Pariwisata Sumbang Devisa US$ 8 Miliar ke Negara, Nyoman Parta Ungkap Kondisi Pekerja di Bali

Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta mengatakan, pariwisata Bali menyumbang devisa sekitar US$ 8 miliar bagi Negara

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN BALI/WEMA SATYA DINATA
Baca Laporan-Ketua Ketua Pansus Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta membaca laporan Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dalam Sidang Paripurna di Ruang Rapat Utama Kantor DPRD Bali, Selasa (20/8/2019). 

Pariwisata Sumbang Devisa US$ 8 Miliar ke Negara, Nyoman Parta Ungkap Kondisi Pekerja di Bali

 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - DPRD Provinsi Bali bersama pihak eksekutif menggelar rapat paripurna ke-17 dengan agenda mendengarkan laporan dewan terhadap pembahasan delapan Ranperda, serta pendapat akhir kepala daerah.

Satu di antara Ranperda yang telah mendapat persetujuan dan telah siap untuk ditetapkan menjadi Perda adalah Perda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.

Dalam laporannya, Ketua Pansus Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta mengatakan, pariwisata Bali menyumbang devisa sekitar US$ 8 miliar bagi Negara Indonesia pada tahun 2018.

Selanjutnya pariwisata Bali juga memberikan dampak positif ekonomi berantai bagi Bali pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

Hal itu dibuktikan dengan pada akhir Desember 2019 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali telah membukukan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 8,5 triliun atau tumbuh 16,03 persen dari tahun sebelumnya.

BREAKING NEWS! Gol Tunggal Spaso Antarkan Bali United ke Puncak Klasemen Liga 1 2019

Cak Imin Ngemodus ke Grace Natalie, Seisi Ballroom Langsung Bergemuruh

Kacamata Alit Rama Antara Budaya Bali dan Legislatif

Tiba Selasa Sore, Ini Agenda Presiden Jokowi Selama 2 Hari di Bali

“Tentu ini dihasilkan dari sektor pariwisata yang ditopang oleh adat dan budaya Bali. Adat dan budaya Bali ini juga ditopang oleh para pekerja yang bekerja di sektor pariwisata, sekaligus juga penyangga adat dan budaya Bali,” kata Parta dalam Sidang Paripurna di Ruang Rapat Utama Kantor DPRD Bali, Selasa (20/8/2019).

Berdasarkan data yang dimilikinya, di Bali terdapat sekitar 13 ribu perusahaan.

Ada perusahaan yang memperlakukan karyawannya dengan sangat baik, baik dari segi upah maupun jaminan sosial.

Di sisi lain banyak sekali perusahaan yang memperlakukan pekerjanya dengan tidak baik.

Menurutnya, pengawasan yang lemah menjadi faktor penunjang terjadinya tindakan para pengusaha yang berpotensi merugikan pekerja lokal Bali.

Tindakan itu semakin lama nampaknya semakin parah.

Hal itu dibuktikan dengan semakin masifnya para pengusaha yang menggunakan pekerja harian lepas, pekerja outsourcing, dan pekerja Bali yang tidak dilindungi dengan jaminan sosial, BPJS kesehatan maupun ketenagakerjaan.

Selain itu, banyak pekerja Bali yang tidak memiliki kejelasan status dalam pekerjaannya, padahal semua status pekerjaan ada masanya.

Pekerja harian lepas dibenarkan oleh undang-undang, tetapi ada batas waktunya.

Mereka dibolehkan bekerja hanya selama 3 bulan, dan wajib bekerja sebulan hanya 20 hari.

Namun, dalam praktiknya pekerja harian lepas atau DW (Daily Worker) ini dipekerjakan secara terus menerus.

Begitu juga dengan pekerja kontrak juga dibenarkan oleh undang-undang tetapi aturannya harus maksimal 3 tahun dan tidak boleh diperpanjang lagi.

“Tetapi prakteknya berpuluh-puluh tahun tenaga kerja kita tetap statusnya kontrak sehingga dia tidak punya masa depan bekerja di perusahaan itu,” tuturnya.

Dalam penyempurnaan Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini, Pansus telah mengundang 13 organisasi dan serikat untuk bersama-sama membahas Ranperda.

