Dana Promosi Pariwisata Dipangkas 50 Persen Lebih, BPPD Pilih Mesadu ke DPRD Badung
Dipangkasnya dana promosi membuat Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung kebingungan.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Dipangkasnya dana promosi membuat Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung kebingungan.
Pasalnya, dengan adanya promosi, diyakini pariwisata Badung akan meningkat, apalagi selama ini mengandalkan pendapatan dari pajak hotel dan restoran.
Hal itu diungkapkan Ketua BPPD Badung, Gusti Ngurah Rai Surya Wijaya saat melakukan audiensi ke DPRD Badung, Kamis (31/10/2019).
Ia sangat menyayangkan adanya pemangkasan dana promosi pariwisata yang mencapai 50 persen lebih dari dana yang dianggarkan.
Hal ini dilakukan justru ketika persaingan sektor pariwisata semakin ketat, baik di dunia global maupun di dalam negeri.
"Anggaran untuk promosi di tahun 2019 sekitar 8,4 M namun dipotong setengah lebih," katanya.
Menurutnya, promosi pariwisata sangat penting dan harus dilakukan secara masif.
Apabila tidak seperti itu, katanya, pariwisata Indonesia di dalamnya Bali dan Badung, akan disalip oleh negara-negara lainnya.
"Tak hanya Singapura, Thailand dan Malaysia, pariwisata Indonesia sudah disalip oleh Vietnam, Filipina dan Kamboja," katanya.
Dalam promosi, tegasnya, tak hanya melakukan sale atau penjualan.
Namun lebih jauh, promosi juga menyampaikan informasi, destinasi dan sebagainya. Sedikitnya di dalamnya terkandung 4 pilar yakni destinasi, industri, promosi, dan kelembagaan.
Destinasi harus berkualitas, industri berstandar internasional, promosi dilakukan baik secara langsung, maupun menggunakan media online atau digital.
"Maka dari itu kita di industri menganggarkan 5 persen dari omset kita. Tapi di Badung setengah persen kita anggarkan," katanya.
Ia mengatakan semestinya 5-10 persen dana pajak hotel dan restoran harus dikembalikan untuk pariwisata.
Pada 2019 ini, katanya, promosi pariwisata Badung memperoleh anggaran Rp 8,4 miliar atau setara dengan 0,3 persen namun dipangkas.
"Ini kita bisnis. Kalau kita main-main bahaya nanti untuk Bali. Jadi harus patoklah berapapun pendapatan PHRnya rata-rata ambil 1 persen saja untuk promosi, capai dah targetnya," tegasnya.
Pihaknya pun meminta jangan sampai anggaran promosi seperti ayam dengan telurnya.
Artinya yang mana didahulukan, apa target tercapai baru ada biaya promosi, begitu sebaliknya.
"Kan tidak bisa seperti itu. Apalagi biaya promosi kan tidak bisa dipotong di tengah jalan. Ini konsekuensinya, harus dilakukan secara konsisten, dan ini pentingnya komitmen," bebernya.
Pada 2020 mendatang, kata Rai Surya Wijaya, BPPD mengajukan anggaran hanya 0,5 persen saja dari PHR.
Namun yang sangat baik sebenarnya ada di angka 1 persen. Satu persen, tegasnya, sangat baik dan ideal.
Sunarta Akan Kawal Anggaran Pariwisata
Wakil Ketua DPRD Badung Made Sunarta yang menerima BPPD mengaku sangat sepakat bahwa promosi merupakan bagian dari investasi.
Hal itu, kata dia, sepakat promosi harus gencar dilakukan di tengah persaingan ketat saat ini.
"Kami sepakat dan akan berupaya mengawal anggaran promosi pariwisata agar tak terpangkas lagi," tegasnya.
Kata dia, tidak hanya di dunia global, persaingan ketat juga terjadi di dalam negeri.
Misalnya Mandalika sudah bekerja sama dengan Australia, sementara Banyuwangi sudah menggandeng SQ atau Singapura Airlines untuk mendatangkan wisatawan ke Banyuwangi. (*)