PDIP Mendukung Gagasan Mendagri untuk Evaluasi Dampak Negatif Pilkada Langsung
Ia menambahkan, pilkada langsung selama ini selain berbiaya mahal, juga memunculkan oligarki baru
PDIP Mendukung Gagasan Mendagri untuk Evaluasi Dampak Negatif Pilkada Langsung
TRIBUN-BALI.COM,JAKARTA - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mendukung gagasan Menteri Dalam Negeri ( Mendagri) Tito Karnavian mengevaluasi sistem pilkada langsung yang menyebabkan tingginya biaya pemilu serta meningkatnya korupsi dan ketegangan politik.
"PDIP menanggapi positif gagasan Mendagri Tito Karnavian untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pemilu (pilkada) langsung yang menyebabkan tingginya biaya pemilu, korupsi, dan ketegangan politik akibat demokrasi bercita rasa liberal yang selama ini diterapkan di Indonesia," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Jumat (8/11/2019).
Ia menambahkan, pilkada langsung selama ini selain berbiaya mahal, juga memunculkan oligarki baru, yakni kaum pemegang modal dan yang memiliki akses media yang luas.
• Paskibraka di Bali Meninggal Misterius, Awalnya Hanya Sakit Kepala, Ternyata Jantung & Lambung Bocor
• Ramalan Zodiak Cinta Jumat 8 November 2019: Cancer Awas Risiko Bertengkar, Taurus Frustasi
• Suami Syok, Istrinya Yang Tepergok Selingkuh Dengan Oknum Perwira Polda Bali Malah Mengusirnya
Mereka yang mampu melakukan mobilisasi sumber daya modalnya, berpeluang terpilih.
Ia menilai, pilkada langsung mengubah demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi demokrasi yang berbasis kekuatan kapital.

PDIP sejak dahulu telah menjalankan tradisi memilih pimpinan partai di semua level kepengurusan tanpa mekanisme pemilihan langsung, melainkan melalui proses musyawarah.
"Hasilnya, kualitas kepemimpinan partai di semua tingkatan meningkat, berbiaya sangat murah dan minim konflik. Karenanya PDIP menjadi partai dengan biaya paling kompetitif dan efektif di dalam melakukan konsolidasi struktural partai," lanjut dia.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.
Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan Pilkada oleh wartawan, seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito seperti dikutip dari Tribunnews.
Sebagai mantan Kapolri, ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.
"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata dia.
Tito berpandangan bahwa mudarat pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari pilkada langung.