PPDB SMA 2019 di Jembrana, SMA/SMK Swasta Terancam Tidak Dapat Rombel

12 SMA/SMK Swasta di Jembrana ketar-ketir tidak akan mendapatkan siswa karena ada optimalisasi daya tampung PPDB SMA Negeri

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
(Foto tidak terkait berita) PENGUMUMAN - Suasana pengumuman PPDB di SMKN 1 Bangli, Jumat (5/7/2019). PPDB SMA 2019 di Jembrana, SMA/SMK Swasta Terancam Tidak Dapat Rombel 

PPDB SMA 2019 di Jembrana, SMA/SMK Swasta Terancam Tidak Dapat Rombel

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Kabar Jembrana hari ini, 12 SMA/SMK Swasta di Jembrana ketar-ketir tidak akan mendapatkan siswa.

Dipastikan, ada beberapa SMA/SMK yang akan kesusahan, bahkan tidak mendapat rombongan belajar (rombel).

Itu seiring dengan kebijakan gelombang II Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) oleh Dinas Pendidikan Provinsi Bali.

Ketua Badan Musyawah Perguruan Swasta (BMPS) Jembrana, I Ketut Udara Narayana menyatakan, Dinas Pendidikan Provinsi Bali mengingkari rapat yang dilakukan di kantor Disdik Provinsi Bali, beberapa waktu lalu.

Dalam rapat yang dihadiri oleh Disdik dan perwakilan SMA/SMK Swasta Bali, menyepakati tidak ada gelombang II PPDB. Dan dalam PPDB tidak akan ada penambahan rombel oleh SMA/SMK Negeri.

Karena gelombang II yang digelar akan merugikan SMA/SMK Swasta untuk mencari calon siswa.

Sehingga, SMA/SMK Swasta itu tidak akan mendapat kuota standar dalam penerimaan siswa.

Namun, optimalisasi PPDB pada Sabtu (6/7/2019) dan Minggu (7/7/2019) kemarin, tetap dilakukan.

Dengan demikian, pemerintah menutup peluang calon siswa yang gagal dalam sistem zonasi dan prestasi masuk swasta.

Akibatnya, SMA swasta pun sempoyongan dengan kebijakan tersebut.

Baca: Pengembangan SDM & Produk Tani, Menyikapi Kesenjangan Kawasan Nikosake dengan Tabanan Timur & Utara

Baca: Fede du Cinema Putar Belle et Sebastian di Bentara Budaya Bali

"Ya kami melihat ini menyalahi kesepakatan yang telah disepakati kemarin (beberapa waktu lalu)," ucapnya, Minggu (7/7/2019).

Dari data yang dihimpun, 12 SMA/SMK di Jembrana ialah SMA (SLUA) Saraswati Melaya, SMA Diponegoro Negara, SMA Gilimandala, SMA Ngurah Rai Negara, SMA PGRI Negara, SMA PGRI Pekutatan, SMA Saraswati Negara, SMA Sutha Dharma, SMK MARSUDIRINI, SMK PGRI 1 Negara, SMK PGRI 2 Negara dan SMK TP 45 Negara.

"Untuk SMK Marga Ginawe tahun ini memang tidak mencari siswa," jelasnya.

Ia mengurai, dalam PPDB sistem zonasi ini akan ada sekitar 4.000-an lulusan SMP.

Dari jumlah tersebut, SMA/SMK Negeri Jembrana membutuhkan kuota sekitar 3.300-an siswa.

Sebelum adanya optimalisasi daya tampung PPDB atau PPDB Gelombang II, maka SMA/SMK Swasta Jembrana mendapat bagian 702 siswa.

Namun, jumlah total awal itu menyusut seiring dengan PPDB gelombang II, yang membutuhkan 200-an siswa lagi. Jatah kuota siswa SMA di Jembrana pun menyisakan hanya sekitar 502 siswa.

Dengan sisa 502 siswa ini, dipastikan sangat sulit untuk mencari satu rombel. Terisi pun, satu rombel akan di bawah standar 38 siswa.

"Kebijakan ini sangat merugikan dan itu pun rekomendasi dari Dewan," ungkapnya.

Baca: Proyek Perpanjangan Runway Bandara Ngurah Rai Segera Dikerjakan

Baca: Bali United Muda Diimbangi Borneo FC 1-1, Seri 2 Elite Pro Academy Liga 1 U-18 2019

Ia mengaku, di SMK TP 45 yang dikelolanya memang tidak berdampak signifikan. Ringkas kata, dari target 252 siswa, sudah terisi untuk mengisi 7 rombel. Satu rombel diisi oleh 36 calon siswa.

Sedangkan di SMA/SMK Swasta lain akan menjadi polemik. Sebab, dengan 502 siswa, sedangkan setengahnya sudah di tempatnya. Sisanya hanya sekitar 250 siswa yang akan mengisi 11 sekolah.

Ketika 250-an itu dibagi, paling tidak hanya tujuh sekolah yang mendapat satu rombel.

Itu dihitung satu rombel per sekolah dengan jumlah 36 siswa. Nah, empat sekolah lainnya ini tentu saja tidak mendapat siswa.

"Ini sama saja 'negerinisasi'. Dan membunuh sma swasta secara pelan-pelan," tegasnya.

Saat ini, SMA/SMK Swasta di Jembrana, terutama 11 sekolah lain sedang berlomba mendapatkan murid. Terisi satu rombel saja, maka akan sangat menguntungkan.

Itu pun hanya akan diisi paling tidak 36 siswa, atau di bawah standar 38 siswa dalam satu rombel.

Belum lagi, kebijakan ini sangat berdampak pada banyaknya guru sertifikasi.

"Kita sangat prihatin. Kan banyak guru sertifikasi, tapi karena minim jam mengajar (tidak ada murid), nanti akan tidak terbayar. Nah inilah yang tidak dipikirkan pemerintah," bebernya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved