KPK Geledah Rumah Dhamantra di Denpasar, Kasus Dugaan Suap Impor Bawang

Petugas KPK telah melakukan penggeledahan di 19 lokasi terkait kasus dugaan suap impor bawang yang melibatkan Dhamantra

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota DPR RI I Nyoman Dhamantra mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/8/2019). KPK menahan enam orang tersangka dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus dugaan pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019 dengan barang bukti uang 50 ribu dolar Amerika serta bukti transfer sebesar Rp 2,1 miliar. KPK Geledah Rumah Dhamantra di Denpasar, Kasus Dugaan Suap Impor Bawang 

Kemudian, kantor Asia Tech milik Mirawati di Jalan Cilandak KKO dan Apartemen Cosmo Thamrin City, Tanah Abang milik Zulfikar.

Dalam kasus suap impor bawang putih, KPK menetapkan enam tersangka. Saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK menangkap 13 orang.

Untuk tiga orang tersangka yakni sebagai penerima suap, I Nyoman Dhamantra (INY) selaku Anggota DPR 2014-2019 dari fraksi PDIP, Mirawati Basri (MBS) orang kepercayaan Dhamantra, dan Elviyanto (ELV) pihak swasta.

Kemudian, sebagai pihak pemberi suap adalah Chandry Suanda (CSU) pihak swasta, Doddy Wahyudi (DDW) pihak swasta, dan Zulfikar (ZFK) selaku pihak swasta.

Dhamantra diduga meminta jatah fee sebesar Rp 3,6 miliar dan Rp 1.700-1.800 tiap kilogram lewat tersangka Mirawati untuk mengurus izin kuota 20 ton bawang putih.

Uang tersebut berasal dari Dody dan Chandra. Dhamantra mendapatkan jatah Rp 2 miliar melalui transfer rekening money changer milik anaknya.

Dukung Sanksi Adat

Sementara itu, usulan Gubernur Bali Wayan Koster untuk memberikan sanksi tambahan berupa sanksi adat bagi krama Bali yang terlibat korupsi sesuai awig-awig atau pararem yang berlaku di desa adat asalnya, mendapat tanggapan positif dari Bendesa Agung Majelis Desa Adat, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet.

Ida Bendesa, begitu sapaannya, menyatakan sepakat terkait pengenaan sanksi adat bagi koruptor, setelah menjalani sanksi pidana.

Menurutnya sanksi adat yang bisa diberikan berupa sanksi sosial oleh desa adat.

“Nanti bisa saja sanksi sosial ditambahkan dalam pararem,” kata Ida Bendesa saat ditemui setelah Upacara Peringatan HUT Proklamasi di Lapangan Niti Mandala Renon, Sabtu (17/8/2019).

Ia menambahkan, usulan itu merupakan sebuah ide yang bagus sehingga krama Bali bisa benar-benar bebas dari korupsi.

Sanksi sosial itu tujuannya untuk memberi efek jera, sehingga menimbulkan rasa malu sebagai koruptor.

Selain koruptor, kata dia, sanksi sosial bisa juga diberikan untuk pengedar maupun pengguna narkoba.

“Untuk tindak pidana umum biasa tidak, mungkin narkoba ya, korupsi ya. Begitu,” ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum FKUB Bali ini.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved