Pelaba Pura Termuat Dalam Kuna Dresta dan Awig-awig, Jero Temu Angkat Bicara Soal Sertifikasi Tanah

Bendesa Adat Desa Songan, Jero Temu memberikan klarifikasi soal kedatangan warganya ke BPN perihal sertifikasi tanah

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Bendesa Adat Songan, Jero Temu. Pelaba Pura Termuat Dalam Kuna Dresta dan Awig-awig, Jero Temu Angkat Bicara Soal Sertifikasi Tanah 

Atas dasar tersebut, Jero Temu menegaskan pihaknya bisa membuat suatu putusan desa untuk mengidentifikasi tanah-tanah yang ada, serta merupakan pelaba pura warisan leluhur.

Koalisi Menuju Denpasar Satu, Agung Manik Danendra (AMD) Paparkan Visi dan Misi AMD

Pentingnya Perencanaan Pembangunan, PND Pemkot Denpasar Dapat Pelatihan Perencanaan

Tujuannya agar jelas siapa penggarap tanah maupun luas tanahnya.

“Jadi ini terbalik. Ngapain kami minta kuasa dari mereka (masyarakat), memangnya (tanah) ini milik mereka? Ini kan jelas duwe pelaba pura. Versi masyarakat mungkin demikian, tapi secara fakta riil di lapangan ini adalah milik pura. Dan secara fakta rill di lapangan, yang jelas ada penguasaan dari mereka. Sebagai hak pakai, hak penggarap, atau lainnya, inilah yang masih ragu-ragu dan inilah yang mau kami jelaskan statusnya sebagai apa? Apakah dikuasai, digarap, dan sebagainya. Sebenarnya ini prinsip permasalahannya,” ujar Jero Temu.

Pihaknya juga menegaskan ihwal sertifikasi tanah ini sudah ada putusan desa.

Seandainya merasa keberatan, pihaknya mempersilakan masyarakat untuk membuat surat pernyataan apa dasar keberatannya.

“Kami sudah kembali melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar Juli 2019 lalu,” tegasnya.

Jero Temu juga mengaku terbuka bagi siapapun masyarakat yang ingin meminta klarifikasi ihwal persoalan tersebut.

Ruang dan waktu pun juga telah disediakan, dua kali dalam sebulan yakni pada Sabtu Kliwon dan Rabu Kliwon.

Koster Tetapkan UMP Bali Rp 2.494.000, Besaran UMK Harus Lebih Besar dari UMP

Penyandang Disabilitas Punya Hak Yang Sama

Kendati demikian, ia mengaku belum ada masyarakat yang menyampaikan untuk berkomunikasi.

“Harapan kami, seumpama ada tokoh masyarakat yang ingin mengklarifikasi mari duduk bersama. Apakah nanti redaksi di sertifikatnya seperti apa biar sama-sama memperkuatkan hukum di kedua belah pihak. Kami dari prajuru sangat terbuka bagi masyarakat dan kami juga tidak kaku. Apapun maunya masyarakat, tidak setuju dengan pensertifikatan itupun boleh saja. Tetapi tolong siapapun krama di Songan yang tidak setuju, besok atau kapanpun buat surat pernyataan siapa yang keberatan, dan atas dasar apa keberatannya,” ujar dia.

Pihaknya kembali menegaskan apa yang dilakukan oleh prajuru bukanlah tindakan yang asal-asalan.

Tindakan tersebut atas dasar putusan parum desa pada Juli 2017.

Hanya saja, karena keterbatasan tempat paruman tidak bisa mengundang seluruh krama.

“Kalau kami mengadakan paruman desa itu ada aturannya. Tidak semua warga harus diundang, namun berupa perwakilan. Di sana ada kami undang bapak perbekel Desa Songan A dan Songan B, seluruh prajuru, serta klian banjar adat yang mewilayahi tanah pelaba pura. Kalau seluruh karama diundang tidak bisa, karena total warga kami mencapai 3.700 krama,” tandasnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved