Magisnya Tradisi Narat, Puluhan Warga Kerauhan Membawa Keris
Mereka berlari, mengambil keris, menebaskan keris itu pada tangan, menebaskan pada punggung, lalu menusukkannya di dada.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Puluhan orang berteriak histeris.
Mereka berlari, mengambil keris, menebaskan keris itu pada tangan, menebaskan pada punggung, lalu menusukkannya di dada.
"Wuuuhhhhh," teriak Wayan Sudiarta dari kerumunan penonton, Jumat (11/10/2019) sore.
Lalu ia berlari menuju ke utara ke arah panggungan, tempat joli (terbuat dari daun braksok yang diisi kayu untuk pikulan).
Beberapa orang menghampirinya lalu membuka bajunya.
Sudiarta turun dari lokasi panggungan lalu mengambil keris.
Sudiarta kepangluh (kerauhan).
Ketika suara gong menghentak keras, ia melompat meninggalkan joli dan menuju ke depan tempat gong.
Keris yang dibawanya lalu ditebaskan pada tangannya secara bergantian.
Usai menebas kedua tangannya, ia pun ngurek perutnya.
Puluhan orang lainnya juga kepangluh, termasuk Sukerti.
• Dewan Ragukan Kinerja Pegawai Tidak Tetap, Kenaikan Gaji Tak Mau Dinikmati Pegawai Hobi Bolos
• SDM Mayoritas SD dan SMP, Menkeu Sebut Daya Saing RI Turun
Bedanya, perempuan hanya menggunakan sarana canang untuk menari sementara yang lelaki membawa keris.
Teriakan histeris saling sahut menyahut menghentak di tengah kalangan yang terletak di Jaba Tengah Pura Puseh, Desa Selumbung, Kecamatan Manggis, Karangasem.
Untuk diketahui, Desa Selumbung terletak di bawah pegunungan dan letaknya sebelum Candidasa dari arah Denpasar.
Ini adalah tradisi turun-temurun yang dilaksanakan setiap upacara yang disebut Ngusaba Puseh dan bernama Daratan atau Narat.
Darah menetes dari tangan para lelaki yang ikut narat, namun tak ada rasa sakit bahkan mereka masih bersemangat untuk menebas tangannya dengan keris.
Semakin petang, suasana semakin semarak dan magis.
Teriakan demi teriakan terdengar di antara penonton dan mereka yang berteriak itu berlari ke tengah kalangan untuk narat.
Suara gong pun tak henti bertalu-talu selama daratan ini berlangsung.
• Didiagnosis Menderita Autoimun, Ashanty Sering Curhat ke Krisdayanti
• Banten-nya Sama dengan Otonan Manusia, Ini Makna Tumpek Kandang dan Upakaranya
Sebelum daratan ini dimulai, pukul 15.00 Wita, kentongan desa berbunyi, para lelaki datang membawa keris dan berkumpul di perempatan serta di depan Pura Desa.
Usai mebacak (mengabsen) mereka pun membuka keris dari sarungnya dan mengacung-acungkan keris tersebut menuju ke Pura Puseh.
"Ini adalah tradisi mesuryak. Dilaksanakan sebelum daratan," kata Nengah Sudana salah satu warga dari Banjar Anyar.
Ia menambahkan, setiap krama lelaki yang ikut mebanjar wajib ikut prosesi ini.
Ketika rombongan warga yang mesuryak sampai di Depan Pura Puseh, beberapa orang mulai berteriak kepangluh (kerauhan).
Keris yang dibawa oleh warga yang ikut mesuryak itulah yang dipakai narat.
"Sekali ngusaba, ada dua kali tradisi narat. Hari ketiga ngusaba dan hari terakhir," papar Sudana, warga asli Selumbung.
Ia menambahkan, mereka yang ikut narat telah kelinggihan (atas kehendak Tuhan) sehingga tidak akan merasakan rasa sakit walaupun tubuhnya ditebas dengan keris.
Bahkan ada satu orang yang narat membawa dua keris.
Kebayan Desa Selumbung, I Wayan Gede Wiratma mengatakan Ngusaba Puseh Ini dilaksanakan selama enam hari.
• Ramalan Zodiak Hari Ini Sabtu 12 Oktober 2019: Leo Kerja Keras, Sagitarius Dengarkan Suara Hati
• Cerita di Balik Penusukan Kapolsek yang Menolong Wiranto, Tak Sadar Ditusuk Sampai Darah Merembes
Dimulai dengan kejaba, pebantenan, pengeramean pertama yang jatuh hari ini bertepatan dengan pelaksanaan tradisi daratan, nyuwung, puncak ngusaba dan mantuk (selesai).
Saat mantuk, daratan dilaksanakan lagi, sehingga sekali ngusaba ada dua kali daratan.
Untuk diketahui, prosesi Ngusaba Desa ini dimulai pada Rabu (9/10/2019).
Pelaksanaannya berakhir pada Senin (15/10/2019) mendatang (*)