DPRD Bali Siapkan Regulasi Bantuan Hukum bagi Warga Miskin, Ini yang Dilakukan di Semarang
Raperda ini diajukan secara resmi ke DPRD oleh Gubernur Bali Wayan Koster pada 30 Oktober 2019.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Kander Turnip
DPRD Bali Siapkan Regulasi Bantuan Hukum bagi Warga Miskin, Ini yang Dilakukan di Semarang
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali melakukan kunjungan kerja ke Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
Kunjungan ke DPRD Provinsi Jawa Tengah ini berkaitan dengan tugas Komisi I yang mendapatkan mandat untuk menyelesaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum.
Raperda ini diajukan secara resmi ke DPRD oleh Gubernur Bali Wayan Koster pada 30 Oktober 2019 lalu.
"Kita kan kunker ke DPRD Jateng menyangkut tugas yang sedang dibahas tenang Ranperda Bantuan Hukum untuk masyarakat miskin," kata Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Adnyana saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (4/11/2019).
Dijelaskan olehnya, Raperda Bantuan Hukum ini digagas oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali guna membantu masyarakat miskin yang mempunyai kasus hukum.
Jadinya, jika ada masyarakat miskin yang mempunyai masalah hukum bisa meminta bantuan ke Pemprov Bali.
Nantinya Pemprov Bali akan bekerjasama dengan pihak ketiga seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau perguruan tinggi yang punya akreditasi akan membantu masyarakat yang bersangkutan.
Setiap perkara yang ada biayanya akan ditanggung langsung oleh Pemprov Bali sehingga masyarakat miskin tidak perlu mengeluarkan uang.
Saat kunjungan kerja tersebut, Adnyana mengaku bahwa Provinsi Jawa Tengah sudah memiliki regulasi bantuan hukum tersebut yang diatur dalam Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin.
Dari Perda yang sudah berjalan selama lima tahun di Provinsi Jawa Tengah itu, Adnyana mengaku mengambilnya dari berbagai sisi, terutama terkait dengan penerapan dan dukungan anggarannya.
Selama kurun waktu lima tahun, Pemprov Jawa Tengah rata-rata sudah menangani sebanyak 180 perkara per tahun dengan anggaran Rp 2,5 Juta setiap perkaranya.
Diantara kasus-kasus tersebut, Adnyana menemukan bahwa perkara yang paling banyak ditangani di Jawa Tengah ialah kasus perkawinan atau perceraian
"Jadi di 35 Kabupaten di Jawa tengah itu paling banyak (kasus) perceraian," kata politisi PDIP itu.
Respon Lambat
Adnyana mengatakan, Pemprov Bali sejatinya cukup terlambat dalam merespon kebutuhan bantuan hukum bagi masyarakat miskin ini.