“Kami juga telah melakukan kunjungan kerja ke Manado karena di Sulawesi Utara telah ditetapkan UMP Rp 3 juta dan khusus di Kota Manado Rp 3,1 juta. Logikanya Bali bisa menerapkan seperti itu,” ujar Politisi asal Desa Guwang,Sukawati, Gianyar ini.

Dalam pembahasan yang panjang, kata dia, Perda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan terdiri dari 20 bab dan 76 pasal.

Poin-poin yang penting pada ketentuan umum terdiri dari poin 14 mengatur tentang tenaga kerja lokal, poin 22 tentang warga sekitar, poin 23 tentang penyandang disabilitas, poin 38 tentang perjanjian kerja, poin 39 tentang pekerja kontrak, poin 40 tentang pekerja tetap, poin 41 tentang outsourcing, poin 46 tentang sistem pengupahan, poin 54 tentang jaminan sosial, dan poin 55 tentang kearifan lokal.

Selain itu juga mengatur hal-hal penting lainnya, seperti pada Bab III tentang sistem informasi Ketenagakerjaan, Bab IV tentang pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi, Bab V tentang penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, Bab VI tentang penggunaan tenaga kerja asing.

Ada pula Bab VII tentang Hubungan kerja, Bab VIII tentang hubungan industrial, Bab IX tentang perlindungan tenaga kerja, dan Bab X tentang sistem pengupahan dan pengupahan.

Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster menyambut baik dan mengapresiasi ditetapkannya Perda ini, mengingat keberadaannya dinilai penting lantaran ada banyak masalah ketenagakerjaan di Bali.

Regulasi ini sekaligus untuk melengkapi aturan tentang ketenagakerjaan di tingkat nasional.

Dengan adanya Perda ini, Koster berharap ada payung hukum yang pasti tentang pelaksanaan serta perlindungan terhadap tenaga kerja lokal.

“Saya sangat sepakat dengan prinsip-prinsip serta isi yang tertuang dalam Perda ini. Di mana Perda ini mengatur secara lengkap ketenagakerjaan lokal Bali baik itu perlindungannya, sistem pengupahan hingga sanksi administratif dan ketentuan pidana. Dengan ini ada payung hukum yang jelas bagi tenaga kerja kita,“ ujarnya.

Saat ditanya mengenai harapan agar Gubernur bisa menentukan sistem pengupahan, Koster menjawab pihaknya juga akan belajar ke daerah lain mengenai pengupahan, seperti salah satunya ke Kota Manado.

“Kalau di Manado bisa, semestinya di sini (di Bali red) juga bisa, karena dari sisi ekonomi sebenarnya Bali lebih baik dari Sulawesi Utara,” kata Koster.

Koster menyatakan sepakat karena Bali wilayahnya kecil, penduduknya juga terus bertambah sehingga memang harus ada proteksi untuk memberdayakan secara maksimal SDM (Sumber Daya Manusia) lokal yang ada.

“Menurut saya tidak saja tenaga kerja yang harus diproteksi, namun pelaku ekonominya pun juga harus kita proteksi supaya ekonomi Bali ini digerakkan SDM lokal di Bali dan secara maksimal menciptakan kesejahteraan masyarakat Bali,” tuturnya.

Di samping itu, dalam Perda ini terkandung prinsip kemanusiaan atau humanisme bagi tenaga kerja yang ada di Bali, yang tentunya sejalan dengan amanat undang-undang dan NKRI.

Setelah mendapat persetujuan pada rapat paripurna DPRD Provinsi Bali tanggal 19 Agustus 2019, maka pembahasan Ranperda Provinsi Bali tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan telah siap ditetapkan menjadi Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.

Dalam sidang kali ini juga ditetapkan 7 Raperda lainnya menjadi Perda yaitu Perda tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, Perda tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, Perda Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun anggaran 2019, Perda Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2019-2039, Perda Kontribusi Wisatawan Untuk Perlindungan Lingkungan Alam dan Budaya Bali, Perda perubahan ketiga atas Perda Provinsi Bali Nomor 1 tahun 2011 tentang pajak daerah, serta Perda Sistem Pertanian Organik.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved