Bali Berpotensi Jadi Pusat Seni Kontemporer Dunia 5 Tahun Mendatang

Bali memiliki "kekuatan" untuk menjadi pusat seni kontemporer dunia, sehingga hal tersebut bisa saja diwujudkan dalam waktu yang tidak lama.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
Dok. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Hilmar Farid saat ditemui awak media usai menjadi pembicara utama dalam Sarasehan bertajuk "Menuju Bali Pusat Seni Kontemporer Dunia" serangkaian Festival Seni Bali Jani 2019 di Denpasar, Rabu (6/11/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Hilmar Farid memprediksi, Bali bisa mewujudkan "mimpinya" menjadi pusat seni kontemporer dunia dalam kurun waktu sekitar lima tahun ke depan.

Dirinya berpandangan, Bali memiliki "kekuatan" untuk menjadi pusat seni kontemporer dunia, sehingga hal tersebut bisa saja diwujudkan dalam waktu yang tidak lama.

"Arsip perjalanan kesenian di Bali banyak sekali dan yang pasti buat saya ekspresi kontemporer ini akan semakin bertenaga kalau punya refleksi terhadap kondisi lokal kita, tradisi dan lingkungan hidup," kata dia.

Hal itu Hilmar Farid saat katakan saat menjadi pembicara utama dalam Sarasehan bertajuk "Menuju Bali Pusat Seni Kontemporer Dunia" serangkaian Festival Seni Bali Jani 2019 di Denpasar, Rabu (6/11/2019).

"Selain itu, hubungan sosial diantara manusia yang di Bali ini cukup unik, dunia semakin individual, tetapi kolektivitas masih terasa," imbuhnya.

AirAsia Raih Penghargaan Airline Treasury Team of the Year

Situasi Buruk Jelang Laga Kontra Persipura, Bali United Kehilangan Banyak Pemain

Namun Farid menegaskan, hal ini tentu harus dibarengi dengan investasi di berbagai bidang, dari pemikiran, investasi memperkuat sumber daya manusia (SDM) hingga kelembagaan.

Menurut Hilmar, dengan elemen-elemen atau dimensi yang dimiliki Bali tersebut dapat dijadikan dasar untuk memikirkan ekspresi seni kontemporer yang luar biasa.

Selain itu, tidak sedikit seniman-seniman dari Indonesia dan Bali yang berkontribusi sangat besar merumuskan agenda seni kontemporer dunia.

Berbagai festival berskala internasional, lanjut Hilmar, pun telah banyak yang digelar di Pulau Dewata, termasuk para pelaku seni dari Bali yang sudah menginternasional dan masyarakatnya sangat lekat dengan tradisi.

"Kalau begitu halnya, kenapa tidak dibawa ke sini? Kita punya kekuatan yang sangat besar," ucapnya.

"Kita memilih melaksanakan festival tidak boleh karena Pak Kun (Kadisbud Bali-red) sukanya ini, atau karena Pak Gubernur dan Pak Dirjen sukanya itu. Masyarakat Bali harus benar-benar mengenali apa yang dimiliki dan kemudian memperkuat," tegasnya lagi.

Kolam Renang Peninggalan Arnawa Tak Terurus, Rencana Pengelolaan Batal Setelah Lihat Kondisinya

Dana Hibah KPID Turunkan Rp 500 Juta, Fraksi Demokrat DPRD Bali Khawatir KPID Jadi Aksesoris Semata

Hilmar pun menyoroti tidak sedikit festival seni budaya yang digelar di Pulau Dewata hanya terbatas meminjam tempat dengan nama Bali yang sudah mendunia.

Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dan masyarakat Bali mulai membuka komunikasi dan berkolaborasi dengan berbagai festival seni kontemporer yang kerap dihelat di Pulau Dewata.

"Kuncinya yang penting masyarakat harus terlibat, tumbuh dari bawah, bukan dicangkok dari atas," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan "Kun" Adnyana mengemukakan, pelaksanaan Festival Seni Bali Jani dari 26 Oktober-8 November 2019 ini menjadi jawaban atas etos kreatif atau ekosistem seni kontemporer atau seni modern yang sudah tumbuh dan hidup di masyarakat.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved