DPRD Bali Tindaklanjuti Aspirasi ke Presiden dan DPR, Adi Wiryatama: Saya Tidak Lari
Setelah ditunggu dua jam, Ketua DPRD Bali sementara, I Nyoman Adi Wiryatama, akhirnya menerima dan menandatangani tuntutan massa
Penulis: Ragil Armando | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah ditunggu dua jam, Ketua DPRD Bali sementara, I Nyoman Adi Wiryatama, akhirnya menerima dan menandatangani tuntutan massa yang menggeruduk Kantor DPRD Bali di Renon, Denpasar, Senin (30/9).
Adi Wiryatama pun membantah dirinya melarikan diri.
Politisi senior PDIP ini menyatakan dirinya tak ada niatan lari ataupun menghindar dari aksi massa.
Ia sejatinya telah menunggu kedatangan ratusan elemen masyarakat yang tergabung dalam aksi #BaliTidakDiam tersebut.
“Saya sudah menunggu, katanya tadi jam 10.00, tapi mundur jadi jam 12.00. Saya tunggu hingga jam setengah dua, karena adek-adek (masyarakat) itu terlambat. Saya tidak lari,” ujarnya di hadapan massa.
Di samping itu, mantan Bupati Tabanan itu mengaku ada jadwal terapi usai operasi saraf kejepit.
Karenanya ia sempat meninggalkan Kantor DPRD Bali.
"Karena saya dapat jadwal terapi tadi, pakai mesin. Bukannya saya lari, tidak.
Saya tadi juga ngumpulin teman-teman (anggota DPRD) yang akan menerima teman-teman yang menyampaikan aspirasinya," kata dia.
Elemen masyarakat yang terdiri dari para mahasiswa dan masyarakat itu menyampaikan tujuh tuntutan ke Kantor DPRD Bali.
Pertama, menolak RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagaerjaan; Mendesak pembatalan UU KPK dan UU SDA, Mendesak disahkannya UU PKS, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Kedua, batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR. Ketiga, tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil. Keempat, setop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan Papua segera.
Kelima, usut pelaku kekerasan dan menghalang-halangi kerja jurnalis, hentikan intimidasi dan kriminalisasi jurnalis, penggiat HAM, dan aktivis.
Keenam, hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang dilakukan oleh Koorporas, dan dipidanakan Koorporasi Pembakar Hutan serta cabut izinnya.
Terakhir, tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan dan pulihkan hak-hak korban.