 miliar lebih. (*)