Ombudsman Soroti Ilikita Krama dan 5 Temuan Terkait Layanan Administrasi di Denpasar
Penyebabnya antara lain, pertama, kurangnya anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM) di desa dinas dalam pelaksanaan pendataan penduduk pendatang.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Rizki Laelani
Kedua, kepala desa/lurah dan bendesa adat dengan melibatkan masyarakat melakukan pembahasan dan menerbitkan peraturan bersama yang mengatur tentang standar pelayanan administrasi kependudukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan peraturan adat yang berlaku.
Ketiga, Majelis Desa Adat (MDA) membuat sarana pengaduan yang mudah diakses masyarakat untuk bertukar informasi atau menyampaikan pengaduan yang berkaitan dengan administrasi kependudukan.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra menyampaikan apresiasi atas kajian yang dilakukan ORI Bali.
Hasil dari studi Ombudsman ini menemukan berbagai persoalan yang harus dibenahi.
Persoalannya adalah bagaimana antara desa dinas atau kelurahan, dan desa adat bisa bersinergi sehingga pelayanan administrasi kependudukan terhadap warga sesuai semangat zaman.
Semangat zaman itu maksudnya pelayanan yang semakin baik, semakin cepat, tidak berbelit-belit, dan semakin murah.
Hasil kajian itu menemukan masih harus dilakukan pembenahan-pembenahan dan pengaturan secara teknis, bagaimana agar tidak terjadi hambatan dalam proses pengurusan administrasi kependudukan.
“Karena ada dua institusi, jangan sampai masing-masing melaksanakan lalu warga yang harus menemui dua institusi itu untuk mendapat haknya dalam administrasi kependudukan. Jangan sampai itu terjadi,” kata Dewa Indra.
Ia menjelaskan dari sisi regulasi sesuai peraturan perundang-undangan, administrasi kependudukan dilaksanakan pemerintah desa dinas dan kelurahan.
Tetapi, desa adat juga memiliki wilayah dan krama, maka lembaga ini berkepentingan untuk mendapatkan informasi data kependudukan.
“Karena itu mau tidak mau, dia juga masuk dalam wilayah itu. Apalagi kaitannya dengan kewajiban dan hak di desa adat,” ujarnya.
Hanya saja masuknya desa adat ini, diharapkan tidak memperpanjang birokrasi pelayanan administrasi kependudukan dan tidak menambah biaya.
Maka dari itu, perlu dibuat rumusan pedoman teknis yang memungkinkan kedua institusi ini bisa berkontribusi dalam pelayanan administrasi kependudukan.
Tetapi di sisi lain tidak menambah birokrasi pelayanan administrasi kependudukan pada warga.
Saat yang bersamaan, Pemprov Bali kini juga sedang merancang pembentukan Dinas Pemajuan Desa Adat ada di level provinsi, pada awal Januari 2020.