Simpang Ring Banjar
Rayakan HUT ke-60, Sekaa Teruna Watugunung Jaga Tradisi dengan Lomba 'Mebat'
Dalam upaya menjaga tradisi, saat menggelar Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60, ST Watugunung menggelar lomba mebat antar anggota.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Meski kini sudah memasuki era global, namun Sekaa Teruna Watugunung Banjar Ume Gunung, Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung tetap menjaga tradisi dan budayanya.
Dalam upaya menjaga tradisi, saat menggelar Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60, ST Watugunung menggelar lomba mebat antar anggota.
Seluruh anggota pun dilibatkan dalam lomba ini. Mereka dikelompokkan menjadi empat untuk mengikuti lomba ngelawar tersebut.
"Pembagian kelompok kita random sehingga merata karena setiap kelompok terdiri dari lelaki dan perempuan," ujar Ketua Sekaa Teruna periode 2016-2019, Putu Resya Adi Saputra.
Resya mengatakan lomba yang dilaksanakan untuk menjaga dan melestarikan budaya Bali. Menurutnya semua anggota sangat antusias mengikuti lomba tersebut.
"Di Bali identik dengan lawar. Sebagai generasi muda, kita pasti akan melakukan hal tersebut. Selain untuk makanan, lawar itu juga digunakan untuk persembahan saat adanya piodalan," ungkapnya.
Pada pelaksaan lomba itu, pihaknya mendatangkan juri profesional hotel dan panitia khusus memasak (mebat) di banjar sejumlah 3 orang.
Daging yang diolah pun merupakan daging babi yang umum dimasak oleh masyarakat Bali.
"Untuk pembuatan lawarnya, kami khususkan pembuatan lawarnya, yakni lawar merah dan lawar isi," jelasnya.
Selain melihat sajian dan rasa lawar, proses pembuatan juga dilihat seperti halnya memotong daging, mempersiapkan bumbu, dan yang lainnya.
Pasalnya pemotongan daging dalam membuat lawar berbeda, yakni dengan cara mempelajari cara metektekan (memotong).
"Semua ini menurut kami adalah proses sehingga kelak ke depan generasi muda menjadi masyarakat Bali yang tulen, yang tahu akan tradisi budaya yang ada dan tidak mengurangi budaya yang dimiliki," ungkapnya.
Selain mengadakan lomba ngelawar, hasil olahan lawar yang dilombakan juga dimakan bersama oleh seluruh anggota.

Bahkan makan bersama yang kerap disebut megibung ini juga dilakukan untuk mempererat rasa menyama braya.
"Hasil olahan lawar itu kita adakan megibung bersama seluruh Sekaa Teruna Watugunung," pungkasnya.