Akhirnya Pura Pucak Gegelang di Bangli Batal Dilelang, Pihak Bank Sepakat Hibahkan ke Pengempon
Pura Pucak Gegelang di Banjar Galiran, Desa Jehem, Bangli yang di-empon 42 Kepala Keluarga (KK) Pondokan Kumbuh itu akhirnya batal dilelang
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Pengempon Pura Pucak Gegelang di Banjar Galiran, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, akhirnya bisa tenang.
Pura yang di-empon 42 Kepala Keluarga (KK) Pondokan Kumbuh itu akhirnya batal dilelang.
“Jadi pengempon pura sudah tenang, kita dari Parisada juga sudah aman, karena Pura Pucak Gegelang tidak menjadi objek lelang, tidak diganggu,” ujar Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bangli, Kamis (3/10/2019).
Kepastian itu diperoleh dari hasil pertemuan pengempon Pura Pucak Gegelang dengan PT BPR Kerta Warga Tabanan di Sekretariat PHDI Bangli, Kamis kemarin.
Berdasarkan hasil rembuk, kedua belah pihak sepakat Pura Pucak Gegelang tidak lagi masuk dalam objek lelang.
Pertemuan yang dimulai pukul 14.00 Wita itu dihadiri empat orang dari jajaran Direksi PT BPR Kertha Warga Tabanan, perwakilan pengempon pura, Majelis Desa Adat (MDA) Bali, PHDI Bangli, Camat Tembuku, Polsek Tembuku, Klian Banjar Galiran, dan lainnya.
Seperti diberitakan Tribun Bali, Kamis (3/10/2019), Pura Pucak Gegelang masuk dalam objek lelang pada laman lelang.go.id.
• Dijadikan Agunan Bank, Pura di Bangli Masuk Objek Lelang
Berdasarkan pantauan pada laman situs lelang.go.id, Rabu (2/10/2019), PT BPR Kertha Warga melelang sebidang tanah, berikut bangunan tempat ibadah dan segala turutan yang melekat di atasnya sesuai SHM No. 1705, seluas 79,40 m2.
Tanah dan bangunan tersebut terletak di Desa Jehem, Tembuku, Bangli, Bali, dilelang seharga Rp 975 juta, dengan batas akhir penawaran pada 16 Oktober 2019 pukul 08.00 Wita.
Kondisi ini membuat PHDI Bangli langsung bereaksi, dan mengumpulkan sejumlah pihak untuk mengetahui penyebab hingga Pura Pucak Gegelang tersebut dilelang oleh bank, Rabu (2/10/2019).
Selanjutnya dilakukan pertemuan dengan pihak bank pada Kamis kemarin.
Bendesa Agung Kaget
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet saat ditemui usai pertemuan kemarin, mengaku kaget dengan kasus ini.
Terlebih setelah mengetahui adanya sebuah pekarangan dengan satu sertifikat atas nama pribadi, namun di dalamnya terdapat pura yang diempon oleh 42 KK.
“Ini sudah kesalahan pertama, bahwa pura dengan pelaba atau wewidangan-nya itu diatasnamakan pribadi,” ujar Putra Sukahet yang memimpin pertemuan kemarin.
Menurut penjelasan Jero Bendesa, pura sejak dulu sudah mempunyai subjek hukum sebagai hak atas tanah. Sementara desa adat baru-baru ini.
“Karena itu sudah tidak ada lagi tanah desa adat maupun pura, yang tanahnya dimiliki oleh pribadi-pribadi,” tegas Jero Bendesa, yang juga menjabat sebagai Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali ini.
Mengutip dari sila pertama Pancasila, ‘Ketuhanan yang Maha Esa’, pihaknya juga menegaskan di Indonesia ini tidak ada yang namanya tempat ibadah dilelang, dan dirampas menjadi hak milik seseorang.
Baik berupa masjid, gereja, pura, dan wihara.
“Jadi tidak bisa tanah pura disertifkan. Berarti prosesnya dulu ada kesalahan-kesalahan. BPN (Badan Pertanahan Nasional) salah karena disertifikatkan atas nama pribadi, pribadinya yang mengagunkan juga mempunyai niat tidak bagus karena itu pura. BPR-nya juga pada saat melakukan verifikasi tidak awas (cermat, red.) karena di sana ada pura sehingga sekarang timbul masalah,” ungkapnya.
Walau demikian, kata Jero Bendesa, persoalan yang terjadi antara pihak BPR, pengempon, dan desa sudah clear.
Sudah sama-sama beritikad baik dan mengerti bahwa pura tidak bisa dijadikan objek lelang. Menurutnya ini merupakan jalan keluar terbaik.
“Ini sudah selesai, sehingga tidak ada masalah lagi. Tetapi masalah begini-begini tidak boleh terjadi lagi,” ujarnya.
Tiga Pilihan Solusi
Meski persoalan sudah clear, namun saat ini proses lelang tetap berjalan.
Hal ini lantaran terjadi wanprestasi. Sertifikat tanah yang menjadi agunan tersebut tidak dilunasi hingga tiga tahun lamanya. Sebab itu dilakukan pelelangan.
Menurut Jero Bendesa, ada tiga kemungkinan sebagai solusi setelah proses lelang berjalan. Ketiganya memastikan area pura tidak akan sampai jatuh ke tangan pemenang lelang.

Pertama, pihak bank akan mengadakan perjanjian dengan calon pemenang lelang, bahwa tanah yang akan disertifikatkan tidak termasuk pura beserta aksesnya.
Dengan demikian, pemenang lelang nantinya sudah mengetahui hak-haknya, semisal hanya 70 are atau 60 are.
Sedang tanah pura seluas 8 atau 9 are disertifikatkan atas nama pura.
“Setelah terjadi lelang, kemudian disertifikatkan atas nama pemenang lelang sesuai perjanjian itu. Sedangkan pura dan aksesnya, disertifikatkan atas nama pura. Tidak boleh lagi atas nama pribadi,” tegasnya.
Sedangkan kemungkinan kedua, seandainya tidak terjadi lelang hingga batas waktu yang ditentukan yakni 16 Oktober 2019, bank segera mengadakan sita jaminan.
• Dijadikan Agunan Bank, Pura di Bangli Masuk Objek Lelang
Pihak bank selanjutnya memberikan pura dan aksesnya untuk disertifikatkan. Sisanya disertifikatkan atas nama bank untuk kembali dilelangkan.
“Ketiga, alangkah baiknya pengempon pura itu yang diberikan prioritas sebagai peserta lelang dengan harga minimum. Itu kan bagus sekali, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Saya kira tidak ada yang complain apabila pengempon pura itu yang diberikan hak sebagai peserta lelang dengan harga minimum. Jadi BPR itu bagus dengan niat baik, apalagi terhadap pura. Nanti karma-nya kan bagus. BPR kemungkinan mengalami sedikit kerugian di tempat tersebut, namun di tempat lain bisnisnya bagus. Karena ini merupakan yadnya,” ucapnya.
Ketua PHDI Bangli, I Nyoman Sukra, mengatakan sejatinya pertemuan pada Rabu (2/10/2019) sudah menemukan titik terang.
Hanya saja baru satu pihak berdasarkan informasi dari pengemong pura.
Saat itu pihak bank disebutkan sudah memberikan jaminan bahwa pura dengan lingkungannya sekitar 8 hingga 9 are akan dihibahkan kepada pengempon pura.
“Proses lelang masih tetap berjalan, siapapun pemenangnya nanti bank yang akan mengatur bahwa yang akan diberikan pada pemenang lelang itu hanya 70 are. Karena 8 hingga 9 are itu akan dihibahkan pada pura. Itu langsung disertifikatkan. Itu jamninannya, dan sekarang masih proses,” jelasnya. (*)