Hasil Investigasi Lion Air JT-610 Diumumkan, Begini Sikap Ditjen Hubud
Ditjen Hubud akan mengambil sejumlah langkah tindaklanjut yang bersifat perbaikan, terutama kepada Lion Air.
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Kander Turnip
Hal-hal tersebut di atas akan dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan ke depan (hingga Januari 2020) dengan pertimbangan waktu yang diperlukan bagi Lion Air untuk menyiapkan atau memperbaiki sistem yang ada, terkait dengan pembaharuan dan sinkronisasi manual.
Pada topik mengenai proses Return to Service, sebagaimana pernah disampaikan dalam beberapa kesempatan sebelumnya.
Ditjen Perhubungan Udara akan mencermati hal-hal berikut ini:
• Airworthiness Directive yang diterbitkan oleh FAA sebagai otoritas penerbangan sipil dari State of Design yang memandatkan tindakan perbaikan apa saja yang harus dilakukan terhadap B737-8 MAX sebelum dapat dioperasikan kembali;
• Hasil final report KNKT terhadap kecelakaan JT610;
• Proses sertifikasi terhadap perbaikan MCAS di B737-8 MAX yang dilakukan oleh sejumlah otoritas penerbangan sipil yaitu Transport Canada, EASA, dan ANAC Brazil; serta
• Kerjasama kawasan yang digalang antar otoritas penerbangan sipil di ASEAN untuk harmonisasi proses RTS B737-8 MAX.
Saat ini proses perbaikan MCAS masih dilakukan oleh Boeing yang selanjutnya akan disertifikasi oleh FAA sebelum diterbitkannya Airwothiness Directive (AD).
Selain itu Ditjen Perhubungan Udara juga tengah mengkaji perlunya sesi training simulator bagi pilot yang akan menerbangkan B737-8 MAX.
Kajian ini dilakukan bersama negara kawasan di ASEAN dan juga operator penerbangan di Indonesia.
Koordinasi diantara otoritas penerbangan sipil di ASEAN yang terus dilakukan sejak B737-8 MAX dinyatakan grounded pada Maret 2019 akan dilanjutkan dengan pertemuan di Jakarta pada akhir November 2019 untuk membahas perkembangan terakhir terkait dengan proses RTS B737-8 MAX.
Ditjen Hubud juga terus melakukan koordinasi dengan komunitas dan organisasi internasional, khususnya Federal Aviation Administration (FAA), untuk tetap memastikan terpenuhinya keselamatan Penerbangan sipil di Indonesia.
Terkait dengan hak–hak ahli waris korban, mendasari PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, saat ini dari total 189 korban kecelakaan Lion Air JT610, sebanyak 73 ahli waris korban telah menerima ganti rugi dari pihak asuransi.
Sedangkan 116 ahli waris korban lainnya saat ini belum menerima ganti rugi karena masih dalam proses penyelesaian dokumen Release and Discharge Agreement (R&D), sehingga belum menandatangani dokumen Release and Discharge Agreement (R&D) yang merupakan syarat dari pihak asuransi yang mengcover Lion Air.
Kemenhub telah berkoordinasi dengan pihak Ombudsman guna penyelesaian proses ganti rugi bagi ahli waris para korban.
Dalam peringatan satu tahun insiden jatuhnya Pesawat Lion Air PK-LQP yang dilaksanakan tanggal 29 Oktober 2019 dengan melakukan tabur Bunga, Perwakilan Pihak Boeing, Ibrahim Senen, menyampaikan bahwa Boeing akan bertanggungjawab atas kecelakaan yang terjadi satu tahun lalu dengan memberikan dana santunan kepada ahli waris dengan total 50 juta dolar AS.