Hujan Cepat Turun Jika Ada yang Berdarah, Krama Desa Adat Seraya Gelar Prosesi Gebug Ende
Warga Desa Adat Seraya, Kecamatan Karangasem mengelar Gebug Ende dengan ujud memohon hujan segera turun.
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
Peran saye dibutuhkan untuk menjaga sportivitas dan tak ada dendam antara peserta.
"Biasanya hujan akan cepat turun jika ada pemain gebug sampai berdarah." ujar Made Salin.
Lestarikan Budaya
Selain memohon hujan, pelaksanaan Gebug Ende juga bertujuan melestarikan tradisi serta mengenalkan sejarah dan pakem Gebug Ende Seraya kepada generasi penerus.
Harapannya tradisi sakral ini tidak punah.
Menurut I Made Salin, Gebug Ende adalah simbol keberanian krama Adat Seraya.
Hal itu terbukti saat Kerajaan Karangasem menaklukkan Kerajaan Selaparang, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat penaklukan itu, pasukan Seraya berada di depan membawa penyalin dan ende.
"Pasukan Seraya yang dikirim ke Lombok sebanyak 40 orang atau dikenal dengan soroh 40 (petang dasa). Semua pasukan dikenal sakti. Sebagian pasukan soroh 40 memilih tinggal di Lombok," tambah Made Salin.
• Koster Usir PLTU CB Jika Tak Mau Pakai Gas, Seluruh Pembangkit Listrik Wajib Pakai Gas Mulai 2020
• Aturan Baru Terkait Pencairan Dana Upakara di Badung, Kini Harus Melalu Paraf Bupati
Keberanian krama Seraya mendapat apresiasi dari raja.
Ketangkasan pasukan soroh 40 pun mendapat pengakuan dari raja.
Setelah penaklukan Kerajaan Selaparang, kemungkinan raja memberikan hadiah berupa lahan di Sasak kepada pasukan soroh dan mereka memilih tinggal di Sasak hingga sekarang. (*)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNBALI