News Analysis: Memang Benar Ada Masalah Terkait Pariwisata Bali
Kalau mau introspeksi diri, memang benar ada beberapa permasalahan terkait pariwisata Bali dalam beberapa tahun terakhir
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
News Analysis
Dr Agung Suryawan Wiranatha
Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata Universitas Udayana
News Analysis: Memang Benar Ada Masalah Terkait Pariwisata Bali
TRIBUN-BALI.COM, BALI - Kalau mau introspeksi diri, memang benar ada beberapa permasalahan terkait pariwisata Bali dalam beberapa tahun terakhir.
Pertama, terkait masalah sampah.
Dari dulu persoalannya memang seperti itu, tetapi kini Pemprov Bali sudah melakukan action.
Gubernur Bali sudah berusaha mengurangi sampah plastik, itu hal yang bagus.
Kedua, yang menjadi masalah terkait kenakalan wisatawan saat ada di Bali.
Hal itu terjadi karena wisatawan yang datang ke Bali tidak terseleksi dengan baik karena mereka masuk Bali dengan bebas visa.
Khawatirnya, wisatawan yang datang ke Bali adalah mereka yang memang dalam keadaan keterbatasan keuangan sehingga ketika sampai di Bali wisatawan itu berpotensi membuat masalah.
Ada yang sampai meminta-minta, ada yang bekerja untuk melanjutkan kunjungannya, ada yang berbuat kriminal.
Nah ini memang kita sadari dan perlu kita antisipasi.
• Bali No List 2020, Berpikir Dampak hingga Koreksi Bagi Pariwisata Pulau Dewata
• Kanker Paru Juga Menyerang Bukan Perokok, Kenali Tanda Peringatan Dini
Di samping itu wisatawan yang berkelas tidak akan mungkin mau gabung dengan wisatawan yang nakal.
Karena mereka bisa terancam.
Mereka tak merasa nyaman.
Ini harus diantisipasi.
Maka dari itu, pemerintah diharapkan bisa melakukan upaya screening terhadap wisatawan yang datang ke Bali, dengan memastikan bahwa yang datang ini benar-benar wisatawan yang tidak membuat masalah.
Dari dulu memang ada wisatawan yang membuat masalah, namun frekuensinya tergolong kecil.
Sedangkan sekarang pelaku pariwisata di Kuta mengatakan lima tahun terakhir masalahnya semakin banyak karena susah melakukan kontrol.
Dulu wisatawan tidak bebas masuk ke Bali karena ada seleksi, ada visa on arrival, dan mereka harus bayar.
Sedangkan kalau bebas visa mereka cenderung tidak membayar sama sekali.
Mereka yang tanpa uang pun bisa datang, yang penting punya tiket.
Di sisi lain kekawatiran atas pemberitaan itu, harusnya bisa diterima sebagai bahan introspeksi dan perbaikan untuk kebaikan pariwisata Bali ke depan.
• 5 Mimpi Ini Pertanda Kesehatanmu Bermasalah, Mimpi Diserang Seseorang Tanda Gejala Penyakit Serius
• Benarkah Diet Keto Mampu Melemahkan Sel-sel Kanker?
Tetapi, tidak benar juga Bali di-list untuk tidak dikunjungi.
Kalau wisatawan yang berpikir rasional, maka dia akan berpikir ketika datang atau tidak datang ke sebuah destinasi maka menjadi urusannya sendiri.
Mengenai tudingan bahwa Bali mengalami over tourism, rasanya kurang tepat.
Over tourism itu maksudnya kalau wisatawan sudah tidak nyaman berada di sebuah destinasi dan masyarakat setempat juga merasa tidak nyaman.
Kalau daerah Kuta boleh over tourism, tapi kalau daerah Tulamben atau Lovina apa over tourism?
Di situ masih banyak yang kosong.
Solusinya, sekarang adalah bagaimana pengembangan pariwisata agar lebih tersebar, dengan adanya beragam daya tarik wisata di seluruh Bali dan dengan adanya dukungan public transport.
Kalau terkait kontribusi 10 dollar AS, dari pihak wisatawan merasa acceptable, karena sudah disurvei willingness to pay bahwa itu bisa diterima.
Masalahnya, cantolan peraturan yang memperkenankan untuk memungut itu tidak ada.
Aturan hukumnya belum ada.
(*)