Nurhayati Bisa Dipenjarakan Karena Buang Limbah di Tukad Badung, Hari Ini Usaha Sablonnya Disegel
Pemerintah Kota Denpasar melaui Satpol PP dan Dinas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan berencana membawa kasusnya ke tahap yang lebih serius.
Penulis: eurazmy | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Nurhayati, kini harus berurusan dengan hukum.
Pemerintah Kota Denpasar melaui Satpol PP dan Dinas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) berencana membawa kasusnya ke tahap yang lebih serius.
Pengusaha tekstil celup di Jalan Pulau Misol, Dauh Puri Kauh, Denpasar ini akan dilaporkan ke polisi.
Ini lantaran ia mencemari aliran Tukad Badung.
Limbah tekstilnya membuat air Tukad Badung yang berwarna hijau kecokelatan berubah menjadi merah darah, dua hari lalu.
''Ya untuk kasus ini ada opsi kami limpahkan ke polisi. Undang-undang Lingkungan Hidup kan ada,'' ungkap Kepala Satpol PP Kota Denpasar, Dewa Anom Sayoga, Rabu (27/11/2019).
Laporan ini, kata Sayoga sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman penjara maksimal selama tiga tahun dan denda Rp 3 milar.
Sementara, terkait proses pelimpahan kasus pada kepolisian kata Sayoga masih akan tetap berjalan sehingga dalam kasus ini akan diproses dua kali, yakni sidang tipiring dan pidum.
''Ya karena pemilik usaha ini melempar tanggung jawab ke karyawannya sebagai pelaku pembuang limbah. Soal itu, proses penyidikan oleh polisi masih sedang dikembangkan,'' katanya.
Ia mengatakan, proses tindak lanjut ini kepada kepolisian ini sebagai tindakan tegas dan efek jera terhadap masyarakat, terutama pembuang limbah sembarangan yang kerap membandel.
''Kami sebenanrnya sudah geram banget sama pelaku pengusaha sablon dan tekstil gak bertanggung jawab. Kalau gak gini gak kapok-kapok mereka,'' tegasnya.
Untuk diketahui, warna air merah darah Tukad Badung viral di jagad medsos, Selasa kemarin.
Perbekel Desa Dauh Puri Kauh, I Gusti Made Suandhi merasa heran ketika pertama kali melihat kondisi air sungai di wilayahnya berubah jadi merah.
Setelah ditelusuri ternyata warna merah itu bersumber dari limbah yang dibuang Nurhayati, pengusaha tekstil celup di Jalan Pulau Misol, Dauh Puri Kauh, Denpasar.
Saat didatangi petugas Dinas LHK) Kota Denpasar, Nur Hayati mengakui perbuatannya.
Ia berjanji tak memproduksi tekstil selama belum memiliki sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang baik.
Perempuan asal Pekalongan ini mengaku tidak pernah memproduksi kain celup di kediaman yang ditempatinya sejak 2005 itu.
Di sana hanya dimanfaatkan sebagai gudang kain celup sebelum didistribusikan ke konsumen.
Pada Senin malam dia membuat 200 kain celup karena ada pesanan mendadak dari warga.
''Tumben-tumben ini produksi karena ada pesanan mendadak warga buat seragam,'' katanya kepada petugas.
Namun, dia lupa tidak memiliki sistem IPAL yang baik sehingga limbah dialirkan saja ke sungai.
''Iya saya gak perhitungkan itu," kata Nurhayati.
Gusti Made Suandhi mengatakan, selama ini pihaknya selalu membina para pengusaha sablon maupun tekstil di wilayahnya agar tidak mencemari lingkungan.
''Di wilayah saya ada sekitar 3 sampai 4 pengusaha sablon dan tekstil dan selalu kita bina untuk mengelola limbah,'' katanya.
Hari Ini Usahanya Disegel
Nurhayati juga harus berhadapan dengan Perda yang berujung pada penutupan usahanya.
Kepala Satpol PP Kota Denpasar, Dewa Anom Sayoga mengatakan, proses pemberkasan terkait pelanggaran perizinan usaha dan gangguan lingkungan yang ditimbulkan sudah rampung.
''Besok (hari ini) usaha pelaku akan disegel dan sehari setelahnya akan dilakukan sidang tipiring di PN Denpasar,'' ujarnya.
Kepala UPT Laboratorium DLHK Kota Denpasar, Mega mengatakan, petugas sudah mengambil sampel satu liter air sungai yang merah. Uji laboratorium butuh waktu minimal lima hari.
''Hasil uji lab ini akan dipakai sebagai dasar untuk tindak lanjut penegakan hukum kepada pengusaha terkait,'' katanya.
Kepala Satgas DLHK Kota Denpasar, Eko Astinama mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan, sarana IPAL usaha kain celup polos itu tidak sesuai standar baku mutu.
Akibatnya, limbah pewarna merembes ke sungai dan berpotensi bahaya bagi lingkungan. Eko menunggu hasil uji lab untuk mengetahui seberapa besar dampak limbah pada sungai. (*)