Pasien Gangguan Jiwa dengan Resume Ide Bunuh Diri Tak Ditanggung BPJS,Dokter Rai Tanyakan Sistem Ini
Ketika pulang pasien dan keluarganya kaget karena karena katanya tak bisa ditanggung BPJS karena di resume ada kata-kata ide bunuh diri.
Penulis: M. Firdian Sani | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dr I Gusti Rai Wiguna, SpKJ M, adalah seorang psikiater di RSUD Wangaya Denpasar.
Baru-baru ini ia dibuat geram karena sistem BPJS terkait regulasi pasal mengenai persoalan bunuh diri yang biayanya tidak dicover BPJS.
Ia sempat mencurahkan kekesalannya itu di media sosial.
Lewat akun Facebooknya, ia menjelaskan jika pasien yang ia tangani dengan ide bunuh diri tidak ditanggung BPJS.
"Pasien saya yang memang dirawat jalan dengan gangguan bipolar kini relaps menimbulkan perburukan gejala hingga ada keinginan (belum perilaku) bunuh diri yang sangat kuat dan otomatis. Untuk mencegah keinginan bunuh diri itu menjadi perilaku bunuh diri saya putuskan dirawat inap dan menaikkan dosis obatnya," tulisnya di akun facebook miliknya.
• Begini Momen Unik Raffi Ahmad Menari Bali & Nagita Slavina Terlihat Cantik Kenakan Kebaya Endek Bali
• Sarasehan Menuju Bali Pusat Seni Kontemporer Dunia Awali Festival Seni Bali Jani Hari Ini
Ia mengatakan secara ilmu kedokteran jiwa, bipolar merupakan gangguan yang nyata di otak, salah satu gejalanya memang keinginan bunuh diri.
"Ketika pulang pasien dan keluarganya kaget karena karena katanya tak bisa ditanggung BPJS karena di resume ada kata-kata ide bunuh diri. Saya pun kecewa betapa buruknya stigma kesehatan negara ini terhadap kesehatan jiwa. Keinginan Bunuh Diri itu adalah gejala (bukan kemauan pasien) akibat gangguan otak yang bisa diobati," tambahnya.
Sebelum kejadian ini, ia menyadari bahwa ada retriksi atau batasan-batasan yang ditanggung BPJS.
"Tindakan bunuh diri tidak ditanggung, itu sudah tahu dari dulu dan kita juga protes," ucapnya.
Menurutnya aturan ini masih belum jelas, ia menganggap aturan ini hanya terbungkus oleh stigma buruk tentang gangguan jiwa.
"Saya rasa aturan tentang ini masih abu-abu, ini aturan-aturan stigma, artinya seakan-akan mereka mau untuk bunuh diri, padahal itu di luar kemauannya. Orang dengan gangguan jiwa itu, Itu bukan karena mereka mau, namanya juga gangguan dan itu merupakan sesuatu yang mereka gak bisa tahan," ujarnya kepada Tribun Bali saat dijumpai di Klinik SMC Medical Center.
• Begini 5 Cara Aman Berkendara Sepeda Motor Saat Hujan
• Pengakuan Mengejutkan Ibu yang Tega Memasukkan Bayi ke Dalam Mesin Cuci & Pacar Kabur
Ia mengatakan jika orang bunuh diri itu dasarnya memiliki gangguan kejiwaan, bahkan orang bunuh diri dengan gangguan jiwa dinilainya adalah korban.
Ia lantas mempertanyakan secara tegas aturan tentang point yang menyatakan bahwa biaya pengobatan tidak akan ditanggung bagi mereka yang melakukan tindakan bunuh diri.
"Iya itu yang saya ingin tanyakan, ini bagaimana sih? Kenapa pasien saya yang saya tulis diresume dengan 'ide bunuh diri' juga tidak ditanggung BPJS?," ungkapnya.
Dari kejadian ini ia berharap akan ada kejelasan dan aturan turunan terkait pasien bunuh diri karena gangguan jiwa.
Sementara itu, Tribun Bali mencoba menghubungi staf komunikasi BPJS, namun hingga kini belum ada jawaban. (*)