Kisah Sukses Suamba Bisnis Pertanian: Modal Awal Rp 500 Ribu, Kini Raup Omzet Rp 28 Juta Per Bulan
Di usianya yang baru 28 tahun, ia sukses raih omzet puluhan juta rupiah tiap bulan dari usahanya itu
Penulis: Alfonsius Alfianus Nggubhu | Editor: Irma Budiarti
Kisah Sukses Suamba Bisnis Pertanian: Modal Awal Rp 500 Ribu, Kini Raup Omzet Rp 28 Juta Per Bulan
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Berita Gianyar Bali hari ini, seputar pengusaha sukses Bali, mungkin bagi Anda adalah sebuah hal yang biasa jika melihat petani menjual hasil kebunnya seperti sayuran, buah-buahan atau umbi-umbian ke pasar.
Tentunya sudah tidak terhitung berapa puluh kali Anda melihatnya.
Anda juga mungkin tidak akan berdecak kagum bila melihat kios-kios atau toko-toko pertanian menjual benih (biji, stek atau rimpang) tanaman sebagai bahan tanam.
Lazimnya petani menjual hasil usahanya dalam bentuk buah-buahan segar atau sayuran hijau, bahkan serealia bernas yang sudah siap dikonsumsi.
Tetapi pernahkah dalam keseharian Anda melihat seseorang menjual bibit atau anakan sayuran dalam skala dan jumlah yang sangat besar kepada petani?
Ini jarang sekali ditemukan, bahkan mungkin hampir sebagian kalangan orang tidak pernah menjumpainya.
Adalah I Wayan Suamba, pemuda asal Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Gianyar, Bali, saat ini sedang menggeluti usaha itu.
Ia meneropong bisnis budidaya pertanian dari sudut pandang yang lain yang jarang orang lain lakukan.
Baca: Tangkapan Kembali Meningkat, Nelayan di Karangasem Semringah
Baca: Putri Amerika Serikat Juara Dunia Lagi, Rapinoe Pemain Terbaik Raih Sepatu dan Bola Emas
Penampilannya yang sederhana, rendah hati dan murah senyum membuat sosok ini pantas untuk dikagumi.
Di usianya yang baru 28 tahun, ia sukses raih omzet puluhan juta rupiah tiap bulan dari usahanya itu.
Ditemui di kediamannya, Suamba, begitu dia akrab disapa, tidak sungkan berbagi kisah suksesnya membangun bisnis pertanian ini kepada Tribun Bali.
Saat berkunjung ke sana, Anda akan disambut kabut tipis khas daerah dataran tinggi dengan suhu udara mencapai 18 derajat celcius.

Lumayan dingin bagi mereka yang tidak terbiasa tinggal di daerah dengan suhu di bawah rata-rata.
Di tengah hawa yang membuat sebagian orang harus memakai jaket itu, ternyata tersimpan harta karun yang luar biasa besarnya.
Di kiri dan kanan jalan menuju Desa Kerta, mata Anda akan dimanjakan oleh keindahan hamparan lahan pertanian milik warga setempat.
Suasana pedesaan yang asri nan jauh dari keramaian dan polusi, masih bisa dijumpai di Desa Kerta.
Alamnya seakan masih perawan, belum terjamah modernisasi berlebihan.
Baca: Begini Pengakuan Gede Suri Berupaya Perkosa Tetangganya di KAndang Babi, Suami Datang Dengar Jeritan
Baca: Kalahkan Peru 3-1 di Final, Brasil Raih Gelar Juara Copa America 2019
Di bawah langit Desa Kerta yang dingin itu juga I Wayan Suamba membangun bisnisnya yang tidak biasa.
Bisnis pertanian yang kerap dianggap bisnis kotor ini, ia beri nama Tunas Dewata Nursery.
Tunas Dewata Nursery merupakan pusat pembibitan segala jenis tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan.
Ada lebih dari 30 jenis tanaman yang ia budidayakan saat ini, mulai dari tanaman hortikultura (kubis, brokoli, pepaya, terong, tomat, dll), tanaman perkebunan seperti kopi, dan tanaman kehutanan seperti sengon.
Saat tiba di Tunas Dewata Nursery, Anda akan disambut hangat oleh hamparan bibit tanaman di bawah tenda beratap plastik UV khas tempat pembibitan.

Suamba mulai membangun bisnis ini tahun 2015. Ia menuturkan bisnis pembibitan ini sebagai salah satu bentuk pelayanannya kepada para petani.
Berawal dari keprihatinannya pada para petani di Desa Kerta yang kesulitan mendapatkan bibit tanaman berkualitas, ia kemudian membuka sentra pembibitan ini.
Selain itu, dunia pertanian yang sudah sangat dekat dengan dirinya, juga menjadi salah satu cambuk baginya untuk tetap bercocok tanam.
Baca: Simulasi Skuat di Small Side Game, Sosok Ini Disiapkan pada Laga Bali United Kontra Barito Putera
Baca: Pengemudi Mini Bus Tancap Gas Setelah Tewaskan Dadong Minteg, Warga Kejar Pelaku Tabrak Lari
Kondisi lahan pertanian di Bali yang setiap tahun semakin berkurang juga membuatnya semakin semangat menekuni bisnis di bidang pertanian.
Baginya, sektor pertanian akan selalu dibutuhkan sampai kapanpun meski tergerus oleh sektor-sektor lain yang lebih populer dan mendatangkan penghasilan.
“Selama manusia masih butuh makan, pertanian tidak akan pernah mati,” kata Suamba saat ditemui di kediamannya.

Dengan modal awal Rp 500 ribu untuk pengadaan sarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida.
Ia mengaku selama menjalani bisnis bibit tanaman bukannya tidak memiliki kendala.
Sama seperti bisnis-bisnis yang lain, kendala dan kegagalan itu pasti selalu ada. Baginya, bagaimana cara kita bangkit dari kegagalan itu yang penting.
“Bisnis pasti ada gagalnya, tahun awal kami sempat mengalami kegagalan beberapa kali karena bibit tidak laku, mungkin karena saat itu petani di sekitar sini belum kenal Tunas Dewata Nursery,” ujar Suamba sembari menyeruput kopi hitam yang sejak tadi dingin di gelasnya.
“Tapi kami tidak menyerah, kami tetap beruasaha dengan melakukan promosi ke petani-petani yang ada di sekitar Payangan,” lanjut dia.
Baca: 5 Kota di Bali Diprediksi Cerah Hari Ini, Berikut Prakiraan Cuaca Menurut BMKG
Baca: Setengah Badan Dewi Sri Dipajang di Center Point Subak Jatiluwih
Waktu berjalan, Tunas Dewata Nursery makin dikenal para pelaku bisnis pertanian, bisnis ini pun mulai berkembang makin pesat.
“Saat ini hampir kewalahan menyediakan bibit karena permintaan makin banyak,” ujar lulusan Magister Pertanian Lahan Kering Unud ini.
Kepada Tribun Bali ia mengakui omzetnya saat ini sudah mencapai Rp 28 juta per bulannya.
“Omzet usaha ini sudah melebihi gaji profesor, usaha ini dalam sebulan bisa menghasilkan omzet sekitar Rp 28 juta,” ucap Suamba.
Karena sukses menjalankan bisnisnya, Suamba juga pernah ditawari menjadi dosen di salah satu Universitas di Kota Denpasar.
Tetapi Suamba dengan tegas menolak ajakan itu. Ia lebih memilih tetap menekuni usahanya saat ini.
Di ujung percakapan dengan Tribun Bali, ia berpesan kepada kaum muda terutama para lulusan Sarjana Pertanian untuk tidak malu berwirausaha di bidang pertanian.
"Kalau bukan kita yang melestarikan budaya bertani, lalu siapa lagi?” ujar Suamba tegas. (*)