Terungkap dalam Sidang Kasus Kematian Bayi di TPA Denpasar, Tina Tak Miliki Keahlian Merawat Anak
Kasus kematian seorang bayi di Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare Denpasar menjalani persidangan perdana.
Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kasus kematian seorang bayi di Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare Denpasar menjalani persidangan perdana.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui karyawan yang merawat korban tak memiliki keahlian merawat anak.
Dua terdakwa yang jalani persidangan ini adalah Listiani alias Tina (39) selaku karyawan dan Ni Made Sudiani Putri (39) sebagai pengelola TPA di Jalan Badak Sari I, Denpasar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heppy Maulia Ardani mewakili Jaksa GA Surya Yunita PW membacakan surat dakwaan untuk Sudiani.
TPA tersebut memiliki 10 karyawan, terdiri dari 9 perempuan sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki di bagian keuangan.
Selain itu, anak yang bisa dititipkan berumur 0 bulan sampai 7 tahun, jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Setiap harinya, anak-anak yang dititipkan di tempat tersebut kurang lebih 50 anak yang terdiri dari 0 bulan sampai 2 tahun sebanyak 20 anak, 2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 10 anak, dan 3 tahun sampai 7 tahun sebanyak 20 anak.
Sementara rasio pengasuh yakni 5 bayi diasuh 1 pengasuh, 8 anak usia sedang diasuh 1 pengasuh dan 10 anak usia besar diasuh 1 pengasuh.
Untuk biayanya, Rp 100 ribu per hari untuk 1 anak dan Rp 900 ribu per bulan untuk 1 anak.
"Terdakwa dalam mencari karyawan dengan cara mengiklankan melalui aplikasi, tanpa adanya persyaratan mengenai pendidikan, pengalaman bekerja dalam hal pengasuhan anak dan batasan usia. Pun jika diterima dilakukan pelatihan oleh karyawan senior tanpa dilakukan pelatihan oleh pihak yang ahli atau kompoten dalam bidang pengasuhan dan perawatan anak," beber jaksa.
Diungkap Kamis, 9 Mei 2019 pukul 07.00 Wita, saksi Andika Anggara mendatangi tempat tersebut menitipkan kedua anaknya K dan ENA yang diterima saksi Evi Juni Lastrianti.
Kemudian ENA yang berusia 3 bulan diserahkan ke Listiani.
Pukul 13.00 Wita, terdakwa Sudiani mendatangi tempat tersebut, namun hanya mengecek operasional. Karena menganggap tidak ada masalah, pukul 16.00 Wita terdakwa meninggalkan tempat.
Pukul 15.00 Wita, Listiani berusaha menenangkan ENA yang menangis. Listiani melilit badan ENA dengan kain (membedong) dan memberi susu melalui botol dot.
"Bahwa kemudian Listiani menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa. Lalu Listiani menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiani kemudian meninggalkan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," terang Jaksa Kejari Denpasar ini.
Pukul 17.50 Wita, Listiani baru menengok korban ENA, itupun karena ada pemberitahuan korban akan dijemput neneknya.
Namun saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban sudah dalam keadaan lemas.
Dalam keadaan panik, Liastiani menggosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.
Atas perintah Sudiani, korban dilarikan ke RS Bros menggunakan motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban tidak dapat tertolong.
Hasil visum et repertum, pada korban ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru.
Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.
"Bahwa Listiani tidak punya keahlian dalam perawatan dan pengasuhan bayi, Listiani hanya mengikuti arahan yang diajarkan oleh terdakwa Sudiani dan karyawan senior. Begitu juga dengan terdakwa yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan dan pengasuhan anak," ungkap Jaksa Happy.
Lebih lanjut, masih dalam dakwaan untuk terdakwa Sudiani, bahwa TPA yang dikelolanya melanggar pelbagai ketentuan.
Mulai dari diisi oleh karyawan tidak profesional sebagaimana disyaratkan dalam peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137/2014 tentang standar Nasional pendidikan anak usia dini, hingga belum mendapat izin dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Kota Denpasar.
Terdakwa Dijerat Pasal Perlindungan Anak
Karyawan dan pemilik Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Keduanya terdakwa menjalani sidang (berkas terpisah) terkait kasus kematian bayi berusia tiga bulan berinisial ENA yang dititipkan orang tuanya di TPA tersebut.
Keduanya didudukan secara bersamaan di muka sidang yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Namun keduanya menjalani sidang dakwaan dengan berkas terpisah.
Terlebih dahulu, Jaksa Heppy Maulia Ardani mewakili Jaksa GA Surya Yunita PW membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Sudiani.
Kemudian disusul membacakan dakwaan terdakwa Listiani. Keduanya diancam UU perlindungan anak dengan ancaman hingga 12 tahun penjara.
"Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 76D jo Pasal 77B Undang-Undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," jelas Jaksa Happy.
Atau kedua, bahwa Sudiani disebutkan bahwa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 359 KUHP. (*)